Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Sejarah Sekolah-Sekolah di Trenggalek pada Zaman Penjajahan Belanda Tahun 1900 - 1935

Beberapa sekolah di Trenggalek memiliki sejarah panjang yang berkaitan dengan zaman penjajahan Pemerintah Kolonial Belanda. Berdasarkan buku "Selayang Pandang Sejarah Trenggalek" yang ditulis Abdul Hamid Wilis, berdirinya sekolah-sekolah di Trenggalek diperkirakan antara tahun 1900 hingga 1935.

Pembangunan sekolah-sekolah di Trenggalek pada zaman penjajahan Belanda disebabkan oleh Etische Politic (Politik Etis) atau Politik Balas Budi. Politik Etis itu sebagai pengganti setelah sistem cultuurstelsel atau tanam paksa di Trenggalek dihapus pada 1870.

Dalam sejarahnya, Abdul Hamid Wilis mencatat, tanam paksa Pemerintah Kolonial Belanda mendapat berbagai perlawanan dari rakyat Indonesia. Tanam paksa di Trenggalek dilawan oleh Bupati Trenggalek Mangunnegoro II, atau yang terkenal dengan gelar atau julukan Kanjeng Jimat.

Perlawanan itu juga didukung oleh orang Belanda anti penjajahan, salah satunya Dr. Eduard Douwes Dekker, orang Belanda anti penjajahan yang memprotes tanam paksa.

Eduard Douwes Dekker terkenal dengan nama pena Multatuli, yang artinya 'aku sangat menderita'. Multatuli menulis buku "Max Havelaar" yang mengungkap perilaku buruk para penjajah Belanda kepada rakyat Indonesia.

Atas desakan parlemen di Belanda, pada tahun 1870 tanam paksa dihapus dan diganti dengan Politik Etis. Politik etis diwacanakan sebagai balas budi kepada rakyat Indonesia yang telah membantu mengatasi kesulitan ekonomi bahkan memakmurkan Belanda.

Politik etis di Trenggalek berupa edukasi, irigasi, dan transmigrasi. Tetapi dalam prakteknya, semua tetap berkaitan dengan kepentingan penjajahan Belanda. Politik etis edukasi, mendidik untuk calon pegawai rendahan yang sangat diperlukan.

Menurut catatan Abdul Hamid Wilis di bagian pembahasan 'Sekolah-Sekolah di Trenggalek', pada zaman penjajahan Belanda, ada beberapa jenis sekolah. Seperti sekolah dasar, sekolah guru, hingga sekolah swasta atau sekolah partikelir.

Meski tidak semua jenis sekolah itu ada di Trenggalek, tapi ada beberapa jenis sekolah di Trenggalek yang dibangun pada zaman Belanda tahun 1900 hingga 1935. Berikut daftarnya:

Sekolah Dasar Zaman Belanda

Volksschool atau Sekolah Rakyat di Jawa/Foto: Tropenmuseum/Wikimedia Commons

Sekolah Desa

Pendidikan di Sekolah Desa ditempuh selama 3 tahun. Mata pelajaran pokok yaitu baca tulis huruf Jawa dan latin serta berhitung. Mata pelajaran lainnya seperti tembang, olahraga, pekerjaan tangan dan budi pekerti, dan sebagainya. Hampir setengah desa di Trenggalek pernah memiliki Sekolah Desa. Kurang lebih ada 100 Sekolah Desa di Trenggalek.

Sekolah Angka 2

Sekolah Angka 2 atau Sekolah Rak at V Tahun. Sesuai dengan namanya, pendidikannya ditempuh selama 5 tahun. Mata pelajaran mulai kelas 4, ditambah bahasa Melayu. Kemudian, sejak tanggal 28 Oktober 1928, bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia.

Ada juga mata pelajaran Ilmu Bumi dan Sejarah. Tetapi untuk isi materi sejarahnya hanya yang menguntungkan Belanda. Contoh untuk perang Diponegoro disebut Kraman Diponegoro V. Jadi, menurut Belanda, Pangeran Diponegoro bukan pahlawan, tetapi kraman atau perampok.

Murid Sekolah Desa dapat masuk ke Sekolah Angka 2 langsung kelas 4. Sekolah Angka 2 yang ada hanya di Ibu Kota Kabupaten (2 sekolah) dan Ibu Kota Kawedanan (1 sekolah). Jadi seluruh Trenggalek saat itu hanya ada 5 sekolah.

