Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC / Click X icon to close

My Account

Lingkungan Terancam Dirusak Pembangunan, Warga Sepat Gugat Pemkot Surabaya dan PT Ciputra Surya

Kabar Trenggalek - Warga yang tergabung dalam Aliansi Selamatkan Waduk Sepat, menggelar aksi di depan kantor Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada Selasa, 4 Januari 2022. Sejumlah 40 massa aksi yang terdiri dari warga Sepat dan mahasiswa menuntut PN Surabaya supaya gugatan lingkungan hidup Waduk Sepat harus dipimpin Hakim bersertifikat lingkungan, bersih dan berintegrasi.Waduk Sepat terletak di Kelurahan Lidah Kulon, Kecamatan Lakarsantri, Kota Surabaya. Lingkungan Waduk Sepat terancam dirusak oleh pembangunan perumahan Citraland dari PT Ciputra Surya. Oleh kaena itu, warga Sepat yang menolak kerusakan pada Waduk Sepat, menggugat PT Ciputra Surya.Wahyu Eka Setiawan, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Jawa Timur (Walhi Jatim), menjelaskan Waduk Sepat merupakan kawasan reservoir atau tempat penampungan air yang sudah ada sejak jaman dahulu. Waduk Sepat memiliki fungsi untuk pengendali banjir, serta fungsi sosial dan budaya.“Fungsinya secara lingkungan adalah untuk menampung limpahan air sebagai pengendali banjir. Secara sosial merupakan identitas bagi keberadaan warga RW 5 yang juga dikenal dengan Padukuhan Sepat. Setiap menjelang ramadhan mereka juga punya sedekah waduk. Artinya selain fungsi lingkungan, fungsi sosial budaya juga terancam,” jelas Wahyu.Baca juga: Ratusan Massa Demo Polresta Banyuwangi Tolak Kriminalisasi 13 Warga PakelMenurut catatan Walhi Jatim, warga Sepat sudah melakukan dua kali gugatan pada tahun 2016 dan 2019, namun gugatan itu gagal. Kemudian, di akhir tahun 2021, warga Sepat bersama Walhi Jatim dan Tim Kerja Advokasi Gerakan Rakyat untuk Kedaulatan Agraria (Tekad Garuda), melakukan gugatan lingkungan kepada PT Ciputra Surabaya dan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya.Wahyu menyampaikan, kawasan lindung Waduk Sepat berdasarkan RTRW Kota Surabaya juga dalam UU Konservasi Nomor 5 Tahun 1990, menyebutkan jika suatu kawasan memiliki nilai penting, sebagai kawasan penyangga atau kawasan yang memiliki fungsi vital seperti untuk resapan air dan penampung air, seperti waduk merupakan wilayah yang harus dilestarikan dan dilindungi.“Merujuk pada UU Konservasi Tanah dan Air No. 37 Tahun 2014 pada pasal 22 secara lugas menyebutkan bahwa waduk merupakan kawasan yang dilindungi. Hal itu pun sejalan dengan UU No. 17 Tahun 2019 pada pasal 26 menyebutkan jika waduk merupakan kawasan konservasi yang wajib dilindungi,” ujar Wahyu.Berdasarkan rilis aksi dari Aliansi Selamatkan Waduk Sepat, Pemkot Surabaya telah melakukan tindakan yang mal-administratif, dengan melakukan alih fungsi kawasan lindung. Waduk Sepat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Surabaya masuk kawasan Wiyung X yakni bozem sebagai kawasan lindung setempat atau konservasi air.[caption id="attachment_8480" align=aligncenter width=1600]Lingkungan Terancam Dirusak Pembangunan, Warga Sepat Gugat Pemkot Surabaya dan PT Ciputra Surya Aliansi Selamatkan Waduk Sepat gugat Pemkot Surabaya dan PT Ciputra Surya/Foto: Dokumen warga Sepat[/caption]Baca juga: Jokowi Berkunjung ke Trenggalek, Warga Kampak Suarakan Tolak Tambang EmasMenurut Aliansi Selamatkan Waduk Sepat, Pemerintah Kota Surabaya telah lalai dan abai dalam melindungi kawasan lindungnya. Hal itu dikarenakan, saat ini, hampir separuh wilayah Waduk Sepat telah ditutup tanah oleh pengembang, padahal sengketa masih berjalan.Aliansi Selamatkan Waduk Sepat menjelaskan, Pemkot Surabaya melakukan ruislag [tukar guling kawasan] Waduk Sepat dengan kawasan milik Ciputra Surya di Surabaya Barat, untuk kepentingan pengembangan kawasan properti dan pembangunan Pusat Olahraga Surabaya (Surabaya Sport Center).“Alih fungsi tersebut dilakukan secara cacat, karena menyebutkan kawasan Waduk Sepat sebagai pekarangan. Tentu secara administratif telah terjadi penyelewengan, terlebih dengan diterbitkan Sertifikat Hak Guna Bangunan [SHGB] oleh BPN Kota Surabaya. Padahal wilayah seluas 6, 67 Ha tersebut tidak pernah berwujud pekarangan yang ada ialah berupa waduk,” tulis Aliansi Selamatkan Waduk Sepat.Menurut penjelasan Wahyu, kasus yang berkaitan dengan Waduk Sepat adalah kasus lingkungan hidup yang berkaitan dengan kawasan konservasi air. Sehingga, merujuk pada Surat Keputusan Mahkamah Agung No 134/KMA/SK/IX/2011, mengharuskan perkara lingkungan hidup ditangani hakim yang bersertifikat lingkungan.Baca juga: Alam Terancam Rusak, Inilah Daftar Desa di Trenggalek yang Masuk Konsesi Tambang Emas PT SMNSurat Keputusan Mahkamah Agung No 134/KMA/SK/IX/2011, pasal 5 ayat 1, menyebutkan perkara lingkungan hidup harus diadili oleh hakim lingkungan hidup. Kemudian, pasal 2 menegaskan bahwa perkara lingkungan hidup harus diadili oleh hakim lingkungan hidup yang bersertifikat dan telah diangkat oleh Ketua Mahkamah Agung.Dian Purnomo, warga Sepat, mengungkapkan hingga hari ini kasus lingkungan seringkali dianaktirikan dan dianggap sesuatu yang tidak penting oleh pemerintah.“Dalam kasus gugatan lingkungan Waduk Sepat, secara yuridis harus ditangani oleh hakim yang bersetifikasi lingkungan, berintegritas dan bersih secara rekam jejaknya. Karena seringkali kita dikalahkan padahal secara fakta sudah benar,” jelas Dian dalam orasinya.Dian menegaskan bahwa kasus lingkungan merupakan persoalan yang sangat penting karena memiliki implikasi yang luas. Terutama berkaitan dengan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta hak untuk generasi yang akan datang.“Kami menuntut hakim bersertifikasi lingkungan yang memimpin gelaran sidang lingkungan Waduk Sepat. Selain itu menuntut Pemerintah Kota Surabaya untuk mencabut izin pembanguan perumahan Citraland di atas Waduk Sepat,” tegas Dian.Sayangnya, hingga aksi selesai, pihak PN Surabaya tidak menemui massa aksi. Hingga berita ini diterbitkan, belum ada jawaban resmi dari pihak PN Surabaya, terkait tuntutan Aliansi Selamatka Waduk Sepat.Jadwal sidang perdana gugatan lingkungan hidup Waduk Sepat yaitu besok Rabu, 5 Januari 2022. Gugatan ini akan menjadi sorotan bagaimana kasus lingkungan selama ini masih dipimpin oleh hakim yang tidak berkompetensi lingkungan hidup.