Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC / Click X icon to close

Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Login ke KBRTTulis Artikel

Cerita Inspiratif Vita Erinnantira, Siswi SMK Trenggalek yang Kejar Mimpi untuk Kuliah

Vita Erinnantira, siswi SMK asal Tulungagung, tumbuh tanpa kehangatan keluarga utuh. Meski harus bekerja sambil sekolah, ia terus merawat mimpinya kuliah.

  • 27 Sep 2025 08:00 WIB
  • Google News

    Poin Penting

    • Vita tumbuh tanpa kehadiran ibu sejak kecil.
    • Hidup bersama nenek, ia bekerja paruh waktu untuk biaya sekolah.
    • Meski terbatas, Vita tetap merawat mimpi melanjutkan kuliah.

    KBRT – Senyum tipis Vita Erinnantira (18) kerap muncul saat ia bercanda dengan teman-teman di SMK Islam 1 Durenan. Dari luar, ia terlihat seperti remaja biasa dengan seragam putih abu-abu, langkah ringan, dan tawa yang lepas. Namun di balik itu, Vita menyimpan kisah hidup yang tidak semua orang tahu.

    Sejak usia tiga tahun, Vita tumbuh tanpa kedua orang tua kandung yang berpisah dan memilih jalannya masing-masing. Kehangatan pelukan kakek dan neneklah yang menjadi pengganti kasih sayang.

    “Setelah itu emang udah gak pernah ngerti wajah ibu gimana. Jadi pertama kali aku ketemu ibu itu baru umur 17 kemarin, sebelum itu hanya ngerti ibu dari foto album milik nenek,” kenang Vita.

    Pertemuan itu pun terasa asing baginya. Saat akhirnya bisa memeluk ibunya, tak ada air mata yang mengalir, hanya hening yang sulit dijelaskan. “Mungkin, karena bertahun-tahun tanpa figur ibu, membuatku tak punya banyak ikatan batin dengannya,” ujarnya pelan.

    Hidup dengan Keterbatasan

    Kini Vita tinggal bersama neneknya di Dusun Pucung, Desa Sidem, Kecamatan Gondang, Kabupaten Tulungagung. Sejak kakeknya meninggal saat pandemi, sang nenek menjadi satu-satunya keluarga yang mendampinginya. Meski usia semakin renta, neneknya tetap berjualan di sekolah dasar dan membuat besek dari bambu untuk menambah penghasilan.

    Agar bisa membantu, Vita bekerja paruh waktu sejak kelas 10 SMK. Dari menjaga kios minuman hingga menjadi petugas packing toko online pernah ia jalani. Gajinya dipakai menutup biaya sekolah, bensin, dan uang saku.

    “Seperti kalau aku bayar SPP, nanti biaya daftar ulangnya aku minta orang tua. Lalu biaya bensin dan uang saku juga sudah tak minta lagi,” ungkapnya.

    Meski hubungan dengan ayahnya kerap diwarnai perselisihan, Vita tidak pernah kehilangan rasa hormat. Bahkan ia mengingat kebaikan ibu tirinya yang dulu sempat membiayai sekolah dan kursus. Namun, sejak kelas 10 ia memilih mandiri agar tak lagi membebani.

    ADVERTISEMENT
    Migunani

    “Sampai kelas 8 SMP biaya sekolahku masih ditanggung sama ibu tiri, dan aku juga diikutkan les voli, les pelajaran gitu. Nah, aku tuh inisiatif kayaknya gak usah ikut les-les ini lagi takut nyusahin,” katanya.

    Luka dan Harapan

    Hari-hari Vita begitu padat. Sepulang sekolah ia bekerja, malamnya sering kali langsung terlelap karena lelah. Melihat teman-temannya bisa pulang sekolah dan bersantai, Vita hanya tersenyum.

    “Pernah sih dulu mikir, kok hidupku gini amat, tapi lama-lama sadar kalau ada yang lebih susah dari aku, jadi aku tak pantas ngeluh,” ucapnya.

    Sejak lama, Vita menuangkan perasaan pahitnya lewat buku harian. Menulis menjadi caranya berdamai dengan kenangan buruk masa kecil. Ia bahkan berusaha memahami cara ayahnya mendidik yang keras, yang mungkin merupakan warisan dari generasi sebelumnya.

    “Mungkin ayah tidak tahu kalau caranya mendidik itu salah, karena kakek dulu ceritanya mendidik ayah dengan keras. Jadi, sekarang aku harus lebih bisa mengerti,” tuturnya.

    Merawat Mimpi

    Meski jalannya penuh keterbatasan, Vita tidak menyerah pada keadaan. Ia tetap tekun belajar, bekerja, dan menjaga neneknya. Setelah lulus, ia bercita-cita melanjutkan kuliah, terutama karena semasa SMK banyak kesempatan belajar yang harus ia korbankan.

    Beberapa prestasi telah diraih, terutama di bidang bahasa Inggris dan multimedia—jurusan yang ia pilih di sekolah.

    “Kalau ada rezeki, pengen kuliah. Tapi kalau tidak bisa ya tak apa, orang tuaku, mungkin tidak mengertiku, tapi aku yang harus ngertiin mereka untuk saat ini. Ya buat mereka bahagia. Suatu saat kalau aku punya anak, tidak akan kubiarkan jadi kayak aku,” katanya sambil tersenyum tipis.

    Kawan Pembaca, Terimakasih telah membaca berita kami. Dukung Kabar Trenggalek agar tetap independen.

    Kabar Trenggalek - Feature

    Editor:Zamz