Dalam sejarahnya, Sekolah Angka 2 menjadi Volkschool atau Sekolah Rakyat (SR) VI Tahun Trenggalek II, dan Trenggalek III. SR Trenggalek II menjadi SD Sumbergedong, yang sekarang sudah dilikuidasi. Lalu, SR Trenggalek III menjadi SD Ngantru.

Sedangkan, Sekolah Angka 2 Karangan menjadi SD Karangan I, Sekolah Angka 2 Panggul menjadi SD Panggul I, dan Sekolah Angka 2 Kampak menjadi SD Bendoagung 1.

Sekolah Angka 1

Sekolah Angka 1 atau Hollandsch-Inlandsche School (HIS) ditempuh selama 7 tahun. Mulai kelas 1 memakai bahasa pengantar bahasa Melayu (Indonesia). Kelas 4 mulai diajarkan sudah memakai bahasa pengantar bahasa Belanda.

Murid yang masuk Sekolah Angka 1 mulai dari kalangan menengah ke atas. Murid dari pamong desa paling rendah putra kepala desa (lurah), dan waktu masuk sudah mampu berbahasa Indonesia.

Murid Sekolah Angka 1 atau HIS harus bersepatu. Sedangkan Sekolah Desa dan Angka 2 tidak ada yang bersepatu, bahkan banyak yang tidak berbaju.

Di Trenggalek hanya ada 1 Sekolah Angka 1 atau HIS. Secara historis, HIS Trenggalek lalu menjadi Sekolah Rakyat (SR) VI Tahun Trenggalek I, sekarang SD Surodakan III. Di bagian pembahasan 'Pembangunan di Trenggalek', Abdul Hamid Wilis juga menyebut HIS Trenggalek berada di sebelah selatan Alun-Alun Trenggalek, sekarang SMP Negeri 3 Trenggalek).

Sementara itu, orang China mendirikan Hollandsch-Chineesche School (HCS). Di Trenggalek, saat itu tidak ada HCS, yang ada di Kediri dibawah Chung Hua Tsung Hui (CHTH).

Europeesche Lagere School (ELS)

Pendidikan di ELS ditempuh selama 7 tahun. Mulai kelas 1 memakai bahasa pengantar bahasa Belanda. Sekolah ini disediakan untuk orang Belanda dan orang eropa lainnya. Untuk orang Indonesia, dari keluarga bupati atau patih yang bahasa sehari-hari di rumah sudah menggunakan bahasa Belanda. Di Trenggalek, ELS tidak ada.

"Jadi untuk tingkat Sekolah Dasar saja ada 4 macam. Jelaslah tujuan Belanda untuk memecah belah struktur masyarakat. Murid saling mengejek dan ada saja perkelahian antar murid setiap hari yang masing-masing dibekingi gurunya," tulis Abdul Hamid Wilis.

Sekolah Guru Zaman Belanda

Hollandsch-Indische Kweekschool atau Sekolah Guru di Jawa/Foto: Tropenmuseum/Wikimedia Commons

Velk Inlander Indische Onderwys (VIIO)

VIIO merupakan Pendidikan Belanda untuk Rakyat Pribumi. Ditempuh selama 1 tahun oleh lulusan Sekolah Angka 2, setelah magang beberapa tahun. Tidak ada gaji tetap selama magang.

Setelah lulus VIIO dan diangkat dengan gaji tertinggi F. 10 (10 gulden/florijn), sekitar Rp. 84 ribu. Mereka disebut gun magang atau guru bantu. VIIO bersifat program atau kursus, jadi tidak dibuka setiap tahun. Kalau guru magang sudah cukup banyak, VIIO dibubarkan.

Sekolah Guru 2 Tahun

Murid Sekolah Guru 2 Tahun adalah lulusan Sekolah Angka 2. Di Trenggalek tidak ada Sekolah Guru 2 Tahun, yang ada di Tulungagung. Calon guru bantu, tetapi gajinya lebih tinggi sampai F. 15, sekitar Rp. 126 ribu per bulan.

Normaal School

Pendidikan Normal School ditempuh selama 4 tahun oleh lulusan HIS. Noormal School tidak ada di Trenggalek, adanya di Blitar. Sekolah ini memisahkan murid laki-laki dan perempuan. Gajinya lebih tinggi sampai F. 25, sekitar Rp. 211 ribu.

Kweekschool

Kweekschool ditempuh oleh murid dari HIS selama 6 tahun. Sedangkan murid dari Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO, setingkat SMP) menempuh Kweekschool selama 3 tahun.

