Aliansi Buruh Jawa Timur yang tergabung dalam Komite Bersama Rakyat (KOBAR), menggelar demonstrasi pencabutan Perppu Cipta Kerja, di depan Gedung Negara Grahadi Surabaya, Selasa (28/02/2023). Dalam demo itu, Aliansi Buruh Jawa Timur juga mendesak pembebasan 3 petani Pakel yang ditangkap paksa Polda Jatim.
Berbagai organisasi yang tergabung dalam KOBAR yaitu KASBI Jawa Timur, SPBI KFC, SP Danamon, SKOBAR, GEPAL Gresik dan gerakan mahasiswa LAMRI Surabaya. Turut juga bersolidaritas dalam aksi yakni FSPMI dan elemen buruh serta masyarakat sipil lainnya.
Mereka bersolidaritas kepada perjuangan warga Desa Pakel, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi yang tengah berjuang mendapatkan hak atas tanah. Selain itu mereka juga memberikan dukungan agar tiga petani Pakel yakni Mulyadi, Suwarno, dan Untung dibebaskan dari tahanan Polda Jatim.
Syahril, KASBI Jawa Timur, selaku perwakilan dari buruh, mengatakan bahwa apa yang terjadi pada petani Pakel merupakan bentuk sebuah ketidakadilan, di mana mereka yang berjuang untuk mendapatkan hak atas tanah harus menerima kenyataan pahit.
Menurut Syahril, warga Pakel mendapatkan tuduhan tidak berdasar seperti penyebaran berita bohong. Tuduhan itu hanya bentuk untuk membungkam suara-suara pejuang agraria dalam memperjuangkan hak atas tanah yang seharusnya itu menjadi hak segenap bangsa Indonesia. Terutama, warga yang termasuk golongan tak bertanah sesuai dengan Undang-undang Pokok Agraria dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Pasal 33 ayat 3.
“Kami dari buruh mendukung penuh perjuangan warga Pakel yang tengah berjuang mendapatkan hak atas tanah, selain itu kami juga meminta ketiga petani Pakel untuk dibebaskan segera, ini kasus konflik agraria yang mana rakyat terutama petani kecil yang selalu jadi korban keserakahan para pemilik modal dan yang berkuasa selalu membela yang memiliki modal,” ujar Syahril.
Habibus Salihin, LBH Surabaya, menambahkan, sebelumnya sekitar 23.280 orang telah menandatangani surat petisi di change.org menuntut Presiden Jokowi untuk menyelesaikan kasus warga Pakel, Banyuwangi. Kemudian, menuntut pemulihan seluruh hak-hak ekonomi, sosial, budaya warga Pakel yang dirampas. Lalu, mendesak Kapolri dan Kapolda Jawa Timur untuk segera membebaskan Mulyadi, Suwarno, Untung dan pencabutan status tersangka ketiganya, serta menuntut Kementerian ATR/BPN mencabut HGU PT Bumi Sari.
Hingga hari ini, ada ribuan warga, akademisi, pengurus organisasi masyarakat sipil, dan tokoh nasional juga telah mengajukan penjaminan diri dan melakukan desakan ke Polda Jawa Timur untuk pembebasan tiga warga Pakel yang ditahan, yakni Mulyadi, Suwarno dan Untung.
Beberapa diantaranya adalah Dr. Busyro Muqoddas, perwakilan Imparsial, Elsam, Kontras, LHKP PP Muhammadiyah, Konsorsium Pembaruan Agraria, WALHI, YLBHI, ICEL, OPWB, FNKSDA, SP Danamon, FSP KEP Gresik, KASBI, Partai Buruh, FSPMI, SPBI KFC dan lain-lain.
"Tetapi, sampai saat ini tidak ada jawaban dari Polda Jatim mengenai penangguhan penahanan," ucap Habibus yang juga tim kuasa hukum warga yang tergabung dalam TeKAD GARUDA.
Wahyu Eka Setyawan, WALHI Jawa Timur, menyampaikan perjuangan warga Pakel telah berlangsung lama. Kasus ini merupakan rentetan panjang konflik agraria yang tak kunjung diselesaikan.
Sebelumnya, hampir 1.200 lebih masyarakat Pakel yang tergabung dalam Rukun Tani Sumberejo Pakel (RSTP) juga kerap mengalami kriminalisasi serupa karena terus berjuang mempertahankan tanah mereka yang diklaim oleh PT Bumi Sari.
Setidaknya, menurut catatan Tim Kerja Advokasi Gerakan Rakyat untuk Kedaulatan Agraria dan Sumber Daya Alam (Tekad Garuda), ada 5 warga Pakel yang dikriminalisasi sepanjang perjuangan mereka dari 2020-2023.
Terakhir, kata Wahyu, tiga warga dikriminalisasi yakni Kepala Desa Mulyadi, Kepala Dusun Durenan Suwarno dan Kepala Dusun Taman Glugoh Untung menjadi korban dari tidak jelasnya penyelesaian konflik agraria.
"Tuduhan kepada mereka, penanganan hukum kepada mereka yang berujung penahanan semakin memperkeruh penyelesaian konflik agraria, dan ini yang tidak dipahami oleh Polda Jawa Timur, bahwa kasus ini berbeda dengan kasus biasa. Bukan treatment seperti ini yang dilakukan, justru ini tidak sejalan dengan perintah Presiden Jokowi yang telah mengamanatkan penyelesaian konflik agraria," tegas Wahyu.
Wahyu menambahkan, perlu digarisbawahi, bahwa 800 Kepala Keluarga (KK) atau seribu lebuh warga yang turut berjuang dalam organisasi Rukun Tani Sumberejo Pakel ini, sebagian besarnya adalah kaum tunakisma. Artinya, kelompok yang tidak memiliki lahan pertanian sama sekali (buruh tani).
Jika mengacu pada semangat reforma agraria yang termaktub dalam UUPA, pasal 13 ayat 1, maka seharusnya pemerintah harus mengupayakan usaha-usaha dalam lapangan agraria diatur sedemikian rupa. Sehingga, meninggikan produksi dan kemakmuran rakyat sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) serta menjamin bagi setiap warga-negara Indonesia derajat hidup yang sesuai dengan martabat manusia, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.
Seperti yang ditekankan dalam UUPA pasal 13 ayat (2), seharusnya: Pemerintah mencegah adanya usaha-usaha dalam lapangan agraria dari organisasi organisasi dan perseorangan yang bersifat monopoli swasta.
"Dengan benar-benar meresapi semangat pasal 13 UUPA di atas, maka program reforma agraria yang kerap digaungkan oleh Presiden Jokowi seharusnya ditunjukkan dengan tindakan berpihak kepada perjuangan warga Pakel-Banyuwangi," tandas Wahyu.