Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Longmarch ECOTON: 10 Galon Limbah Pabrik Kertas dan Micin di Grahadi Surabaya

Massa aksi Ecological Observation and Wetland Conservation (ECOTON) melakukan longmarch dengan membawa 10 galon limbah pabrik kertas dan micin di Grahadi Surabaya. Aksi itu dilakukan bersama mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Untag Surabaya dan Universitas Trunojoyo Madura, Kamis (13/09/2023).

Sejumlah 30 lebih massa longmarch membawa pesan dan tuntutan kepada Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, untuk segera bertindak memulihkan pencemaran Sungai/Kali Brantas. Massa longmarch memakai hazemate putih-putih sambil membawa lebih dari 10 Galon air limbah cair industri berwarna-warni.

“Aksi kali ini kami membawa lebih dari 10 Galon air limbah dari pabrik kertas, pabrik tepung, pabrik gula dan pabrik micin yang setiap hari membuang limbah tanpa diolah ke Kali Surabaya,” ungkap Muhammad Kholid Basyaiban, Divisi Legal dan Advokasi ECOTON.

Koordinator aksi longmarch itu menjelaskan, air limbah akan diserahkan kepada Gubernur Jawa Timur sebagai tanda tidak seriusnya Pemprov Jatim dalam mengendalikan pencemaran di Sungai Brantas.

Selain membawa gallon limbah cair, peserta aksi juga membawa foto-foto outlet limbah cair dan Poster yang bertuliskan “Gubernur Khofifah Gagal Kelola Brantas” serta “Pabrik Kertas Stop Buang Limbah Malam Hari”.

Melalui aksi longmarch, ECOTON meminta kepada Gubernur Jatim untuk memulihkan kualitas air di DAS Brantas, dengan cara melarang industri membuang limbah cair di malam hari. Karena, Pemprov Jatim dinilai tidak mampu awasi buangan limbah pabrik, industri hanya boleh membuang limbah siang hari.

"Menutup industri yang mencemari Sungai Brantas sebagai sanksi administratif dengan mencabut izin operasional perusahaan. Rehabilitasi Ekosistem Sungai Brantas dengan meng-clean up sedimen limbah cair yang dibuang pabrik dan mencemari bantaran dan dasar sungai," terang Kholid.

Kemudian, Pemprov Jatim harus melakukan pengawasan atau penegakan hukum intensif terhadap Industri di DAS Brantas. Seperti pabrik kertas, pabrik micin (Miwon dan Cheil Jedang Ploso Jombang), pabrik tepung. Serta mewajibkan industri di DAS Brantas mempunyai waste water treatment yang baik.

"Mengkoordinasi Bupati/Walikota se DAS Brantas untuk pengawasan ketaatan Industri sepanjang DAS Brantas. Patuh dan melaksanakan putusan banding Pengadilan Tinggi Surabaya atas gugatan ikan mati massal Brantas, dan melaksanakan putusan sesuai dengan tupoksi dan subtansi dalam putusan," tegas Kholid.

Sejak Desember 2022 hingga September 2023, ECOTON telah melakukan survei masyarakat tentang Kinerja Gubernur Jatim Terhadap Pengelolaan Brantas. Ada sejumlah 527 responden yang tersebar di 19 kota/kabupaten se-Jawa Timur.

Mengacu pada survei ECOTON, sejumlah 60 % masyarakat Jawa Timur menyatakan 5 tahun kepemimpinan Gubernur Khofifah Buruk dalam mengelola Brantas. Sejumlah 12% responden menyatakan Kali Brantas Tidak Tercemar, 80% tercemar Berat, dan 35% tidak berani memanfaatkan air kali Brantas.

Aksi protes kegagalan Gubernur Jatim atasi pencemaran dan perusakan Sungai Brantas/Foto: Dokumen ECOTON

Kemudian, 70% responden menyatakan bantaran Kali Brantas tidak terawat karena bangunan liar tak terkontrol, sumber pencemaran yaitu 20% limbah Industri dan 74% sampah plastik. Lalu, sejumlah 57% menyatakan terjadi 1-5 kali ikan mati masal.

