Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC / Click X icon to close

My Account
ADVERTISEMENT
JImat

Kisah Buruh Jaring Tarik Pantai Prigi, Menantang Ombak Demi Rezeki

  • 01 May 2025 10:00 WIB
  • Google News

    KBRT - Di tepian Pantai Prigi, Kecamatan Watulimo, Trenggalek, deru ombak bersahut-sahutan dengan teriakan komando para nelayan. Tangan-tangan kokoh menarik tali tambang panjang yang tersambung pada jaring besar di tengah laut. Mereka adalah para buruh jaring tarik — pekerja keras yang menjadi denyut nadi ekonomi pesisir ini.

    Setiap pagi dan siang, sekitar 16 buruh jaring tarik berdiri berjejer di dua sisi pantai, berjarak sekitar 200 meter sesuai panjang jaring. Bersama-sama, mereka menarik hasil tangkapan ikan yang sebelumnya ditebar lima orang awak kapal di tengah laut. Total, 21 orang terlibat dalam sekali operasi.

    “Tenaga tarik jaring itu ada sekitar enam belas orang Mas, yang mengibar jaring di tengah laut itu ada sekitar lima orang, jadi kalau ditotal ada dua puluh satu orang yang bekerja di sini,” jelas Muarip, salah satu buruh jaring tarik Pantai Prigi.

    Pekerjaan itu bukan perkara mudah. Dalam satu kali tarikan, mereka memerlukan waktu sekitar empat jam. Sehari, Muarip bisa menarik jaring selama delapan jam — dua kali putaran kapal, masing-masing di pagi dan siang hari.

    “Saya setiap hari narik jaring itu sekitar 8 jam Mas, 2 kloter pagi dan siang,” ujarnya.

    Kondisi ombak sangat menentukan berat atau ringannya tarikan. Menurut Muarip, saat laut pasang, jaring relatif ringan ditarik. Sebaliknya, jika laut surut, tarikan menjadi berat dan memakan waktu lebih lama.

    “Kalau banyak tidaknya hasil tangkapan itu tidak bisa dilihat dari berat tidaknya tarikan Mas. Kalau laut pasang itu tarikan lumayan enteng, tapi kalau laut surut itu tarikan lumayan berat,” terangnya.

    Kendala lain seperti jaring tersangkut terumbu karang pun sering memperlambat pekerjaan. Jika itu terjadi, mereka harus memperbaiki jaring terlebih dahulu.

    Dalam kondisi normal, sekali tarik rata-rata menghasilkan sekitar 4 kuintal ikan. Namun belakangan, hasil tangkapan menurun hampir 50 persen.

    ADVERTISEMENT
    Migunani

    “Kalau sekali tarik itu rata-rata dapat sekitar 3 keranjang, sekitar 4 kuintal lah Mas, tapi akhir-akhir ini mengalami penurunan hasil tangkapan,” tambahnya.

    Tak hanya kaum pria yang terlibat. Banyak perempuan, terutama ibu-ibu, juga turut ambil bagian. Seperti Winarti, ibu asal Desa Ngembel, Watulimo, yang sudah delapan tahun menjadi penarik jaring.

    “Kalau ikut narik jaring lumayan sudah lama Mas, sejak anak saya kelas 3 SD sampai sekarang anak saya kelas 2 SMA,” cerita Winarti.

    Upah mereka bergantung pada hasil tangkapan. Jika ikan melimpah, buruh mendapat bayaran sekitar Rp100 ribu per hari. Jika hasil minim, upah bisa turun hingga Rp50 ribu. Di luar itu, mereka juga mendapat jatah ikan.

    “Kalau tenaga tarik jaring itu dapat tidaknya ikan masih tetap diberi upah, namun tergantung dengan hasil tangkapan. Diluar upah kami juga pasti diberi jatah ikan lagi,” ujarnya.

    Menjelang Hari Buruh 1 Mei 2025, harapan besar terpatri di benak para buruh jaring tarik Pantai Prigi. Mereka berharap laut Trenggalek kembali melimpah ikan, agar kehidupan mereka tetap terjaga.

    “Semoga ke depannya rejekinya bertambah Mas, ikannya juga tambah banyak supaya kita masih bisa dapat bekerja di sini. Kalau ikannya sedikit itu para penarik jaring sangat terdampak Mas, karena tidak ada pemasukan,” tandas Winarti.

    Di balik riuhnya ombak dan keringat yang menetes, kisah mereka adalah potret keteguhan para pekerja maritim yang layak diapresiasi di Hari Buruh ini. Mereka bukan sekadar buruh, tetapi penjaga tradisi dan keberlanjutan ekonomi pesisir.

    Kabar Trenggalek - Feature

    Editor:Zamz