Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Biografi Abdul Hamid Wilis, Tokoh Ansor dan Penulis Buku Sejarah Trenggalek

Kubah Migunani

Abdul Hamid Wilis atau yang akrab disapa Mbah Hamid Wilis merupakan tokoh agama sekaligus penulis sejarah Trenggalek, Jawa Timur. Mbah Hamid adalah Ketua GP Ansor dan Banser generasi pertama di Trenggalek (1964-1975).

Banyak buku yang ditulis oleh Abdul Hamid Wilis, salah satunya buku Selayang Pandang Sejarah Trenggalek. Buku itu merupakan hasil penelitian Panitia Sejarah Trenggalek, yang dibentuk pada tahun 1974, zaman Bupati Trenggalek, Soetran.

Abdul Hamid Wilis lahir pada 20 Robiul Awal 1358 Hijriyah atau 10 Mei 1939, di Kereden, Kelurahan Surodakan, Trenggalek. Ia meninggal di usia 81 tahun, pada Jumat, 26 Februari 2021, malam.

Sejarah Nama Trenggalek

Dua dari kanan: Abdul Hamid Wilis mendatangi kegiatan nggalek.co/Foto: Dokumen nggalek.co

Pada tahun 1970, Bupati Trenggalek, Soetran, mempunyai gagasan untuk mengubah nama Trenggalek menjadi Trenggalih. Alasannya, kata Trenggalek sering diartikan Terang yen Elek (Jelas kalau Jelek). Sedangkan Trenggalih bisa diartikan sebagai Terang ing Galih (Jernih di Hati).

Bupati Soetran menyampaikan gagasan pengubahan nama menjadi Trenggalih itu kepada Ketua DPRD Trenggalek, Abu Sofyan. Awalnya gagasan itu ditolak oleh Abu Sofyan. Kemudian, awal tahun 1973, gagasan pengubahan nama itu diajukan lagi secara informil oleh Bupati Soetran.

Lalu, Pimpinan DPRD Trenggalek, yaitu I.S Soenandar, M. Hardjito, Abu Sofyan, mengadakan musyawarah bersama para ketua fraksi. Para ketua fraksi itu di antaranya P. Soeprapto (Golkar), Abdul Hamid Wilis (PPP), S. Hadisoeparto (PDI), dan Imam Soewadi (ABRI). Hasil musyawarah menyatakan penolakan terhadap gagasan Bupati Soetran.

Pada tahun 1974, Bupati Soetran mendesak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) supaya membentuk Panitia Sejarah Trenggalek (PST). Ketua PST yaitu P. Soeprapto (Golkar), dengan Wakil Ketua Abdul Hamid Wilis (PPP). Kemudian Sekretaris PST yaitu S. Hadisoeparto (PDI) dengan Wakil Sekretaris Imam Soewadi (ABRI).

“Karena Bupati Soetran agaknya ngotot, maka sebagai jalan tengah dibentuklah suatu panitia yang terdiri dari legislatif dan eksekutif dengan nama Panitia Sejarah Trenggalek, dengan tugas yang diperluas yaitu menyusun buku Sejarah Kabupaten Trenggalek, Mencari Hari Jadi Trenggalek, dan Mencari asal-usul kata Trenggalek,” tulis Abdul Hamid Wilis di buku Selayang Pandang Sejarah Trenggalek.

Pada tahun 2006, hasil penelitian PST terhadap asal usul nama Trenggalek disusun dan ditulis oleh Mbah Hamid Wilis dalam buku ‘Selayang Pandang Sejarah Trenggalek’. Buku itu diterbitkan oleh Brave Inti gagasan (Yogyakarta) pada tahun 2016, zaman Bupati Emil Elestianto Dardak. 

Berdasarkan buku ‘Selayang Pandang Sejarah Trenggalek’, makna Trenggalek bukanlah Terang ing Galih atau Terang di Hati. Menurut interpretasi Mbah Hamid Wilis, Trenggalek berasal dari kata Trenggale. Dalam Kamus Kawi Indonesia karangan Prof. Drs. S. Wojowasito (1977), kata ‘Treng’ berarti bagian dalam, sedangkan ‘gale’ artinya menolak.