Lulusan Kweekschool menjadi guru HIS dan dapat menjadi Kepala Sekolah Angka 2. Kweekschool adanya di Surabaya. Gaji per bulan F. 50 sampai F. 60, sekitar Rp. 422 ribu sampai Rp. 506 ribu.

Hoop Acte Bandung

Pendidikan di Hoop Acte Bandung ditempuh selama 1 tahun dari lulusan Kweekschool dan telah mempunyai masa kerja mengajar HIS. Lulusannya bisa menjadi Calon Kepala Sekolah HIS atau pemilik sekolah.

Kepala sekolah HIS juga disebut wedono guru. Kalau ada pertemuan, posisi duduk Kepala Sekolah HIS di setingkat patih atau wedono distrik. Ia hanya setingkat di bawah bupati dan asisten residen. Gajinya sampai F. 75, sekitar Rp. 633 ribu per bulan. Jadi kalau dihitung dengan gaji guru bantu, bisa 15 kali lipat.

Sekolah Partikelir Zaman Belanda

Anak perempuan kelas 5 di Kartinischool atau Sekolah Kartini/Foto: Tropenmuseum/Wikimedia Commons

Sekolah Kartini

Kartinischool atau Sekolah Kartini merupakan sekolah khusus untuk anak perempuan. Gedung Sekolah Kartini di Trenggalek sekarang untuk SD Surodakan I dan II. Belanda juga mendirikan Koop School yang khusus untuk anak perempuan. Kemudian, Murid Sekolah Kartini seluruhnya dipindah ke Koop School. Akhirnya, Sekolah Kartini ditutup (dinegerikan).

Taman Siswa

Taman Siswa di Trenggalek dibangun pada 1927. Taman Siswa membuka sekolah setingkat Sekolah Angka 2. Dibuka juga kelas Schakel School (Sekolah Rakyat), yaitu dari murid Sekolah Desa langsung setingkat kelas 4 dan kelas 5 Sekolah Angka 2.

Jadi Schakel School itu tidak mempunyai kelas 1, 2, dan 3, tetapi langsung membuka untuk kelas 4 dan kelas 5 Angka 2. Gedung Taman Siswa di Trenggalek sekarang ditempati oleh SMA Negeri 1 Trenggalek.

Madrasah Islamiyah Nahdlatul Oelama (MINO) Ngantru Trenggalek

NU berdiri pada tanggal 31 Januari 1926 di Surabaya. Pada tahun 1929 di Trenggalek telah berdiri ranting Ngantru, Durenan, dan Kamulan. Pada tahun 1931, dengan dipelopori oleh pengurus NU ranting Ngantru antara lain K.H. Abdul Razaq, K. M. Thoyib, K. Ismail, dan K.M. Yunus, mendirikan MINO Ngantru.

MINO Ngantru memang sekolah agama Islam. Tetapi muridnya banyak yang merangkap bersekolah di Sekolah Desa dan Sekolah Angka 2. Bahkan Keluarga Pengulon yang bersekolah di HIS juga masuk MINO Ngantru. Sebab, K. Ismail adalah menantu penghulu dan K. M. Yunus adalah imam Masjid Agung sekaligus Masjid Pengulon.

Kepada murid yang tidak merangkap di Sekolah Desa, Sekolah Angka 2, dan HIS, ditambah pelajaran baca tulis huruf latin dan berhitung. Sehingga, walaupun tidak berijazah, mereka mempunyai ilmu pengetahuan setingkat Sekolah Desa.

Dalam perkembangannya, MINO Ngantru menjadi MINU Trenggalek, dan gedungnya sekarang menjadi Gedung NU Trenggalek.

"Perinciannya ada 1 HIS, 5 Sekolah Angka 2 [Trenggalek 2, Karangan 1, Panggul 1, dan Kampak 1]. Sekolah Desa hampir setengah jumlah desa dan madrasah di setiap pondok pesantren. Tetapi yang mengajar baca-tulis huruf latin dan berhitung hanyalah MINO Trenggalek sebagai tambahan," jelas Abdul Hamid Wilis.

Akan tetapi, sekolah-sekolah di Trenggalek disamaratakan saat Bendera Hinomaru Jepang berkibar mengusir Belanda. Tidak ada pembangunan fisik apapun. Orang mati kelaparan di mana-mana. Semua daya dan dana yang dihasilkan rakyat Indonesia hanya untuk kepentingan Jepang.

Bersambung ...