Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Nama Trenggalek Hampir Diubah Jadi Trenggalih pada Tahun 1970, Sudah Tahu?

Kabupaten Trenggalek memiliki catatan sejarah yang unik. Sejak 1755, wilayah Trenggalek pernah terpecah-pecah hingga bersatu kembali. Bahkan, nama Trenggalek hampir diubah jadi Trenggalih pada tahun 1970.

Catatan sejarah upaya pengubahan nama Trenggalek menjadi Trenggalih itu terekam dalam buku 'Selayang Pandang Sejarah Trenggalek' yang ditulis oleh Abdul Hamid Wilis. Hamid Wilis mengungkapkan, sosok yang mengusulkan pengubahan nama Trenggalek itu adalah Bupati Soetran (1968-1975).

Pada tahun 1970, Bupati Soetran mempunyai gagasan untuk mengubah nama Trenggalek menjadi Trenggalih. Alasannya, kata Trenggalek sering diartikan Terang yen Elek (Jelas kalau Jelek). Sedangkan Trenggalih bisa diartikan sebagai Terang ing Galih (Jernih di Hati).

Bupati Soetran menyampaikan gagasan pengubahan nama menjadi Trenggalih itu kepada Ketua DPRD Trenggalek, Abu Sofyan. Awalnya gagasan itu ditolak oleh Abu Sofyan. Kemudian, awal tahun 1973, gagasan pengubahan nama itu diajukan lagi secara informil oleh Bupati Soetran.

Lalu, Pimpinan DPRD Trenggalek, yaitu I.S Soenandar, M. Hardjito, Abu Sofyan, mengadakan musyawarah bersama para ketua fraksi. Para ketua fraksi itu di antaranya P. Soeprapto (Golkar), Abdul Hamid Wilis (PPP), S. Hadisoeparto (PDI), dan Imam Soewadi (ABRI). Hasil musyawarah menyatakan penolakan terhadap gagasan Bupati Soetran.

“Karena Bupati Soetran agaknya ngotot, maka sebagai jalan tengah dibentuklah suatu panitia yang terdiri dari legislatif dan eksekutif dengan nama Panitia Sejarah Trenggalek, dengan tugas yang diperluas yaitu menyusun buku Sejarah Kabupaten Trenggalek, Mencari Hari Jadi Trenggalek, dan Mencari asal-usul kata Trenggalek,” tulis Hamid Wilis.

Salah satu hasil penelitian itu menyebutkan bahwa kata Trenggalek berasal dari “Trenggale”. Kata “Treng” berarti bagian dalam, sedangkan “gale” artinya menolak. Sehingga, Trenggalek berasal dari kata Trenggale, artinya tempat yang jauh atau pedalaman tempat menolak marabahaya. Trenggale juga berarti tempat evakuasi (pengungsian/persembunyian/pelarian/buronan) serta tempat konsolidasi untuk menyusun kekuatan kembali.

Dalam buku “Selayang Pandang Trenggalek”, tercatat beberapa peristiwa bersejarah yang membuktikan Trenggalek sebagai wilayah evakuasi, konsolidasi, dan pertahanan. Peristiwa itu berdasarkan kisah yang tertulis di Prasasti Kampak, Prasasti Kamulan, serta beberapa momen perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Dari kata Trenggale, lama-lama bergeser atau mingset menjadi Trenggalek. Tambahan huruf k pada “Trenggalek” merupakan paragog atau proses penambahan bunyi pada akhir kata dari huruf e dalam “Trenggale”. Mbah Hamid Wilis juga memberi julukan “Trenggalek Kota Pertahanan”.

Pada proses penelitian dalam buku “Selayang Pandang Sejarah Trenggalek” membutuhkan waktu yang sangat lama, sekitar 42 tahun hingga buku itu terbit. Bahkan, saat penelitian itu berlangsung, pada Mei 1975, Bupati Soetran, mendadak pergi dari Trenggalek, karena diangkat menjadi Pj. Gubernur Irian Jaya.

Dari catatan sejarah ini, bisa dibilang, tanpa adanya keinginan Bupati Soetran untuk mengubah nama Trenggalek menjadi Trenggalih, masyarakat maupun Pemerintah Trenggalek tidak akan melakukan penelitian sejarah Trenggalek, serta tidak tahu interpretasi makna nama Trenggalek.

Dalam bagian penutup buku “Selayang Pandang Sejarah Trenggalek” Almarhum Mbah Hamid Wilis menegaskan bahwa nama Trenggalek yang diartikan Terang yen Elek atau Trenggalih dari kata Terang ing Galih, itu adalah kerata basa, menurut Sastra Bahasa Jawa Baru. Dalam Bahasa Jawa Kuno atau Bahasa Jawa Tengahan, tidak dikenal kerata basa yang demikian itu.

“Kesimpulannya nama Trenggalek tidak perlu diubah menjadi Trenggale atau Trenggaluh atau Trenggalih. Jadi, tetap saja seperti sekarang, Trenggalek,” tegas Hamid Wilis.

Meski sudah tercatat dalam sejarah, hingga hari ini beberapa masyarakat masih memaknai nama Trenggalek dengan sebutan Terang ing Galih atau Trenggalih. Bahkan di kalangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Trenggalek, sebutan Trenggalih digunakan dalam pentas seni. Seperti pentas drama tari berjudul “Prasasti Kamulan Tonggak ing Trenggalih” yang ditampilkan di Taman Mini Indah (TMII), Jakarta, 19 November 2022 lalu.

Hal ini ditanggapi oleh Misbahus Surur, pengamat sejarah Trenggalek, sekaligus akademisi Fakultas Humaniora di UIN Maliki Malang. Menurutnya, usulan pengubahan nama Trenggalek menjadi Trenggalih itu didasari oleh perasaan tidak percaya diri atau minder. Hingga hari ini, rasa minder itu juga dialami oleh beberapa kalangan masyarakat, termasuk anak-anak muda Trenggalek.

“Beberapa anak Trenggalek itu ada yang tidak mengakui kalau asalnya Trenggalek. Ngakunya Tulungagung, karena minder dengan nama daerahnya. Pak Soetran pernah menggagas mengubah nama Trenggalek menjadi nama Trenggalih. Atau membuat kata dari makna yang lama, dikreasi maknanya yang mengandung sesuatu yang bagus,” ujarnya.

Akan tetapi, Surur menilai bahwa nama Trenggalek merupakan nama yang bagus. Ia juga bangga menjadi orang yang lahir di Kecamatan Munjungan, Kabupaten Trenggalek.

“Kalau Trenggalek diidentifikasi dengan jelek, elek, lokasinya jauh, itu kan asosiasi orang saja. Misalnya masyarakat Trenggalek pede, rumah saya Trenggalek, nggunung, pede aja. Salahnya itu minder dulu [karena] rumah nggunung dan ndesa,” tandas Surur.