Sehingga, menurut Mbah Hamid Wilis, Trenggalek berasal dari kata Trenggale, artinya tempat yang jauh atau pedalaman tempat menolak marabahaya. Trenggale juga berarti tempat evakuasi (pengungsian/persembunyian/pelarian/buronan) serta tempat konsolidasi untuk menyusun kekuatan kembali. Dari kata Trenggale, lama-lama bergeser atau mingset menjadi Trenggalek.

Tambahan huruf k pada “Trenggalek” merupakan paragog atau proses penambahan bunyi pada akhir kata dari huruf e dalam “Trenggale”. Mbah Hamid Wilis juga memberi julukan “Trenggalek Kota Pertahanan”.

Masa Tua

Muhammad Zamzuri (kiri) dan Abdul Hamid Wilis (kanan) dalam bedah buku 'Shodanco Supriyadi'/Foto: Kominfo Trenggalek

Abdul Hamid Wilis menjalani masa tua di rumahnya. Alamat rumahnya di RT 25, RW 07, Dusun Sugihan, Desa Sumberingin, Kecamatan Karangan, Kabupaten Trenggalek. Sebagai pelaku sejarah, Abdul Hamid Wilis sering dijadikan rujukan untuk membahas sejarah Trenggalek.

Berdasarkan catatan Muhammad Choirur Rokhim (penulis asal Watulimo, Trenggalek), Abdul Hamid Wilis terus produktif menulis di usia senja. Istri Abdul Hamid Wilis mengatakan, “Mbah Hamid Wilis setiap hari menghadap mesin ketik saja terus. Paling-paling mau berhenti ketika makan dan sholat, atau aktivitas penting lainnya”.

Selain produktif menulis, Abdul Hamid Wilis juga menjadi pembicara dalam berbagai kegiatan bedah buku. Buku ‘Selayang Pandang Sejarah Trenggalek’ pernah dibedah pada Sabtu, 7 September 2019, dalam kegiatan Doa Bersama dalam Rangka Haul Ki Ageng Galek (Mbah Kawak Djojo Lengkoro) di Kelurahan Ngantru, Kecamatan Trenggalek, Kabupaten Trenggalek.

Kemudian, buku ‘Shodanco Supriyadi – Pahlawan Nasional Kelahiran Trenggalek’ pernah dibedah pada Sabtu, 7 Maret 2020, dalam kegiatan Bedah Buku dengan tema Menyemai Nasionalisme dalam Bingkai Pembangunan Daerah.

Selain bedah buku, masa tua Abdul Hamid Wilis dimanfaatkan oleh beberapa kalangan untuk wawancara, penelitian, diskusi, maupun sowan (berkunjung). Seperti dalam catatan Misbahus Surur (penulis asal Munjungan, Trenggalek) editor nggalek.co dan Dosen Fakultas Humaniora UIN Malang. Misbahus Surur pernah sowan ke rumah Abdul Hamid Wilis untuk mendukung referensi buku sejarah Trenggalek yang ingin ditulisnya, maupun menulis esai di portal nggalek.co.

Buku sejarah Trenggalek dari Misbahus Surur terbit dengan judul ‘Sebelum Trenggalek Kini: Remah-Remah peradaban Kerajaan Agraris’ pada 2019. Misbahus Surur melakukan wawancara dengan Abdul Hamid Wilis tiga kali, yaitu 1 Februari 2014, 7 Februari 2014, dan 10 Januari 2015.

Dalam buku itu, Misbahus Surur merujuk karya Abdul Hamid Wilis yang berjudul ‘Adipati Minak Sopal: dalam Sejarah & Legenda Trenggalek’ (2007) serta buku ‘Trenggalek Kota Pertahanan’ (2007). Kedua buku karya Abdul Hamid Wilis itu merupakan naskah stensil yang tidak diterbitkan. Bagi Misbahus Surur, Abdul Hamid Wilis adalah sosok ensiklopedi sejarah Trenggalek.

Dalam catatan Misbahus Surur, Abdul Hamid Wilis adalah seorang pembelajar otodidak. Awalnya, Abdul Hamid Wilis meminta diajari oleh orang yang menguasai metode penulisan sejarah. Kemudian, Abdul Hamid Wilis tekun dan mengabdikan diri sepenuhnya ke ranah sejarah sebagai sesuatu yang dicintainya.

Keseriusan Abdul Hamid Wilis dalam menulis juga dicacat melalui tulisan Androw Dzulfikar, Direktur Media Center PCNU Trenggalek. Saat sowan, ia mendapati Abdul Hamid Wilis tertidur di depan rumahnya. Setelah dibangunkan oleh sang istri, Abdul Hamid Wilis mengatakan kalau ia ketiduran ketika sedang mengerjakan naskan tentang peristiwa 1965 di Trenggalek, atas permintaan seorang jenderal di Jakarta.

Setiap kali sowan, Androw Dzulfikar selalu melihat Abdul Hamid Wilis berjibaku dengan beberapa buku-buku yang sebagian usang, paperline, sebuah bolpoin dan majalah lawas. Bagi Androw Dzulfikar, Abdul Hamid Wilis adalah sosok pelaku sejarah yang terus berupaya mewariskan ingatan.

“Di usianya yang sudah tidak bisa dikatakan muda lagi, saya lihat, Mbah Hamid terus berupaya untuk mengeluarkan seluruh memori yang terekam di kepala, merangkainya, kemudian menuangkannya ke bentuk tulisan. Seakan, beliau tidak rela jika ada secuil saja dari pengalamannya sebagai pelaku sejarah yang tidak tertransmisikan ke generasi setelahnya,” tulis Androw Dzulfikar.

Androw Dzulfikar pernah dititpi sebuah naskah oleh Abdul Hamid Wilis. Naskah itu  berisi catatan-catatan penting tentang perjalanan organisasi Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Trenggalek sejak pertama kali dirintis.

Waktu itu, NU masih berupa embrio, masih terbentuk kepengurusan tingkat Kring (Ranting) di beberapa desa/kelurahan. Tidak lama setelah Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari dan para muasis memaklumkan berdirinya jam’iyyah Nahdlatul Ulama di Surabaya pada 1926.

Androw Dzulfikar memaknai pemberian naskah-naskah olh Abdul Hamid Wilis itu bukan sekadar hadiah. Melainkan amanah agar ia meneruskan upaya Abdul Hamid Wilis menyusun buku tentang sejarah Nahdlatul Ulama dan para masyayikh Trenggalek. Kemudian, buku ‘Sejarah Ringkas NU Trenggalek’ karya Abdul Hamid Wilis ditulis dan diterbitkan ulang pada tahun 2022.

Karya Buku

Almarhum Mbah Hamid Wilis memegang buku Selayang Pandang Sejarah Trenggalek/Foto: Xpro Production (YouTube)
  1. Selayang Pandang Sejarah Trenggalek
  2. Shodanco Supriyadi – Pahlawan Nasional Kelahiran Trenggalek
  3. Sejarah Kelahiran Banser
  4. Aku Jadi Komandan Banser – Membela Pancasila Menumpas G30S/PKI
  5. Sejarah Masjid Agung Baiturrahman Trenggalek
  6. Adipati Minak Sopal dalam Sejarah dan Legenda Trenggalek
  7. Sejarah Gedung NU (MINU) Trenggalek
  8. Riwayat Hidup dan Perjuangan K. Ali Basthomi dan Sejarah Pondok Pesantren Bendoagung Kampak
  9. Buku Silsilah K. Imam Baghowi dan K.H. Abdullah Hafidz (Mbah Jenggot)
  10. Mas Hamid dan NU Cabang Trenggalek
  11. Sejarah RIngkas Masjid Baiturrohim Sidomulyo Sumbergedong Trenggalek
  12. Sejarah NU di Kabupaten Trenggalek
  13. K. Hasan Mukhroji dalam Kenangan
  14. Trenggalek Kota Pertahanan
  15. Sejarah Ringkas NU Trenggalek

Organisasi

Almarhum Mbah Hamid Wilis menceritakan asal usul nama Trenggalek/Foto: Xpro Production (YouTube)
  • IPNU Lirboyo Kediri
  • Ketua GP Ansor Ranting Manggis: 1960
  • Ketua PAC GP Ansor Panggul: 1961
  • Pengurusabang NU Trenggalek: 1962.
  • Pendiri Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU): 1962.
  • Wakil Ketua Pimpinan Cabang GP Ansor Trenggalek: 1962
  • Wakil Sekretaris NU Cabang Trenggalek: 1963
  • Ketua Presidium/Ketua Front Pemuda Kabupaten Trenggalek: 1963 – 1985
  • Terlibat mendirikan Banser di Blitar: 1964
  • Ketua Pimpinan Cabang GP Ansor Trenggalek: 1964 – 1975
  • Ketua Front Pancasila/Penumpasan G30S/PKI Trenggalek: 1965 – 1967
  • Ketua Presidium KAPPI Kabupaten Trenggalek: 1965 – 1967
  • Komandan Banser Cabang Trenggalek: 1965 – 1975
  • Wakil Ketua II DPRD Kabupaten Trenggalek (4 periode): 1967 – 1977
  • Sekretaris NU Cabang Trenggalek: 1971
  • Wakil Ketua Panitia Sejarah Trenggalek: 1974 – 1983
  • Deklarator DPC PPP Trenggalek: 1973
  • Ketua Badan Pekerja DPC PPP Trenggalek: 1973
  • Sekretaris DPC PPP Trenggalek: 1973-1975
  • Ketua sekaligus Wakil Ketua NU Cabang Trenggalek: 1975
  • Ketua DPC PPP Trenggalek: 1975 – 1995
  • Wakil Ketua MPC DPC PPP Trenggalek: 1995
  • Ketua KBIH LS Mabarrot NU Cabang Trenggalek: 2000 – 2004
  • Ketua LS Mabarrot NU/Lajnah Auqof NU Cabang Trenggalek: 2000 – 2005
  • Mustasyar Pengurus Cabang NU Trenggalek 2005 – 2010

Abdul Hamid Wilis adalah tokoh yang sangat berjasa dalam khazanah literasi sejarah di Trenggalek. Masyarakat Trenggalek perlu meneladani kedisiplinan dan ketekunan Mbah Hamid dalam berliterasi (membaca, menulis, diskusi, berpikir kritis).

Masyarakat Trenggalek bisa membaca beberapa buku karya Abdul Hamid Wilis di Perpustakaan Daerah. Sayangnya, buku “Selayang Pandang Sejarah Trenggalek” di Perpustakaan Daerah sedikit, hanya ada 3 buah (eksemplar). Selain itu, diskusi tentang kesejarahan Trenggalek juga minim.

Almarhum Mbah Hamid Wilis berpesan, buku “Selayang Pandang Sejarah Trenggalek” belum sempurna. Terlebih lagi apabila ada data dan fakta baru yang ditemukan. Maka setidaknya, buku ini dapat menjadi buku referensi apabila ada yang ingin menulis buku Sejarah Trenggalek lebih luas lagi dengan mengambil sudut pandang yang berbeda. Buku ini juga bisa dijadikan salah satu kajian tentang Trenggalek, dan masih dapat disempurnakan lagi di masa yang akan datang.

“Buku bacaan putra-putri kita agar mengenal daerahnya serta mengenal para leluhurnya [nenek moyangnya], serta bisa menghargai jasa para pahlawan, dengan harapan bisa membangkitkan semangat generasi penerus dalam segala hal untuk menjadikan Trenggalek menjadi sebuah Kabupaten yang maju dan beradab,” pesan Almarhum Mbah Hamid Wilis.

Terima kasih sudah membaca artikel di Kabar Trenggalek. Semoga ulasan tentang biografi Abdul Hamid Wilis ini bermanfaat untuk Anda semua.

Catatan Redaksi:

Biografi Abdul Hamid Wilis ini akan terus diperbarui jika ditemukan koreksi maupun data tambahan lainnya. Pembaca juga bisa mengirim kritik dan saran terkait tulisan ini.

Kopi Jimat

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai dengan *