Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC / Click X icon to close

Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Login ke KBRTTulis Artikel
ADVERTISEMENT

Satu Arsitek, Sejuta Rencana: Kisah Andi dari Trenggalek yang Mengabdi Lewat Desain

Afrandi Karsanifan, satu-satunya arsitek profesional asal Trenggalek, membangun bukan hanya dengan gambar, tapi juga dengan hati—menggabungkan etika, sosial, dan potensi lokal dalam setiap desainnya.

  • 28 Jul 2025 16:00 WIB
  • Google News

    Poin Penting

    • Satu-satunya Arsitek Bersertifikat di Trenggalek
    • Mengabdi Lewat Desain Sosial
    • Mendorong Pemanfaatan Material Lokal

    KBRT - Di tengah deru pembangunan yang pesat di kota-kota besar, keberadaan seorang arsitek kerap dianggap hal lumrah—bahkan esensial. Gedung pencakar langit, kompleks perumahan elite, hingga hunian minimalis tak luput dari tangan-tangan profesional yang merancang segalanya secara cermat dan estetik.

    Namun di Trenggalek, sebuah kabupaten yang tenang di pesisir selatan Jawa Timur, cerita itu berjalan berbeda. Di Bumi Menak Sopal, hanya ada satu arsitek profesional tersertifikasi: Afrandi Karsanifan, atau akrab disapa Andi.

    Bertumbuh dengan Mimpi dan Inspirasi

    Lahir dan besar di Desa Sumberingin, Kecamatan Karangan, Andi sudah menuliskan mimpinya sejak kecil. Di setiap buku sekolah dasar, ia menambahkan gelar “Ir.” di belakang namanya—terinspirasi dari sosok Presiden Soekarno dan BJ Habibie. Saat teman-temannya menulis cita-cita sebagai dokter atau pilot, Andi kukuh ingin menjadi seorang insinyur.

    “Di rumah ada foto BJ Habibie, itu yang membuat saya kecil dulu suka nulis ‘Ir.’ di buku-buku. Saya juga kagum dengan Presiden Soekarno yang ternyata juga seorang insinyur,” kenangnya.

    Keinginan itu ia bawa hingga bangku kuliah. Ia memilih jurusan Arsitektur di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, sembari menempuh pendidikan pesantren di Pondok Anwarul Huda. Dua dunia ia jalani sekaligus—arsitektur dan pesantren. Dua-duanya membentuk pandangan dan prinsip hidupnya.

    “Di pondok saya belajar banyak nilai Islam yang ternyata relevan dalam arsitektur, misalnya soal arah kiblat, tata ruang Islami, sampai adab seperti tidak membuang tampias ke rumah tetangga,” terang Andi.

    Arsitek dengan STRA, Tapi Tak Pernah Hitung-Hitungan

    Andi baru resmi menyandang gelar Arsitek Profesional (Ar.) awal tahun 2025 setelah menuntaskan proses Ekuivalensi Pendidikan Arsitektur dan Rekognisi Magang. Ia kini memegang Surat Tanda Registrasi Arsitek (STRA)—syarat penting bagi arsitek untuk menjalankan praktik secara legal dan profesional.

    Tapi gelar itu tak membuat Andi lupa pada akar sosialnya. Di tengah minimnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya arsitek, ia justru memilih jalur “pengabdian”. Banyak proyek sosial ia kerjakan secara gratis.

    “Saya pernah bantu desain masjid, rumah tahfidz, pondok pesantren, dan sekolah tanpa dibayar. Itu bagian dari dedikasi sosial saya, juga sebagai bentuk pengamalan kode etik arsitek,” ujar pendiri Hade Arsitek Studio itu.

    Baginya, menjadi arsitek bukan sekadar menggambar bangunan—tapi juga merancang harapan, membantu orang membangun impian dengan tepat, hemat, dan berestetika.

    “Pakai Arsitek Itu Justru Lebih Hemat”
    Andi mengakui, salah satu tantangan terberat adalah mengubah persepsi masyarakat Trenggalek tentang profesi arsitek. Banyak yang masih menganggap memakai jasa arsitek justru membuat biaya membengkak.

    “Padahal justru sebaliknya. Dengan arsitek, kita bisa tahu anggaran sejak awal, tahu mana material yang murah dan tepat. Bahkan bisa menghindari revisi saat pembangunan yang seringkali lebih mahal dari rencana awal,” jelasnya.

    Pengalaman membuktikan, perencanaan yang matang bisa menekan biaya dan waktu. Ia pernah menangani proyek rumah di Pacitan senilai Rp500 juta yang memadukan eksplorasi material unik, dari baja ekspos hingga penutup atap Alderon yang kala itu masih jarang dipakai.

    “Kliennya waktu itu suka seni, bahkan sampai nyari bahan dari Yogyakarta. Saya senang karena meski bukan orang kota besar, tapi melek material dan peduli pada desain,” kenangnya.

    Potensi Lokal, Solusi Arsitektur Trenggalek

    Sebagai putra daerah, Andi percaya bahwa Trenggalek memiliki potensi besar dalam bidang konstruksi dan arsitektur—mulai dari industri genteng, batu bata, hingga batu kali. Semua itu bisa dioptimalkan dalam pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan sekaligus ramah dompet.

    “Trenggalek cocoknya memang bangunan sederhana, tapi bukan berarti asal-asalan. Dengan desain tepat dan material lokal, rumah bisa tetap bagus, nyaman, dan berkontribusi pada ekonomi lokal,” kata lulusan SMPN 1 dan SMAN 2 Trenggalek ini.

    Andi bermimpi suatu saat Trenggalek punya komunitas arsitek profesional lokal yang terlibat langsung dalam pembangunan kota, mulai dari perencanaan tata ruang, pengembangan wisata, hingga solusi desain untuk problem sosial.

    “Mimpi saya, banyak arsitek dari Trenggalek yang lahir, lalu berkarya di sini. Kita bisa bangun Trenggalek sama-sama dari sisi desain dan perencanaan. Karena semua kota maju itu diawali dari rencana,” pungkasnya.

    Kabar Trenggalek - Feature

    Editor:Lek Zuhri