Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Megengan Show Trenggalek: Pertahankan Nilai Islam dan Jawa Dalam Bingkai Budaya

Budaya megengan biasa dilaksanakan masyarakat desa untuk menandai dalam memasuki bulan suci ramadan. Tapi ada yang berbeda dengan masyarakat Desa Jajar, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Trenggalek.Desa yang berada di ujung Kecamatan Gandusari itu melangsungkan Megengan Show sebagai revitalisasi nilai islam dan jawa dalam bingkai kebudayaan selama puluhan tahun menjelang ramadan."Sebuah inovasi yang sudah lama kami laksanakan. Selain itu juga bentuk melestarikan tradisi ambengan yaitu dengan kirab buceng agung," ucap Imam Mukaryanto Edy, Kepala Desa (Kades) Jajar.Kirab buceng agung memiliki makna filosofis yang kental. Menurut Ime (sapaan akrab Kades Jajar) ambengan dan buceng serta asahan dalam megengan yang terdiri berbagai macam kemudian diarak.[caption id="attachment_32032" align=aligncenter width=1280] Ritual jamasan di Desa Jajar, Kecamatan Gandusari, Trenggalek/Foto: Ansori for Kabar Trenggalek[/caption]Lanjutnya, dalam kirab buceng tersebut ada beberapa pasukan senjata tombak dan keris. Namun, secara filosofis yang sakral bukan tombak dan keris namun, buceng lebih sakral karena memiliki makna simbolik dari leluhur."Selain kirab buceng agung juga ada sholawat salalahuk, yang biasa budaya ini dilantunkan usai sholat tarawih. Syair salalahuk di tanah jawa pernah dilantunkan pala wali, dalam syair itu mengandung beberapa sifat Allah dan Nabi," detail Ime.Selain itu, dalam Megengan Show di Desa Jajar, ada budaya yang sudah lama mengakar, yaitu budaya jamasan yang mana masyarakat mandi atau sesuci di wanatirta atau sumber mata air.Tambah Ime, dalam jamasan itu sebagai bentuk kesadaran masyarakat desa dalam melestarikan ekologis dengan cara kearifan lokal budaya melalui jamasan."Megengan show yang kami lakukan bukan hanya seremonial saja namun ada srawung budaya. Kemudian yang kami lakukan juga menghadirkan nilai filosofis dan historis yang sambung dengan merawat ekologis," ujarnya.