- Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin, ditunjuk DPP PDI Perjuangan menjadi juru kampanye nasional sekaligus juru bicara pasangan capres Ganjar Pranowo dan cawapres Mahfud MD.
- Dalam pasal 283 ayat (1) UU Pemilu menyebutkan: Pejabat negara, pejabat struktural dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta aparatur sipil negara lainnya dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap Peserta Pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa Kampanye.
- Bupati dan kepala daerah lainnya memang bukan ASN, tapi bupati adalah pejabat negara, sebagaimana yang dimaksud pasal 58 UU ASN no. 20 tahun 2023.
- Jika bupati dan kepala daerah lainnya adalah pejabat negara sebagaimana yang dimaksud UU ASN, bukankah seharusnya dalam UU Pemilu, bupati tidak boleh ikut kampanye capres cawapres dalam pemilu?
- Ibnu Syamsu Hidayat, advokat dari Themis Indonesia, menilai adanya ketidakefektifan dalam pasal 281 UU Pemilu yang memuat ketentuan-ketentuan untuk bupati maupun kepala daerah lain yang ikut kampanye pemilu. Sebab, dalam pasal 283 UU Pemilu, jelas ada larangan bagi pejabat negara untuk ikut kampanye pemilu.
- Ibnu mencatat, UU Pemilu tidak mengatur sanksi pidana kepada kepala daerah yang melanggar ketentuan kampanye capres cawapres. Sebab, dalam Bab II Ketentuan Pidana Pemilu, pelanggaran pasal 281 dan pasal 283 UU Pemilu tidak masuk ke dalam kategori pidana pemilu.
Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin, ditunjuk menjadi juru kampanye nasional sekaligus juru bicara pasangan calon presiden (capres)
Ganjar Pranowo dan calon wakil presiden (cawapres) Mahfud MD. Hal itu berdasarkan informasi yang didapatkan Kabar Trenggalek terkait surat instruksi dan penugasan dari Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia (DPP - PDI) Perjuangan pada 19 Oktober 2023.Dalam surat itu, sebagai kepala daerah kader PDI Perjuangan,
Bupati Trenggalek jadi juru kampanye Ganjar-Mahfud MD. Ia ditugaskan untuk mensosialisasikan kedua pasangan capres cawapres itu.
Lebih rincinya, Bupati Trenggalek mendapatkan empat tugas. Pertama, bergerak cepat melakukan pemetaan dan menyusun strategi penggalangan pemilih muda di wilayahnya masing-masing. Kedua, bertindak sebagai Juru Kampanye Nasional dan sekaligus Juru Bicara pasangan Ganjar Pranowo - Mahfud MD di wilayahnya masing-masing, dan secara nasional dengan berkoordinasi bersama Tim Pemenangan Nasional Ganjar Presiden.Ketiga, mensosialisasikan visi misi pasangan Ganjar Pranowo - Mahfud MD kepada masyarakat umum dan utamanya pemilih muda sebagai satu kesinambungan utuh dengan pemerintahan Presiden Joko Widodo - Kyai Mahruf Amin. Keempat, melakukan koordinasi dengan Tim Pemenangan Daerah masing-masing untuk membangun sinergi pemenangan.Berdasarkan berita sebelumnya, Bupati Trenggalek membenarkan bahwa dirinya menjadi juru kampanye nasional Ganjar - Mahfud MD. Bagi lelaki yang akrab disapa Mas Ipin itu, penugasan tersebut bukan hal yang aneh.“Terkait penugasan juru kampanye bukan hal yang aneh, saya kan ketua DPC PDIP Trenggalek,” ujar Mas Ipin saat dikonfirmasi Kabar Trenggalek, Kamis (09/11/2023).Mas Ipin mengatakan dirinya akan taat aturan sesuai Undang-Undang Pemilu no. 7 tahun 2017. Sedangkan Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Trenggalek, Farid Wadji, menyatakan bupati harus ada izin cuti ketika mengikuti kampanye. Hal itu sesuai Perbawaslu nomor 11 tahun 2023 tentang Pengawasan Kampanye Pemilihan Umum.“Itu harus ada cuti pada saat kampanye, memang perbedaan jabatan politik lain seperti itu,” ucap Farid, Kamis (09/11/2023).Aturan Bupati Jadi Juru Kampanye Capres Cawapres
[caption id="attachment_47930" align=aligncenter width=804]
Bupati Trenggalek bertemu dengan Ganjar Pranowo/Foto: @avinml (Instagram)[/caption]
Selain Bupati Trenggalek, ada beberapa kepala daerah kader PDI Perjuangan lainnya yang ditugaskan menjadi juru kampanye nasional Ganjar – Mahfud MD. Seperti Hanindhito Himawan Pramana (Bupati Kediri), Jimmy Andrea Lukita Sihombing (Bupati Dairi), M. Bobby Afif Nasution (Walikota Medan), Sutan Riska Tuanku Kerajaan (Bupati Dharmasraya), serta Dyah Hayuning Pratiwi (Bupati Purbalingga), serta Gibran Rakabumi Raka (Walikota Surakarta).Juru kampanye nasional Ganjar - Mahfud MD berikutnya yaitu Eisti’anah (Bupati Demak), Fandi Akhmad Yani (Bupati Gresik), Fifian Adiningsi Mus (Bupati Kepulauan Sula), Hengky Kurniawan (Bupati Bandung Barat), Riza Herdavid (Bupati Bangka Selatan), lalu Eri Cahyadi (Walikota Surabaya).Setidaknya, ada tiga aturan yang menjadi ketentuan kepala daerah (termasuk bupati) ketika ikut kampanye capres cawapres. Mulai dari UU Pemilu, Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU), serta Peraturan Bawaslu.Pertama, pasal 283 UU Pemilu no. 7 tahun 2017, menyatakan ketentuan seperti berikut:(1) Pejabat negara, pejabat struktural dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta aparatur sipil negara lainnya dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap Peserta Pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa Kampanye.(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan atau pemberian barang kepada aparatur sipil negara dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.Lalu, pasal 281 UU Pemilu no. 7 tahun 2017, menyatakan ketentuan seperti berikut:(1) Kampanye Pemilu yang mengikutsertakan Presiden, Wakil Presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota harus memenuhi ketentuan:a. tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; danb. menjalani cuti di luar tanggungan negara.