Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) mulai membahas penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2025 pada Rabu (11/12/2024). Kegiatan ini mengundang perhatian publik, mengingat adanya perbedaan signifikan antara tuntutan kelompok buruh dan pengusaha yang saling berseberangan.
Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Timur, Hasan Mangale, menjelaskan bahwa pertemuan ini akan melibatkan Dewan Pengupahan Jatim, yang terdiri dari unsur serikat pekerja dan asosiasi pengusaha. Dalam konteks ini, dua usulan utama terkait kenaikan UMP menjadi sorotan.
Kelompok buruh menuntut kenaikan UMP sebesar 6,5 persen mengacu pada arahan Presiden Prabowo Subianto. Sementara itu, dari sisi pengusaha, usulan yang diajukan hanya berkisar di angka 2,3 persen. "Kedua usulan itu sudah dibahas, dan perbedaan nominalnya sama-sama dibawa ke Pj Gubernur Jatim," ungkap Hasan dikutip dari suarasurabaya.net pada Selasa (10/12/2024).
Ketegangan antara pengusaha dan buruh terkait penetapan UMP ini bukanlah hal baru. Selama bertahun-tahun, pembahasan ini selalu menjadi agenda hangat, menciptakan dinamika yang tidak hanya melibatkan aspek ekonomi, tetapi juga sosial dan politik. Sementara buruh menganggap bahwa kenaikan yang mereka ajukan seharusnya dapat mengakomodasi daya beli masyarakat yang semakin berkurang, pengusaha berargumen bahwa kenaikan yang signifikan dapat membebani operasional dan daya saing perusahaan.
Di tengah persaingan yang ketat dan tantangan ekonomi yang meningkat, Pemprov Jatim diharapkan dapat menjalankan perannya secara adil. Hasan menambahkan bahwa nominal usulan UMP sekarang ini sudah berada di tangan Adhy Karyono, Pj Gubernur Jatim, yang diharapkan dapat mengambil keputusan bijak untuk mengakomodasi semua usulan yang ada.
Selain pembahasan nilai UMP, Disnakertrans Jatim juga telah mengedarkan surat kepada pemkab/pemkot untuk segera membahas usulan nilai Upah Minimum Kota (UMK). Usulan ini diharapkan sudah dapat disetor ke pemerintah provinsi pada pertengahan bulan Desember, tepatnya pada 15 Desember. Penetapan UMK sendiri dijadwalkan berlangsung pada 18 Desember, sebelum kemudian diputuskan oleh Pj Gubernur.
Melihat perbedaan yang tajam ini, tantangan bagi Pemprov Jatim adalah menciptakan solusi yang tidak hanya mencerminkan keseimbangan antara kepentingan buruh dan pengusaha, tetapi juga menjamin keberlanjutan ekonomi daerah. Dalam situasi ini, semua pihak diharapkan dapat berkontribusi untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan agar keadilan dalam dunia kerja dapat terwujud.