Responden tersebut mengatakan, cara efektif mengendalikan pencemaran industri yaitu dengan pengawasan rutin oleh pemerintah, dan memasang CCTV dan alat uji kualitas air secara realtime. Serta melibatkan masyarakat dalam pemantauan. Sedangkan 35% responden menyatakan cara efektif ketika terjadi pencemaran Kali Brantas, yaitu diekpos di media sosial.

"Pemantauan kami, pada bulan Agustus, outlet-outlet industri di DAS Brantas, Kali Porong dan Kali Surabaya menemukan limbah cair dibuang tanpa diolah, keruh, berwarna dan berbau, limbah cair ini setelah diuji melebihi baku mutu” ungkap Kholid.

Kholid mencatat, 30 tahun lebih Industri kertas, penyedap makanan, gula, tepung dan beberapa industri tumbuh subur dan mengantungkan bisnisnya pada Sungai Brantas. Peran pabrik-pabrik itu cukup besar dalam menopang perekonomian Jatim. Ironisnya, pabrik juga menabur racun berbahaya di dalam limbah cair yang mereka alirkan ke Brantas.

"Pagi hari mereka mengelola limbahnya, namun pada malam hari para industri berlomba-lomba mengalirkan racikan limbah beracun perusak eksositem dan biota ke Brantas. Di era Gubernur Khofifah, semakin bebasnya pelaku perusak dan pencemar sungai Brantas hal ini membuktikan bahwa Pemprov Jatim tidak serius dalam pengendalian dan pengelolaan sungai Brantas” ucap Kholid.

Di sisi lain, pernah ada Program Brantas Tuntas dari Gubernur Jatim yang melibatkan 5000 lebih mahasiswa dari 16 PTN se - Jatim. Akan tetapi, program itu tak mampu menyembuhkan Sungai Brantas dari penyakit limbah domestik dan limbah industri. Sejumlah 82 % responden tidak tau dan tidak pernah dilibatkan dalam program Brantas Tuntas. Alasannya, mereka belum pernah mendengar, berpastisipasi maupun terlibat dalam program tersebut.

Sebelumnya, Agustus 2023, tim ECOTON melakukan investigasi lapangan dan pengambilan sample air imbah di outlet buangan industri kertas, penyedap makanan, gula dan home industri di DAS Brantas. Industri kertas PT Tjiwi Kimia, Mekabox Internasional, PT Megasurya Eratama Mekabox International, dan PT Sun Paper mengalirkan limbah pekat, berbau tanpa diolah terlebih dahulu.

Hasil pengujian di Laboratorium ECOTON dengan berpedoman pada Pergub Jatim Nomor 52 Tahun 2014 tentang baku mutu limbah industri, menunjukkan angka TSS pada air limbah industri kertas melebihi baku mutu.

“TSS [total suspendid solid] adalah jumlah padatan yg tidak terlarut dlm air, berupa padatan organik dan anorganik, salah satunya berasal dari limbah padat suatu pabrik. Apabila padatan yg tdk terlarut banyak ATAU TINGGI di sungai atau perairan, menyebabkan perairan keruh akibatkan intensitas cahaya yg masuk ke perairan sangat sedikit," jelas Rafika Apriliantai, Kepala Laboratorium ECOTON.

Rafika menyampaikan, intensitas cahaya yang masuk ke perairan sedikit menyebabkan terganggunya proses fotosintesis dalam air. Misalnya yang dilakukan oleh fitoplankton dan tanaman air lainnya, sehingga oksigen yang diperoleh oleh biota seperti ikan akan semakin turun atau sedikit.

"Ikan tidak mendapatkan oksigen, kemudian menyebabkan ikan pingsan hingga mati. Hal tersebut juga ditandai dengan DO [kadar oksigen] yang rendah” tandas Rafika.