Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Menunggu Punahnya Buluroto, Daerah Paling Ramah di Trenggalek

Opini oleh: Ahmad Najib

Buluroto. Kebanyakan orang pasti berpikir tempat yang jauh dari hiruk pikuk keramaian, jalan yang rusak, dan tempatnya dingin. Siapapun yang mau pergi ke sana pasti akan berpikir ulang jika memang benar-benar tidak ada kepentingan mendesak.

Argumentasi itu tidak salah. Kenyataanya sampai tahun 2023, jalan daerah sepanjang Dusun Suwaru-Buluroto, Desa Ngadimulyo, Kecamatan Kampak, Kabupaten Trenggalek, kondisinya masih rusak dan cenderung hancur. Keluhan dan aspirasi untuk segera diperbaiki sudah berulang kali tanpa hasil yang berarti.

Belum lagi soal infrastruktur, Buluroto juga masuk dalam peta konsesi kawasan tambang emas yang saat ini menjadi pro dan kontra. Pemda Trenggalek melalui Bupati Trenggalek saat ini, Mochamad Nur Arifin, menolak secara tegas rencana tambang dengan alasan terancamnya ruang hidup masyarakat.

Pemerintah mengedepankan upaya pemaksimalan hasil emas hijau dengan meningkatkan produktifitas hasil pertanian di wilayah hutan. Selain mampu meningkatkan ekonomi masyarakat, bencana alam juga mampu dicegah.

Dusun Buluroto baru mendapatkan aliran listrik tahun 2016, tepatnya tanggal 9 September 2016, itu pun harus menunggu proses yang panjang. Wakil Bupati Trenggalek saat itu, Mochamad Nur Arifin, bersama PLN ULP Trenggalek, meresmikan listrik Buluroto. Ada 3 RT di Dusun Buluroto yang mencangkup hampir 300an jiwa penduduk.

Fasilitas umum seperti mushola ada 3 dan masjid 1. Kemudian ada 1 bangunan Sekolah Dasar yang berdiri sekitar tahun 1975an serta merupakan perpindahan dari Dusun Jerambah, yaitu SDN 3 Ngadimulyo. Sekolah ini berdiri di atas tanah kas desa yang dulunya juga menjadi kawah candradimuka calon guru negeri.

Bagi para ASN guru yang pernah di SDN 3 Ngadimulyo, pasti akan menjadi sebuah kenangan tersendiri bagaimana sulitnya jalan menuju sekolah ini. Sekolah yang saat ini masih mempunyai 53 siswa dengan guru sesuai kualifikasi 2 Guru Kelas 1 Guru Mapel (PAI).

Para guru itu setiap hari harus merangkap 2 kelas agar pembelajaran bisa berjalan. Kekurangan tenaga pernah disampaikan beberapa kali, akan tetapi sampai saat ini masih belum terealisasi. Jauhnya tempat tinggal tenaga pendidik yang mengajar saat ini juga menjadi tantangan tersendiri di era mesin finger print (absensi online).

Pemakaian standar waktu yang sama bagi daerah di dataran tinggi dengan dataran rendah, memaksa tenaga pendidik yang mengajar di SDN 3 Ngadimulyo sebisa mungkin untuk berangkat lebih awal. Belum lagi kondisi cuaca ekstrem yang hampir setiap hari terjadi.

Akan tetapi tantangan infrastruktur, tenaga pengajar, serta fasilitas, membuat kreatifitas muncul. Upaya yang saat ini dilakukan dengan menggandeng berbagai pihak yang “welas” terhadap kelangsungan pendidikan anak-anak di Buluroto.

Beberapa waktu yang lalu, mahasiswa KKN STIT Sunan Giri Trenggalek bersama Baznas, melakukan kegiatan bedah rumah bagi salah satu warga Buluroto dan Perkemahan Pramuka di SDN 3 Ngadimulyo.

Belum lagi sekolah alam yang mulai tahun 2023 diinisiasi oleh SDN 3 Ngadimulyo sebagai bagian dari Implementasi Kurikulum Merdeka dalam Tajuk “Sambang Alas, Tilik Sumber & Bebersih” yang dilaksanakan di Bulan Selo bersamaan dengan kegiatan bersih desa.

Kolaborasi dan program-program sekolah itu diupayakan menjadi pendorong agar generasi Buluroto menjadi generasi yang melek pendidikan. Sehingga, upaya pencegahan pernikahan dini dan stunting [kurang gizi] yang selama ini menempel di masyarakat Buluroto akan berhasil.

Cerita soal “Buluroto” tidak akan pernah habis berbagai versi dan dari berbagai sudut. Akan tetapi, dari semua cerita keramahan dan kebaikan masyarakat Buluroto kepada para pendatang tidak bisa dibandingkan.

Keramahan dan kebaikan masyarakat Buluroto sangat dirasakan oleh para pengajar di SDN 3 Ngadimulyo. Tidak ada bahasa “lapar” di Buluroto. Jika mau berbaur dan sambang (baca: silaturrahim) dengan masyarakat di Buluroto, kopi dan kawan-kawannya pasti bisa dinikmati sekenyangnya.

Jadi tidak ada salahnya kami menjuluki Buluroto sebagai wilayah paling ramah se-Trenggalek. Jika persoalan-persoalan tersebut tidak segera direspons secara arif dan bijaksana, mungkin 5-10 tahun lagi tidak ada lagi keriuhan siswa di SDN 3 Ngadimulyo serta keramahan masyarakat Buluroto.

*Ahmad Najib merupakan seorang yang belajar menjadi pendidik dan difasilitasi Negara dengan penempatan terpencil, namun menolak jadi pendidik template.

Catatan Redaksi:

Opini kolumnis ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi kabartrenggalek.com.