Daftar Isi [Show]
40 Years of Silence: An Indonesian Tragedy
Dari kiri: Sumini, Budi, Mudakir, keluarga korban tragedi 1965, dalam film 40 Years of Silence An Indonesian Tragedy/Foto: Youtube[/caption]Film dokumenter ini memotret dampak pada beberapa orang akibat pembantaian di tahun 1965. Pengambilan filmnya dilakukan selama 4 tahun dalam rentang waktu 2002-2006 di wilayah Jawa dan Bali. Film dokumenter ini mengambil perspektif korban dalam sejarah pembantaian yang diperkirakan menelan 500.000 hingga jutaan nyawa ini.Film ini merupakan arahan seorang antropologis, Robert Lemelson. Durasi film ini 1 jam 26 menit. Link film: https://www.youtube.com/watch?v=cn8m_2JJcPE&t=5sBaca juga: Peringati Hari Kesaktian Pancasila, Trenggalek Bakal Kibarkan Bendera Setengah TiangJagal - The Act of Killing
Poster film Jagal/Foto: Wikipedia[/caption]Film dokumenter ini menuntun kita untuk menemui orang-orang yang menjadi “jagal” bangsanya dan bagaimana mereka melakukan pembunuhan tersebut. Film ini memotret sejarah bahwa penumpasan Partai Komunis Indonesia (PKI) di tanah air adalah bentuk tindakan kepahlawanan yang diamini oleh masyarakat.Film ini disutradarai oleh Joshua Oppenheimer, sutradara yang tinggal di Copenhagen, Denmark. Durasi film ini yaitu 2 jam 39 menit. Link film: https://www.youtube.com/watch?v=3tILiqotj7YSENYAP - The Look of Silence
Poster film SENYAP/Foto: Youtube[/caption]Film dokumenter ini menjadi berbeda dari film sebelumnya, yaitu Jagal. Jika di film Jagal, sutradara Joshua Oppenheimer mengambil kacamata pembunuh, maka kini Joshua menuntun kita memahami sudut pandang para korban.Film ini disutradarai oleh Joshua Oppenheimer, sutradara yang tinggal di Copenhagen, Denmark. Durasi film ini yaitu 1 jam 39 menit. Link film: https://www.youtube.com/watch?v=RcvH2hvvGh4Shadow Play
Poster film Shadow Play/Foto: Ariel Heryanto (twitter)[/caption]Film dokumenter ini cukup komprehensif memotret sejarah, situasi dan kondisi 1965. Selain politik internal negara Indonesia, film ini juga merekam secara objektif pengaruh dari situasi global kala itu.Film ini merupakan arahan Chris Hilton dan dibantu oleh Linda Hunt serta Pramoedya Ananta Toer. Durasi film ini yaitu 1 jam 20 menit. Link film: https://www.youtube.com/watch?v=esC1fiPl4X8&t=3sBaca juga: Peringati Gugurnya Pahlawan, Trenggalek Kibarkan Bendera Setengah TiangDenoting the Generation: Youth Perspective and ‘65’ Tragedy
Denoting the Generation Youth Perspective and ‘65’ Tragedy/Foto: Youtube[/caption]Film ini menceritakan bagaimana generasi muda Indonesia saat ini menghadapi sejarah dan memori tragedi pembantaian 1965. Generasi muda mencoba mengungkap berbagai 'fakta' yang terbentang dari ingatan individu dan kolektif, yang menunjukkan dua kecenderungan. Pertama, keluarga sebagai titik awal rekonsiliasi. Kedua, sastra dan cerita lisan sebagai pendekatan non-kekerasan untuk melawan propaganda yang digerakkan oleh negara dari tragedi 1965.Film ini merupakan karya Mega Nur dari Studio Malya, Indonesia. Durasi film ini 15 menit. Link film: https://www.youtube.com/watch?v=GNHUT3At0LoDemikian beberapa alternatif film-film tentang sejarah G30S dan Tragedi Pembantaian 1965 bisa ditonton di Youtube. Gloria mengatakan, generasi muda melakukan upaya berbeda dari generasi sebelumnya yang lebih memfokuskan pada penerbitan tulisan. Generasi muda ini memanfaatkan keuntungan dari era teknologi dengan menyuguhkan karya kreativitas mereka di internet.Baca juga:Kanjeng Jimat, Pahlawan Trenggalek Pembela Petani di Zaman Penjajahan BelandaSelain film, ada media lain yang bisa diakses generasi muda Indonesia. Seperti "FIS 65" dengan kartografi interaktif, "1965 Setiap Hari" yang menayangkan wawancara dengan penyintas melalui podcast, "Ingat 65" melalui kumpulan tulisan, Young Scholars 1965 melalui acara diskusi daring, dan "Perpustakaan Online Genosida 1965-66" yang mengumpulkan semua publikasi terkait Tragedi Pembantaian 1965. Ada juga “A Thousand and One Martian Night” karya Tintin Wulia serta festival online “120 Hours in Distance” yang digagas oleh Sirin Farid Stevy dan kawan-kawannya.“Karena sebagian besar generasi baru ini mereka lahir ketika Orde Baru secara sistematis mengubur kekerasan 1965 dengan cara menutup akses terhadap arsip dan dokumen. Adakalanya mereka berupaya melakukan pengumpulan data melalui ingatan lisan,” jelas Gloria.“Dengan kata lain, ruang virtual dapat mengajak kita untuk berhadapan dengan sebuah peristiwa yang terjadi pada masa lalu. Dalam kaitannya dengan sejarah Peristiwa 1965, ruang virtual lalu menjadi bentuk dari praktik memori, bukan lagi sekadar medium,” terangnya.Kawan Pembaca, Terimakasih telah membaca berita kami. Dukung Kabar Trenggalek agar tetap independen.
Kabar Trenggalek - Feature















