Dampak Sampah Plastik Sekali Pakai
[caption id="attachment_59342" align=aligncenter width=1280] Tumpukan sampah plastik di sungai Desa Karangrejo, Kecamatan Kampak, Kabupaten Trenggalek/Foto: Prigi for Kabar Trenggalek[/caption]Saat ditemui Kabar Trenggalek, Prigi menjelaskan dampak dari pola hidup masyarakat yang terbiasa dengan plastik. Selain mencemari lingkungan, kebiasaan memakai plastik juga berbahaya bagi kesehatan."Makanan kotak dengan plastik itu juga resiko kesehatannya tinggi. Jadi kalau dibungkus plastik, dibungkus sachet, itu kan ada kontaminasi bahan-bahan aditif. Jadi dari biji plastik menjadi wadah plastik itu kan ada banyak ada sekitar 14.000 bahan tambahan," jelas pendiri Yayasan ECOTON itu.Prigi menyampaikan, sampah plastik sudah berbahaya bahkan sebelum dibuang ke sungai. Ketika mengonsumsi makanan dengan kemasan plastik, ada potensi gangguan hormon. Ia menyebutkan salah satu temuan di ECOTON, anak perempuan di sekolah dasar (SD) sudah menstruasi lebih awal."Anak-anak SD ini sudah mulai mens, padahal itu kan belum matang sebenarnya. Karena asupan senyawa pengganggu hormon yang ada di plastik itu," kata Prigi.Saat sampah plastik dibuang ke alam, lanjutnya, ada kemungkinan menjadi mikroplastik. Perlu diketahui, mikroplastik berasal dari sampah-sampah plastik yang dibuang ke sungai. Sampah plastik itu tidak terurai dan hilang, tetapi hanya akan terpecah menjadi mikroplastik.Mikroplastik yang telah menumpuk atau terakumulasi di lingkungan akan mempengaruhi kesehatan lingkungan beserta biota yang ada di dalamnya. Bahaya mikroplastik yaitu dapat menyerap dan mengangkut bahan kimia beracun di lingkungan menuju rantai makanan manusia.Oleh karena itu, sebagai upaya mitigasi limbah sampah plastik, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Trenggalek harus menyediakan tempat sampah di desa-desa. Sebab, tanpa tempat sampah, dampak limbah sampah yang dibuang itu akan sulit dikontrol."Tempatkan tempat sampah di banyak tempat, apalagi di tepi sungai. Jangan sampai orang itu membuang sampah ke sungai. Kalau sudah di sungai, sampah kan enggak terkontrol kan ke mana-mana gitu," jelas Prigi.Menurut Prigi, Pemkab Trenggalek juga harus membuat regulasi di setiap desa untuk menyediakan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST). Konsep TPST menggunakan reduce, reuse, recycle (3R). Kemudian, pemerintah harus membuat aturan pengurangan penggunaan plastik sekali pakai.Kritik yang disampaikan Prigi juga berdasarkan pengalaman jelajah sungai di penjuru Indonesia pada tahun 2022. Prigi dan tim ECOTON menjalankan Ekspedisi Sungai Nusantara.Salah satu hasil penjelajahannya, mereka mendapatkan data bahwa hanya 40% masyarakat Indonesia yang mendapatkan pelayanan pengelolaan sampah dari pemerintah kabupaten/kota.Hasil Ekspedisi Sungai Nusantara juga menunjukkan komposisi sampah paling banyak 60% adalah sampah organik dapur. Seharusnya, pemerintah bisa menyelesaikan persoalan sampah di tingkat rumah tangga."Indonesia itu menjadi negara terbesar kedua yang menyumbang sampah plastik ke lautan. Makanya itu, pemerintah [pusat] punya target 2030 kita tidak boleh lagi menggunakan sampah, menggunakan plastik sekali pakai. Nah, mestinya di desa itu harusnya selesai [terkait penanganan sampah]," tandas Prigi.Kabar Trenggalek - Lingkungan