KBRT - Menjelang bulan Ramadhan, tradisi nyekar atau ziarah kubur menjadi momen yang ramai dilakukan masyarakat di Kabupaten Trenggalek. Pemakaman-pemakaman dipadati peziarah yang datang untuk mendoakan keluarga maupun kerabat yang telah meninggal. Tradisi ini juga membawa berkah bagi pedagang kembang ziarah yang menjajakan dagangannya di sekitar area pemakaman.
Lilik Mutawaliatin (70), seorang pedagang kembang di Pemakaman Dusun Gathak, Desa Ngadisuko, Kecamatan Durenan, mengaku mengalami peningkatan penjualan menjelang Ramadhan.
“Kalau mau puasa itu banyak, satu hari bisa habis 6 kg kembang. Kalau hari biasa ya sedikit, paling ramai kalau hari Jumat itu bisa 2 kg,” ujar Lilik.
Lilik telah berjualan kembang untuk nyekar selama puluhan tahun. Ia menjelaskan bahwa beberapa jenis bunga yang umum digunakan untuk nyekar antara lain mawar, melati, kenanga, dan kamboja. Para pedagang mendapatkan kembang dengan cara berbeda-beda, ada yang menanam sendiri dan ada pula yang membeli dari petani.
“Kalau saya kembangnya itu menanam sendiri di rumah, kira-kira ada 140 pohon dengan berbagai jenis kembang yang saya tanam,” katanya.
Harga bunga untuk nyekar bervariasi tergantung jumlah dan jenisnya. Di lapak Lilik, harga satu porsi kembang dibanderol Rp 5.000.
Secara filosofis, nyekar mengajarkan masyarakat untuk menghormati leluhur dan mempersiapkan diri menghadapi kehidupan setelah mati. Tradisi ini juga menjadi sarana refleksi tentang makna hidup, memperkuat ikatan emosional antar generasi, serta menjaga keseimbangan antara kehidupan duniawi dan spiritual.
Kabar Trenggalek - Ekonomi
Editor:Tri