Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Link Download Peraturan Menteri Agama tentang Pencegahan Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan

Pada 2022, Kementerian Agama (Kemenag) menyusun PMA atau Peraturan Menteri Agama tentang Pencegahan Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan. Peraturan itu terbit atas respons banyaknya kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan agama dan keagamaan. Prosesnya dimulai sejak akhir Desember 2021.

Saat itu, Undang-undang (UU) tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual juga masih dalam proses penyusunan. UU yang kemudian diterbitkan dengan Nomor 12 tahun 2022 baru ditetapkan dan diundangkan pada 9 Mei 2022. Bersamaan itu, PMA pencegahan kekerasan seksual juga dalam tahap finalisasi.

Pada 5 Oktober 2022, PMA No 73 tahun 2022 tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama ditandatangani Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Regulasi ini mulai diundangkan sehari setelahnya.

Setelah melalui proses diskusi panjang PMA tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama akhirnya terbit dan sudah diundangkan per 6 Oktober 2022.

Sesuai namanya, PMA ini mengatur tentang upaya penanganan dan pencegahan kekerasan seksual di satuan Pendidikan pada Kementerian Agama. Satuan Pendidikan itu mencakup jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal, serta meliputi madrasah, pesantren, dan satuan pendidikan keagamaan.

PMA ini terdiri atas tujuh Bab, yaitu: ketentuan umum; bentuk kekerasan seksual; pencegahan; penanganan; pelaporan, pemantauan, dan evaluasi; sanksi; dan ketentuan penutup. Total ada 20 pasal.

PMA ini mengatur bentuk kekerasan seksual mencakup perbuatan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, dan/atau melalui teknologi informasi dan komunikasi. Ada setidaknya 16 klasifikasi bentuk kekerasan seksual, termasuk menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender korban.

“Menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada korban juga termasuk bentuk kekerasan seksual. Termasuk juga menatap korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman" ujar Juru Bicara (Jubir) Kemenag, Anna Hasbie, di Jakarta, dikutip dari laman Kemenag.

Sebagai upaya pencegahan, PMA ini mengatur satuan Pendidikan antara lain harus melakukan sosialisasi, pengembangan kurikulum dan pembelajaran, penyusunan SOP pencegahan, serta pengembangan jejaring komunikasi.

Satuan pendidikan dapat berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga, pemerintah daerah, perguruan tinggi, satuan pendidikan lain, masyarakat, dan orang tua peserta didik. Terkait penanganan, PMA ini mengatur tentang pelaporan, perlindungan, pendampingan, penindakan, dan pemulihan korban.

“Terkait sanksi, PMA ini mengatur bahwa pelaku yang terbukti melakukan kekerasan seksual berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, dikenakan sanksi pidana dan sanksi administrasi,” tegasnya.

Dengan terbitnya PMA ini, Kementerian Agama akan segera menyusun sejumlah aturan teknis, baik dalam bentuk Keputusan Menteri Agama (KMA), pedoman, atau SOP, agar peraturan ini bisa segera dapat diterapkan secara efektif.

Anna berharap, terbitnya PMA ini akan menjadi panduan bersama seluruh stakeholders satuan pendidikan Kementerian Agama dalam upaya penanganan dan pencegahan kekerasan seksual.

"Harapannya, ke depan tidak terjadi lagi kekerasan seksual di satuan pendidikan,” tandasnya.

SPO Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual

Tindak lanjut dari terbitnya PMA No 73 tahun 2022, Kemenag menyusun KMA tentang Standar Prosedur Operasional (SPO) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual pada Satuan Pendidikan. Sampai Desember 2022, KMA ini sudah hampir selesai.

Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Waryono Abdul Ghofur mengatakan bahwa Kemenag saat ini tengah melakukan finalisasi penyusunan KMA tersebut. Pihaknya telah menjaring masukan, pertimbangan, dan pemikiran dari para ahli. Dia berharap regulasi ini dapat menjadi langkah teknis operasional untuk memberikan pencegahan dan perlindungan bagi masyarakat, khususnya di lingkungan satuan pendidikan agama.

KMA tentang SPO ini merupakan amar dari PMA No. 73/2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual pada Satuan Pendidikan. Regulasi turunannya perlu segera diterbitkan agar peraturan yang diterbitkan lebih operasional.

Staff Khusus Menteri Agama Bindag Hukum dan HAM, Abdul Qodir, mengingatkan bahwa standar perlindungan yang diatur dalam KMA ini harus disesuaikan dengan jenjang pendidikan. Terkait prosedur pelaporan, juga diminta agar lokus maupun waktu kejadian harus spesifik.

Qodir menggarisbawahi pentingnya monitoring dan evaluasi dalam pengawalan penerapan regulasi. Ia mengingatkan bahwa praktik di lapangan harus dilaksanakan sesuai dengan aturan dengan penerapan sanksi yang ketat.

Selain sanksi, KMA juga harus mengatur tentang prosedur dan upaya pencegahan kekerasan seksual. Jika sudah disahkan, KMA akan diterapkan secara massif melalui satuan pendidikan agama dan keagamaan di Indonesia.

Link Download

Peraturan Menteri Agama (PMA) Pencegahan Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan