Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Sejarah Trenggalek yang Harus Kamu Ketahui, dari Terpecah-Pecah Hingga Bersatu Kembali

Kabar Trenggalek - Pertanyaan 'Trenggalek itu di mana?' sudah terlalu sering didengarkan oleh Anda warga Trenggalek, ketika bertemu dengan orang asing atau berada di luar kota. Kalau dipikir-pikir lagi, sejarah Trenggalek bisa menjadi penyebab pertanyaan itu muncul.

Dalam catatan sejarahnya, kecamatan yang ada di Trenggalek (14 kecamatan saat ini) sering terpecah-pecah mengikuti pemerintahan kerajaan lain, seperti Yogyakarta dan Surakarta. Trenggalek baru menemukan bentuknya yang saat ini, baru pada tahun 1950.

Nah, jika Anda warga Trenggalek yang mendapat pertanyaan 'Trenggalek itu di mana?' Mulai sekarang, Anda bisa menjawab dengan menceritakan sejarah Trenggalek. Setidaknya, Anda bisa menceritakan Trenggalek dari dua narasi sejarah. Pertama sejarah purba Trenggalek, dan kedua sejarah pemerintahan Trenggalek.

Sejarah Trenggalek: Jaman Purba dan Prasasti

Dilansir dari situs resmi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Trenggalek, trenggalekkab.go.id, disebutkan kawasan Trenggalek telah dihuni selama ribuan tahun, sejak jaman pra-sejarah. Hal itu dibuktikan dengan ditemukannya artifak jaman batu besar seperti Menhir, Mortar, Batu Saji, Batu Dakon, Palinggih Batu, Lumpang Batu dan lain-lain yang tersebar di daerah-daerah yang terpisah.

Berdasarkan data tersebut, diketahui jejak nenek moyang yang tersebar dari Pacitan menuju ke Wajak Tulungagung dengan jalur-jalur sebagai berikut:
  • Dari Pacitan menuju Wajak melalui Panggul, Dongko, Pule, Karangan dan menyusuri sungai Ngasinan menuju Wajak Tulungagung;
  • Dari Pacitan menuju Wajak melalui Ngerdani, Kampak, Gandusari dan menuju Wajak Tulungagung;
  • Dari Pacitan menuju Wajak dengan menyusuri Pantai Selatan Panggul, Munjungan, Prigi dan akhirnya menuju ke Wajak Tulungagung.

Menurut HR Van Keerkeren, Homo Wajakensis (manusia purba wajak) hidup pada masa plestosinatas, sedangkan peninggalan-peninggalan manusia purba Pacitan berkisar antara 8.000 hingga 23.000 tahun yang lalu. Sehingga, Tim Sejarah Trenggalek menyimpulkan bahwa manusia menghuni Kabupaten Trenggalek pada jaman itu.

Walaupun banyak ditemukan peninggalan manusia purba, untuk menentukan kapan Kabupaten Trenggalek terbentuk belum cukup kuat karena artifak-artifak tersebut tidak ditemukan tulisan.

Baru setelah ditemukannya Prasasti Kamsyaka atau Prasasti Kampak tahun 929 M, dapat diketahui bahwa Trenggalek pada masa itu sudah memiliki daerah-daerah yang mendapat hak otonomi/swatantra, di antaranya Perdikan Kampak berbatasan dengan Samudra Indonesia di sebelah Selatan yang pada waktu itu wilayahnya meliputi Panggul, Munjungan dan Prigi.

Disamping itu, disinggung pula daerah Dawuhan di mana saat ini daerah Dawuhan tersebut juga termasuk wilayah Kabupaten Trenggalek. Pada jaman itu tulisan juga sudah mulai dikenal.

Kemudian, ditemukan Prasasti Kamulan yang dibuat oleh Raja Sri Sarweswara Triwi-kramataranindita Srengga Lancana Dikwijayatunggadewa atau lebih dikenal dengan sebutan Kertajaya (Raja Kediri) yang juga bertuliskan hari, tanggal, bulan, dan tahun pembuatannya. Maka, Panitia Penggali Sejarah menyimpulkan bahwa hari, tanggal, bulan dan tahun pada prasasti tersebut adalah Hari Jadi Kabupaten Trenggalek, yaitu 31 Agustus.

Sejarah Trenggalek: Pemerintahan yang Terpecah

Seperti halnya daerah-daerah lain, Kabupaten Trenggalek juga pernah mengalami perubahan wilayah kerja. Beberapa catatan tentang perubahan tersebut adalah sebagai berikut:

Tahun 1755

Dengan adanya Perjanjian Gianti, Kerajaan Mataram terpecah menjadi dua, yaitu Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Wilayah Kabupaten Trenggalek seperti didalam bentuknya yang sekarang ini, kecuali Panggul dan Munjungan, masuk ke dalam wilayah kekuasaan Bupati Ponorogo yang berada di bawah kekuasaan Kasunanan surakarta. Sedangkan Panggul dan Munjungan masuk wilayah kekuasaan Bupati Pacitan yang berada di bawah kekuasaan Kasultanan Yogyakarta.

Tahun 1812

Dengan berkuasanya Inggris di Pulau Jawa (Periode Raffles 1812-1816) Pacitan (termasuk didalamnya Panggul dan Munjungan) berada di bawah kekuasaan Inggris dan pada tahun 1916 dengan berkuasanya lagi Belanda di Pulau Jawa, Pacitan diserahkan oleh Inggris kepada Belanda termasuk juga Panggul dan Munjungan.

Tahun 1830

Setelah selesainya perang Diponegoro, wilayah Kabupaten Trenggalek, tidak termasuk Panggul dan Munjungan, yang semula berada dalam wilayah kekuasaan Bupati ponorogo dan Kasunanan Surakarta masuk di bawah kekuasaan Belanda.

Pada jaman itulah, Kabupaten Trenggalek termasuk Panggul dan Munjungan memperoleh bentuknya yang nyata sebagai wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten versi Pemerintah Hindia Belanda.

Tahun 1932

Pemerintah Hindia Belanda sempat menghapus wilayah Trenggalek. Alasan atau pertimbangan dihapuskannya Kabupaten Trenggalek dari administrasi Pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu secara pasti tidak dapat diketahui. Diperkirakan, secara ekonomi Trenggalek tidak menguntungkan bagi kepentingan pemerintah kolonial Belanda.

Wilayah Trenggalek dipecah menjadi dua bagian, yakni wilayah kerja Pembantu Bupati di Panggul masuk Kabupaten Pacitan dan selebihnya wilayah pembantu Bupati Trenggalek, sedangkan Karangan dan Kampak masuk wilayah Kabupaten Tulungagung sampai dengan pertengahan tahun 1950.

Tahun 1950

Dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950, Trenggalek menemukan bentuknya kembali sebagai suatu daerah Kabupaten di dalam Tata Administrasi Pemerintah Republik Indonesia.

Saat yang bersejarah itu tepatnya jatuh pada seorang Pimpinan Pemerintahan (acting Bupati) dan seterusnya berlangsung hingga sekarang. Seorang Bupati pada masa Pemerintahan Hindia Belanda yang terkenal sangat berwibawa dan arif bijaksana adalah Mangoen Negoro II yang terkenal dengan sebutan Kanjeng Jimat.

Makam Kanjeng Jimat terletak di Desa Ngulankulon Kecamatan Pogalan. Dan untuk menghormati Beliau, nama "KANJENG JIMAT" diabadikan sebagai salah satu jalan di Kabupaten Trenggalek.