KBRT - Maleman adalah tradisi yang biasa digelar oleh sebagian masyarakat Islam Jawa pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Tradisi ini identik dengan doa bersama dan berbagi makanan setelah salat Tarawih. Namun, maksud dan tujuan tradisi Maleman nyatanya lebih dari sekadar berbagi makanan.
Seperti yang diungkapkan Makinudin (74), salah satu takmir Masjid Syuhada Desa Sukorame, yang ditemui sedang mencari rumput untuk pakan ternaknya di waktu setelah Asar.
“Walau dahulu Maleman tidak dicontohkan di zaman Nabi Muhammad, Maleman adalah praktik dari perintah Nabi yang menganjurkan untuk memperbanyak doa atau memohon ampun pada malam Lailatul Qadar,” ujarnya.
Makin mengatakan bahwa malam Lailatul Qadar tidak ada seorang pun yang mengetahui kapan turunnya. Dalam salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, Nabi memerintahkan untuk mencari Lailatul Qadar di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.
"Malam Lailatul Qadar memang sengaja dirahasiakan karena jika sudah diketahui maka akan merusak keadaan manusia. Misalnya, mereka yang telah mengetahui bahwa Lailatul Qadar lebih utama dari seribu bulan akan lebih memilih berdiam diri beribadah di rumah daripada melakukan pekerjaannya,” jelasnya.
Menurutnya, jika Lailatul Qadar tidak dirahasiakan, akan terjadi hal-hal tersebut, dan tentunya akan sangat kacau jika kebanyakan umat Islam bersikap seperti itu. Makin mencontohkan, jika beberapa pedagang pasar melakukan hal tersebut, maka kegiatan ekonomi tentu sudah bermasalah.
"Sedangkan doa yang diajarkan Nabi Muhammad untuk dibaca pada malam Lailatul Qadar adalah Allahumma innaka ‘afuwwun kariimun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni. Doa tersebut diajarkan Nabi ketika ditanyai oleh Aisyah RA tentang doa apa yang harus dibaca saat menjumpai Lailatul Qadar,” tandasnya.
Makin meyakini bahwa inti dari kegiatan Maleman masyarakat Jawa adalah bentuk harapan supaya dapat menjumpai Lailatul Qadar dalam keadaan sedang berbuat baik.
“Lalu, karena Lailatul Qadar dipercaya turun di tanggal yang ganjil, maka Maleman dilakukan setiap tanggal ganjil di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan,” ungkapnya.
Makin menjelaskan bahwa tradisi Maleman berjalan untuk mempermudah umat Islam Jawa, khususnya dalam bersedekah dan menjumpai malam Lailatul Qadar.
“Dengan diadakannya Maleman, diharapkan masyarakat dapat lebih terbiasa melakukan sedekah dan beribadah dalam bulan Ramadhan. Sebab, dalam bulan suci ini, semua perbuatan baik akan mendapat balasan berkali lipat di akhirat kelak,” pungkasnya.
Kabar Trenggalek - Sosial
Editor:Zamz