Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Arti Kesenian Tiban dalam Demo Tolak Perpres 104 Tahun 2021 di Trenggalek

Kabar Trenggalek - Kesenian Tiban biasanya digelar untuk mendatangkan hujan. Seni Tiban identik dengan cambuk-cambukan dan iringan gamelan. Namun, makna Seni Tiban menjadi berbeda saat massa aksi pemerintah desa Trenggalek melakukan demo tolak Perpres 104 tahun 2021 pada Kamis (16/12/2021).Puryono, Ketua Asosiasi Kepala Desa (AKD) Trenggalek, mengatakan Seni Tiban dalam unjuk rasa sebagai teaterikal simbolisasi mengkritisi peraturan pemerintah pusat yang menyengsarakan pemerintah desa."Selain membawa kesenian tradisional, teaterikal Tiban yang identik dengan sabetan itu ada maknanya dalam unjuk rasa penolakan kemarin. Ada orang-orang dipecuti [dicambuki] itu artinya mereka digebuki [oleh peraturan pemerintah pusat]" terang Puryono, saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Sabtu, (18/12/2021).Baca juga: Kades, Perangkat Desa, dan BPD Se-Kabupaten Trenggalek Demo Tolak Perpres 104 Tahun 2021Puryono menyebutkan, teaterikal Kesenian Tiban itu dimainkan oleh perangkat desa dari Desa Kerjo, Desa Kedungsigit, Desa Widoro dan desa-desa lainnya."Memang susunan acara kami ada teaterikal Tiban, dan di situ dilakukan oleh perangkat desa dan dilihat oleh perangkat desa juga," katanya.Puryono juga membenarkan adanya beberapa tanggapan warganet di media sosial saat aksi tolak Perpres no. 104 tahun 2021 kemarin. Beberapa warganet menanyakan, mengapa alokasi anggaran dana desa 40% untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) itu ditolak.Baca juga: Pemerintah Desa Trenggalek Tidak Menolak BLT Dana Desa, Tapi Tolak Aturan Minimal BLT Dana DesaBagi beberapa warganet, Perpres no. 104 tahun 2021 itu menguntungkan masyarakat miskin. Berkaitan dengan tanggapan warganet, Puryono menganggap tanggapan-tanggapan itu wajar. Dirinya juga menegaskan yang ditolak bukalah BLT dana desa, tapi aturan minimal BLT dana desa."Kalau ada aksi pasti ada reaksi, itu hal wajar bagi saya. Anggapan-anggapan itu menggambarkan demokrasi sedang berjalan. Tapi kami sudah beberapa kali memberi statement bahwa kami tidak menolak BLT dana desa-nya. Tapi regulasi minimal yang diterapkan di Perpres itu yang kami kritisi," jelas Puryono, Kepala Desa Karangturi, Kecamatan Munjungan."Tolong dikaji ulang. Karena kondisi desa itu tidak sama di republik ini. Kalau disamaratakan 40% bahaya, karena ada desa besar, desa kecil, desa sedang, dan jumlah orang miskin di dalamnya tidak sama," tambahnya.