Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC / Click X icon to close

Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Login ke KBRTTulis Artikel

Perempuan Jadi Tulang Punggung Musim Tanam Padi di Trenggalek

Musim tanam padi di Trenggalek tak lepas dari peran perempuan desa. Mereka dominan sebagai buruh tanam meski jumlahnya kini makin berkurang.

  • 03 Oct 2025 18:00 WIB
  • Google News

    Poin Penting

    • Perempuan dominan dalam menanam padi di Trenggalek.
    • Buruh tanam dapat Rp100 ribu per setengah hari.
    • Jumlah buruh tanam perempuan semakin berkurang.

    KBRT – Perempuan desa di Kabupaten Trenggalek masih memegang peran utama dalam musim tanam padi. Jika laki-laki identik dengan pekerjaan membajak atau mencangkul, maka kaum perempuan justru mendominasi proses menanam bibit padi di sawah.

    “Kebanyakan dari dulu yang tanam memang wanita, kan yang melahirkan itu ibu. Kalau menanam bisa lebih bagus,” ujar Muriti (55), petani asal Desa Sukorame, Kecamatan Gandusari.

    Sambil menancapkan bibit padi di sawah berlumpur, Muriti menceritakan pengalamannya yang sudah puluhan tahun menjadi buruh tanam. Sejak muda, ia kerap menggarap sawah di berbagai desa, bahkan hingga luar Kecamatan Gandusari.

    “Kalau dulu waktu masih muda saya keliling cari sawah butuh buruh tanam. Sampai Kecamatan Besuki Tulungagung saya sudah pernah pakai sepeda onthel,” tuturnya.

    Kini, Muriti lebih banyak membantu di sawah milik tetangga atau kerabat dekat. Untuk upah, ia menyebutkan buruh tanam mendapatkan bayaran hingga Rp100.000 per setengah hari.

    ADVERTISEMENT
    Migunani

    Meski mayoritas dikerjakan perempuan, Muriti mengakui ada pula laki-laki yang ikut menanam padi.

    “Ya, ada laki-laki yang bisanya justru tanam. Padahal biasanya itu tugasnya mencabuti bibit padi (ndaut),” imbuhnya.

    Menurut Muriti, pekerjaan menanam bibit lebih ringan dibandingkan mencabuti bibit di tempat pembenihan. Karena itu, kaum perempuan biasanya ditugaskan untuk menanam. Meski demikian, ada juga perempuan yang mampu mencangkul atau ndaut, meski jumlahnya sedikit.

    Namun, ia mengungkapkan jumlah buruh tanam perempuan saat ini semakin berkurang. Banyak dari generasi muda, termasuk anaknya sendiri, enggan turun ke sawah.

    “Sekarang yang jadi buruh tanam seperti mau habis. Anak-anak muda, bahkan putri saya sendiri juga jarang mau ke sawah,” katanya.

    Kawan Pembaca, Terimakasih telah membaca berita kami. Dukung Kabar Trenggalek agar tetap independen.

    Kabar Trenggalek - Sosial

    Editor:Zamz