Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Buruh Migran Trenggalek Demo di Hong Kong: Hentikan Pemerasan Bea Cukai dan Pajak

Buruh migran Trenggalek demo di Hong Kong, dalam peringatan Hari Buruh Internasional. Dalam demo itu, mereka menuntut kenaikan upah layak serta hentikan pemerasan bea cukai dan ampajak.

Nyamira Nina Huko, salah satu buruh migran Trenggalek, menjelaskan demo itu dilakukan pada Minggu (07/05/2023). Sebab, tanggal 1 Mei 2023, mereka tidak mendapatkan izin dari pihak keamanan Hong Kong.

Demo dilakukan oleh puluhan buruh migran dari berbagai organisasi serikat di depan gedung CGO, Admiralty Hongkong, pukul 11.00 - 14.00 waktu Hong Kong. Kemudian, demo dilanjut ke Gedung Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Causeway Bay pukul 15.30 - 17.00 waktu Hong Kong.

Nina menyebutkan, buruh migran dari Trenggalek tergabung dalam organisasi Watulimo satu tekad (WAST). Bersama 13 organisasi serikat buruh lainnya, WAST terjejaring dalam Liga Pekerja Migran Indonesia (LIPMI). Demo juga dilakukan bersama buruh migran dari negara Filipina, Nepal, Thailand, dan lainnya.

"Aksinya nya itu dibagi grup-grup. Per 1 grup terdiri dr 49 orang dan dijaga ketat oleh aparat keamanan. Aksinya diisi chanting, pidato-pidato perwakilan organisasi terakhir menyerahkan petisi ke perwakilan CGO dan KJRI," uajr Nina saat dikonfirmasi Kabar Trenggalek.

Poster tuntutan buruh migran di Hong Kong/Foto: Dokumen WAST

Nina menjelaskan, secara keseluruhan, buruh migran Trenggalek menuntut perbaikan perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI), kenaikan upah layak, bebaskan barang kiriman PMI dari bea cukai dan pajak.

Menurut keterangan Nina, banyak PMI yang memaketkan barang dari luar negeri tapi kena pajak. Padahal barang yang dikirimkan bukan barang baru. Sebagian dari hadiah atau sudah dipakai, serta belinya di pasar-pasar yang murah.

"Tidak sedikit yang kena bea cukai atas barnag bawaannya, seperti HP. Selain itu, paketan hilang, rusak, dan juga diganti dengan sampah. Nah, kami hanya PMI, kenapa dipukul rata dengan orang-orang kaya terkait itu?" protes Nina.

Selanjutnya, buruh migran Trenggalek menuntut pemerintah untuk menciptakan mekanisme pengaduan overcharging. Mereka menyoroti pelaksanaan zero cost atau pembebasan biaya keberangkatan untuk TKI dan TKW yang akan dialihakn pada majaikan.

"Ini overchanging adalah bentuk pemerasan. Katanya pergi keluar negeri dengan zero cost, nyatanya ada potongan gaji yang sangat berlebihan," jelas Nina.

Buruh migran Trenggalek juga menolak usulan E-KTLN atau Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri Elektronik. Bagi mereka, E-KTLN tidak memberi dampak manfaat yang signifikan bagi buruh migran.

Demo buruh migran Trenggalek bersama puluhan serikat buruh di Hong Kong/Foto: Dokumen WAST

"Nah, sekarang juga mau paket barang juga harus ngurus E-KTLN, padhal E-KTLN itu apa manfaatnya? Sama sekali gak ada manfaatnya. Malah melahirkan calo-calo untuk pemerasan uang," ungkap Nina.

Masih banyak tuntutan lainnya dari para buruh migran yang merasa diperas oleh kebijakan dan sistem yang dibuat pemerintah. Mereka menuntut penghentian tuduhan job hopping, menghapus two weeks rule, dan menjadikan live in sebagai pilihan, bukan paksaan.

"Jadikan Hari Raya Idul Fitri sebagai Libur Nasional di Hong Kong. Perbaiki layanan KJRI dan kebebasan beribadah. Perbaiki pelayanan pengaduan di KJRI yang cepat, reponsif, dan transparan dalam proses penyelesaian setiap pengaduan," ujar Nina.

Tuntutan-tuntutan buruh migran Trenggalek itu ditujukan ke Pemerintah Hong Kong dan perwakilan pemerintah Indonesia di Hong Kong, yaitu KJRI.

Atas berbagai persoalan buruh migran itu, mereka juga menuntut pemerintah lebih banyak menciptakan lapangan kerja di dalam negeri. Sehingga, pemerintah tidak menjalankan program ekspor buruh migran ke luar negeri dengan berbagai persoalan yang tidak pernah diselesaikan.

"Harapannya, tuntutan kami diperhatikan didengarkan, dicari solusinya dan dikerjakan. Serta merespons dan memberikan langkah-langkah yang kongkrit demi perbaikan kondisi pekerja migran Indonesia," tandas Nina.