Kabar Trenggalek - Uang Crypto yang lagi marak digunakan sebagai alat jual beli dan investasi di Indonesia, menuai konflik di kalangan agama, Jumat (21/01/2022).
Penggunaan uang crypto tersebut menjadi perhatian khusus dari Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.
Kedua Organisasi Islam tersebut sepakat mengharamkan uang crypto, baik dalam investasi maupun sebagai alat tukar.Dilansir dari muhammadiyah.or.id, soal haramnya uang crypto disampaikan fatwa tarjih seperti terdapat di Majalah Suara Muhammadiyah edisi 01 tahun 2022.
"Menetapkan bahwa mata uang crypto hukumnya haram, baik sebagai alat investasi maupun sebagai alat tukar," isi dalam Majalah Suara Muhammadiyah.
Baca juga: Menelusuri Masalah Pendataan Warga Penerima Bansos Covid-19 di Trenggalek
Setidaknya ada dua pertimbangan Majelis Tarjih Muhammadiyah menyatakan haram untuk uang crypto, seperti bitcoin dan jenis lainnya.
Berikut ini pertimbangan Muhammadiyah Haramkan Uang Crypto:
1. Crypto sebagai alat investasi memiliki banyak kekurangan jika ditinjau dari syariat Islam.
"Seperti adanya sifat spekulatif yang sangat kentara. Nilai Bitcoin ini sangat fluktuatif dengan kenaikan atau keturunan yang tidak wajar. Selain sifatnya yang spekulatif menggunakan Bitcoin juga mengandung gharar [ketidakjelasan]," ujar PP Muhammadiyah menyampaikan pertimbangan.
Baca juga: Tarif Listrik Non Subsidi Bakal Naik, Ini Keterangan Resminya
Menurut PP Muhammadiyah, bitcoin hanyalah angka-angka tanpa adanya underlying-asset atau aset yang menjamin bitcoin. Baik itu seperti emas dan barang berharga lain.
Sifat spekulatif dan gharar ini diharamkan oleh syariat, sebagaimana firman Allah dan hadis Nabi Muhammad SAW, serta tidak memenuhi nilai dan tolok ukur etika bisnis menurut Muhammadiyah. Khususnya dua poin, yaitu: tidak boleh ada gharar (HR. Muslim) dan tidak boleh ada maisir (QS. Al Maidah: 90).
2. Crypto sebagai alat tukar sebenarnya mata uang crypto ini hukum asalnya adalah boleh, sebagaimana kaidah fikih dalam ber-muamalah.
Penggunaan mata uang crypto sebenarnya mirip dengan skema barter, selama kedua belah pihak sama-sama ridha (mengijinkan), tidak merugikan dan melanggar aturan yang berlaku.
Baca juga: Masuk PPKM Level 1, Kabupaten Trenggalek Masih Gelap
Akan tetapi, jika menggunakan dalil sadd adz dzariah (mencegah keburukan), maka penggunaan uang crypto ini menjadi bermasalah.
Bagi Majelis Tarjih Muhammadiyah, standar mata uang yang dijadikan sebagai alat tukar seharusnya memenuhi dua syarat.
Pertama, diterima masyarakat dan disahkan negara yang dalam hal ini diwakili oleh otoritas resminya seperti bank sentral.
Kedua, penggunaan bitcoin sebagai alat tukar sendiri bukan hanya belum disahkan negara kita, juga tidak memiliki otoritas resmi yang bertanggung jawab atasnya.
Baca juga: Harga Minyak Dipukul Rata Jadi Rp. 14.000 Per Liter
Sementara itu, Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail NU (LBMNU) Jawa Timur, KH Muhammad Anas, mengungkapkan hasil sidang bahtsul masail Pengurus Wilayah NU (PWNU) Jawa Timur, tetap memutuskan cryptocurrency haram, pada tahun 2021 lalu.
"Dalam sidang bahtsul masail, cryptocurrency dikaji dengan sudut pandang sil’ah atau mabi’ dalam hukum Islam atau fikih. Sil’ah secara bahasa sama dengan mabi’, yaitu barang atau komoditas yang bisa diakadi dengan akad jual beli. Karena itu, barang atau komoditas dimaksud bisa diniagakan," tuturnya di Kantor PWNU Jawa Timur.
Anas menjelaskan, dalam kitab Mu’jam Lughati al-Fuqaha, Juz 2, Halaman 401: al-mabi’: as-sil’atu allatii jaraa ‘alaihaa ‘aqdu al-bai’i, mabi’ adalah komoditas yang bisa menerima berlakunya akad jual beli.
"Ada tujuh syarat barang atau komoditas boleh diperjualbelikan," kata Anas.
Baca juga: Cara Mendapatkan Bansos Rp. 600 Ribu dari Jokowi
Tujuh Syarat tersebut sebagai berikut:
- Barang tersebut harus suci.
- Bisa dimanfaatkan oleh pembeli secara syara’ dengan pemanfaatan yang sebanding dengan status hartawi-nya secara adat.
- Barang tersebut bisa diserahterimakan secara hissy dan syar’i.
- Pihak yang berakad menguasai pelaksanaan akadnya.
- Mengetahui baik secara fisik dengan jalan melihat atau secara karakteristik dari barang.
- Selamat dari akad riba.
- Aman dari kerusakan sampai barang tersebut sampai di tangan pembelinya. Artinya, Sil’ah wajib terdiri dari barang yang bisa dijamin penunaiannya.
“Di cryptocurrency itu tidak ada,” tegas Anas.
Sementara itu, Katib Syuriah PWNU Jatim KH Syafruddin Syarif juga mengamini hasil sidang bahtsul masail bahwa cryptocurrency haram.