Trenggalek yang terkenal dengan keindahan alam, perlu dimaknai melalui ciri khas masyarakatnya. Ciri khas masyarakat Trenggalek bisa dipahami salah satunya melalui sejarah penciptaan semboyan dan lambang Kabupaten Trenggalek.
Berdasarkan keterangan Abdul Hamid Wilis dalam buku 'Selayang Pandang Sejarah Trenggalek', semboyan dan lambang Kabupaten Trenggalek diciptakan pada tahun 1963 pada zaman Bupati Trenggalek, Soetomo Boedikoentjahyo (1960 - 1965).
Daftar Isi [Show]
Sejarah Semboyan dan Lambang Trenggalek
Pada 1963, Menteri Dalam Negeri memberi instruksi kepada setiap daerah swatantra (Otonomi Tingkat I Provinsi dan Tingkat II Kabupaten dan Kota Madya), mempunyai lambang daerah dengan mencantumkan bunyi semboyan daerahnya. Lambang daerah itu harus disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat.
Atas dasar instruksi Menteri Dalam Negeri, Bupati Soetomo Boedikoentjahyo dengan persetujuan DPRD, membentuk Panitia Lambang Daerah Trenggalek. Rapat panitia itu memutuskan 1) Mengadakan sayembara tentang bunyi semboyan dengan beberapa persyaratan; 2) Setelah bunyi semboyan dapat diputuskan, kemudian diadakan sayembara tentang bentuk lambang daerah.
Sayembara bunyi semboyan diikuti oleh organisasi kesenian dan kebudayaan di Kabupaten Trenggalek. Organisasi itu di antaranya adalah Lembaga Kebudayaan Nasional (LKN) dari Partai Nasional Indonesia (PNI), Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) dari Partai Komunis Indonesia (PKI), serta Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi) dari Nahdlatul Ulama (NU).
Organisasi yang memenangkan sayembara bunyi semboyan Trenggalek adalah Lesbumi. Bunyi semboyan yang menang yaitu 'Jwalita Praja Karana'
Menurut Abdul Hamid Wilis dalam buku 'Sejarah Ringkas NU Trenggalek', Lesbumi mengusulkan semboyan 'Jwalita Praja Karana' yang memiliki arti 'Cemerlang Karena Rakyat'. Dari berbagai semboyan yang diusulkan oleh organisasi kesenian dan kebudayaan, pemenangnya adalah usulan dari Lesbumi.
Abdul Hamid Wilis mengungkapkan, semboyan 'Jwalita Praja Karana' digagas oleh Suprapto, Guru Bahasa Jawa Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Negeri Trenggalek. Gagasan Suprapto ditandatangani Kamidjan (Ketua Lesbumi) dan Abdul Hamid Wilis (Sekretaris Lesbumi).
Abdul Hamid Wilis menyampaikan, dalam rapat internal Lesbumi, semboyan 'Jwalita Praja Karana' berasal dari buku karangan seorang pujangga Jawa pada masa Surakarta - Yogyakarta. Tapi Abdul Hamid Wilis lupa nama pujangga serta bukunya. Sedangkan pengusul, Suprapto, sudah pindah dari Trenggalek. Alamatnya tidak diketahui, sehingga sulit untuk dimintai keterangan.
Sebenarnya, Nama Suprapto sebagai pengusul tidak dimunculkan dalam catatan kesimpulan pengesahan semboyan Trenggalek. Abdul Hamid Wilis menyebutkan, alasan nama Suprapto tidak dimunculkan karena semboyan 'Jwalita Praja Karana' diajukan atas nama organisasi, yaitu Lesbumi. Bahkan Abdul Hamid Wilis menyatakan, apabila ada yang tahu nama pengusulnya, adalah bocoran dan tidak resmi.
Setelah semboyan 'Jwalita Praja Karana' disahkan oleh DPRD, panitia membuat sayembara bentuk lambang Trenggalek. Syaratnya, ada bunyi semboyan 'Jwalita Praja Karana' di dalam lambang Trenggalek.
Sayangnya, setelah beberapa usulan masuk dan diperiksa panitia sayembara lambang Trenggalek, tidak ada satupun yang memenuhi persyaratan untuk menjadi pemenang. Sehingga, panitia sayembara membentuk panitia kecil (panitia perumus) untuk membuat lambang Trenggalek dengan memperhatikan seluruh usulan yang masuk.
