Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Busyro Muqoddas: Tidak Ada Agama yang Mengajarkan Perusakan Lingkungan

Kabar Trenggalek -M. Busyro Muqoddas, Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Bidang Hukum, HAM, dan Kebijakan Publik, menjadi salah satu narasumber dalam Pendidikan Politik, Hukum, dan HAM, untuk Keadilan Lingkungan Kabupaten Trenggalek, Sabtu (03/09/2022).Dalam penyampaian materinya, Busyro Muqoddas mengaku bahwa seumur hidup, baru di Trenggalek ia mendapat sambutan yang baik dari pemerintah daerah."Umur saya baru 70 tahun, tapi seumur hidup baru kali ini, pemerintah di daerah punya sambutan yang luar biasa. Ini gak muji-muji, ini apa adanya," ujar Busyro Muqoddas.Busyro Muqoddas mengatakan, ia bisa belajar dari Trenggalek, dengan bupati termuda se-Asia Tenggara. Di sisi lain, ia bisa lebih belajar dari alam Trenggalek yang terancam pertambangan emas.Busyro Muqoddas senang bisa belajar dari kepala daerah yang melaksanakan pasal 33 ayat 3 Undang Undang Dasar 1945. Pasal itu menyebutkan, bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.Busyro Muqoddas menilai Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin, juga melaksanakan apa yang diterangkan dalam surat Ar Rum ayat 41. Di mana ayat itu mengingatkan:Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).Kemudian, Busyro Muqoddas menceritakan salah satu dampak tambang di suatu daerah. Tambang tersebut telah merusak lingkungan serta kehidupan sosial masyarakat di sekitarnya."Bicara tentang tambang, saya akan bicara tentang sebagian kecil fakta-faktanya. Ada satu daerah, itu nambang batu bara, penambangannya melanggar AMDAL, sehingga lingkungan fisik dan sosial kemanusiaan ditabrak aja. Terus aturan-aturannya ditabrak juga," ujar Busyro Muqoddas.Setelah itu, lanjut Busyro Muqoddas, ada aktivis-aktivis dari daerah yang datang menemui PP Muhammadiyah di Jakarta. Mereka lapor, di wilayah yang ditambang itu ada SD yang masih berjalan pendidikannya. Akan tetapi, SD itu ambruk karena aktivitas pertambangan. Murid dan guru SD juga terdampak."Aktivis ini berurusan dengan aparat setempat, level gubernur. Kemudian kami advokasi. Tidak hanya di daerah itu, tapi di daerah lain juga begitu. Ada yang sampai diparang, disayat-sayat. Dalam waktu kurang lebih dua Minggu, meninggal dunia," cerita Busyro Muqoddas.Busyro Muqoddas membayangkan bahwa di Trenggalek bisa saja terjadi dampak-dampak tambang, seperti pengalaman yang ia ceritakan sebelumnya."Artinya jika tambang itu diberikan kepada yang semata-mata bermental kanibal, nyaplok orang lain untuk kepentingan diri sendiri, itu akibatnya kira-kira seperti yang saya sampaikan tadi," ucapnya.Kekayaan alam ini, kata Busyro Muqoddas, harusnya digunakan untuk rakyat. Kalau kekayaan itu dirusak, maka alam itu akan marah. Dalam waktu sebentar saja, Tuhan bisa meluluhlantahkan semua yang ada."Masa kita tidak belajar dari tsunami Aceh? Masa kita tidak belajar dari Palu, Gunung Merapi di Jogja, dan lain sebagainya? Sangat mudah bagi tuhan itu untuk meluluhlantakkan ketika satu daerah itu terus-menerus dirusak dan tidak ada yang mengingatkan. Bahkan bisa lebih cepat daripada sekedipan mata. Bayangkan itu," tegas Busyro Muqoddas."Apakah kita tidak takut kalau melihat sinyal-sinyal akan mengalami problem serius itu kalau tidak tidak dicegah? Ya jangan sampai terjadi," tambahnya.Menurut Busyro Muqoddas, masyarakat Indonesia sudah punya standar teologi yang diturunkan menjadi standar ideologi. Standar teologi itu berdasarkan agama."Agama apapun juga tidak ada ayat yang mengajarkan perusakan lingkungan. Gak ada. Semua mengajarkan kebaikan-kebaikan," terangnya.