Setelah panitia kecil bermusyawarah, terwujudlah kesepakatan bentuk lambang Trenggalek lengkap dengan penjelasannya. Abdul Hamid Wilis mencatat, lambang Trenggalek hasil panitia kecil, diciptakan oleh Panitia Lambang Daerah, bukan dari salah satu peserta sayembara.
Panitia kecil mengajukan lambang Trenggalek ke Bupati Soetomo Boedikoentjahyo. Bupati setuju dan meneruskan pengajuan itu ke DPRD Trenggalek.
Kemudian, DPRD mengadakan sidang pleno dan mengesahkan lambang Trenggalek. Pada 1965, meletus pemberontakan Gerakan 30 September (G30S). Lalu, DPRD mengubah penjelasan lambang Trenggalek. Sayangnya, Abdul Hamid Wilis tidak menyebutkan secara spesifik perubahan penjelasan itu dalam bukunya.
Makna Lambang Trenggalek
1. Sudut Lima Perisai
Mengingatkan kita pada kelima unsur-unsur yang tercantum pada Pancasila. Maksudnya rakyat Trenggalek menerima Pancasila sebagai Dasar Negara.
2. Warna Dasar Hijau
Berarti ketenteraman, maksudnya rakyat Trenggalek seperti yang dilambangkan ialah berada dalam ketenteraman.
3. Selendang Warna Dasar Merah, Berhuruf Putih
Mengingatkan kita kepada Sang Dwiwarna ialah keberanian yang berdasarkan kepada kesucian untuk mencapai apa yang termaksud dalam semboyan lambang Jwalita Praja Karana (ialah cemerlang karena rakyat).
4. Padi dan Kapas
Yang berarti lambang kemakmuran sandang dan pangan maksudnya rakyat Trenggalek bercita-cita untuk tidak kurang sandang pangan.
5. Lingkaran (di tengah)
Lingkaran artinya Kebulatan. Di dalam lingkaran ada:
- Warna Merah: artinya berani
- Rantai: artinya persatuan
- Warna Putih: artinya Suci
- Rantai dan Lingkaran: maksudnya rakyat Trenggalek cinta kepada persatuan yang bulat/utuh.
- Warna Merah dan Putih: menunjukkan sifat rakyat Trenggalek yang berani karena benar.
- Warna kuning: berati Kebesaran/Keagungan Tuhan.
- Gunung: menunjukkan Trenggalek dikelilingi gunung dan bukit. Masyarakat Trenggalek juga banyak yang bertahan hidup di gunung dan bukit, dengan tetap melestarikan alam. Dalam sejarahnya, keberadaan gunung dan bukit juga membuat Trenggalek sebagai tempat yang strategis untuk pelarian maupun konsolidasi menyusun kekuatan perang.
- Laut: menunjukkan Trenggalek berada di pesisir selatan Jawa. Masyarakat Trenggalek memiliki sejarah dan kebudayaan yang kuat terhadap laut. Ada upacara adat labuh laut karena laut menjadi sumber penghidupan masyarakat Trenggalek.
- Gunung dan Laut: mewakili seluruh keanekaragaman alam di Trenggalek yang terus dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat supaya tidak terjadi bencana dan kerusakan alam.
6. Padi 17 Butir, Kapas 8 Buah Rantai 45 Buah
Mengingatkan kepada hari lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia 17 Agustus 1945.
7. Kantil Tegak
Artinya Bangunan. Di dalam kantil tegak ada:
- Warna Hitam: artinya kokoh/kuat
- Warna Putih: artinya cinta
- Tonjolan tiga: adalah trilogi artinya rakyat Trenggalek tetap berpegang teguh kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
- Bintang: Ialah lambang Ketuhanan Yang Maha Esa. Maksudnya rakyat Trenggalek mempunyai kepercayaan kuat kepada Agama yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Terima kasih sudah membaca artikel di Kabar Trenggalek. Semoga ulasan tentang 'Sejarah Penciptaan Semboyan dan Lambang Kabupaten Trenggalek' ini bisa bermanfaat untuk Anda semua.