(2) Cuti dan jadwal cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan dengan memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan pemerintahan daerah.(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai keikutsertaan pejabat negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan KPU.Kedua, pasal 64 Peraturan KPU no. 15 tahun 2023 tentang Kampanye Pemilihan Umum, menyatakan ketentuan seperti berikut:(1) Gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, atau walikota dan wakil walikota dilarang menjadi ketua tim Kampanye Pemilu.(2) Gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, atau walikota dan wakil walikota yang ditetapkan sebagai anggota tim Kampanye Pemilu dan/atau Pelaksana Kampanye Pemilu yang melaksanakan Kampanye Pemilu dalam waktu bersamaan, tugas pemerintah sehari-hari dilaksanakan oleh sekretaris daerah.(3) Pelaksanaan tugas pemerintah oleh sekretaris daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam negeri atas nama Presiden.Ketiga, pasal 39 Peraturan Bawaslu no. 11 tahun 2023 tentang Pengawasan Kampanye Pemilihan Umum, menyatakan ketentuan seperti berikut:(1) Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Kampanye Pemilu yang dilakukan oleh menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota sebagai Pelaksana Kampanye Pemilu dan anggota tim Kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara memastikan:a. pelaksanaan Kampanye Pemilu oleh menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota sebagai anggota Tim Kampanye Pemilu dan/atau pelaksana Kampanye Pemilu dapat dilakukan dalam kondisi cuti yang diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau pada Hari libur; b. gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, atau walikota dan wakil walikota tidak menjadi ketua tim Kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden;c. pelaksanaan Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam huruf a tidak menggunakan fasilitas negara yang melekat pada jabatannya; dand. memperoleh salinan surat cuti menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota sebagai Pelaksana Kampanye Pemilu dan anggota tim Kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku secara mutatis mutandis terhadap pelaksanaan Kampanye Pemilu yang dilakukan oleh wakil menteri.(4) Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berkoordinasi dengan kementerian atau pemerintah daerah terkait.Berdasarkan ketentuan UU Pemilu, Peraturan KPU, dan Peraturan Bawaslu tersebut, dapat diketahui bahwa bupati (maupun kepala daerah lainnya) boleh jadi juru kampanye capres cawapres dengan beberapa ketentuan.Ketentuan tersebut seperti tidak boleh menggunakan fasilitas dalam jabatannya untuk kampanye, tidak boleh menjadi ketua tim kampanye, harus cuti dengan memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggara negara dan pemerintah daerah, kampanye harus dalam kondisi cuti atau pada hari libur, serta mendapatkan surat cuti sebagai tim anggota tim kampanye capres dan cawapres.ASN Tidak Boleh Ikut Kampanye Capres Cawapres tapi Bupati Boleh?
Saat bupati dan kepala daerah lainnya jadi juru kampanye capres cawapres,banyak berita yang menarasikan bahwa Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak boleh ikut kampanye pemilu 2024. Sehingga, muncul pertanyaan kenapa ASN tidak boleh ikut kampanye capres cawapres tapi bupati boleh?Pertanyaan ini penting diajukan karena bisa menjadi salah satu pintu untuk memahami situasi politik hukum pemilu di Indonesia. Jika diperhatikan kembali, pasal 283 ayat (1) UU Pemilu menyebutkan: Pejabat negara, pejabat struktural dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta aparatur sipil negara lainnya dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap Peserta Pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa Kampanye.Perlu diketahui, bupati dan kepala daerah lainnya memang bukan ASN, tapi bupati adalah pejabat negara. Hal ini berdasarkan pasal 58 UU ASN no. 20 tahun 2023, yang dimaksud pejabat negara yaitu: - Presiden dan Wakil Presiden;
- Ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat;
- Ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat;
- Ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Daerah;
- Ketua, wakil ketua, ketua muda, dan hakim agung pada Mahkamah Agung serta ketua, wakil ketua, dan hakim pada semua badan peradilan kecuali hakim ad hoc;
- Ketua, wakil ketua, dan anggota Mahkamah Konstitusi;
- Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
- Ketua, wakil ketua, dan anggota Komisi Yudisial;
- Ketua dan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi;
- menteri dan jabatan setingkat menteri;
- kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai duta besar luar biasa dan berkuasa penuh;
- gubernur dan wakil gubernur;
- bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota; dan
- pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh Undang Undang.
Jika bupati dan kepala daerah lainnya adalah pejabat negara sebagaimana yang dimaksud UU ASN, bukankah seharusnya dalam UU Pemilu, bupati tidak boleh ikut kampanye capres cawapres di pemilu? Tapi ternyata tidak demikian. UU Pemilu tidak melarang bupati anggota partai politik ikut kampanye pemilu.Pasal 280 ayat (2) UU Pemilu, tim kampanye pemilu hanya melarang mengikutsertakan:a. Ketua, wakil ketua, ketua muda, hakim agung pada Mahkamah Agung, dan hakim pada semua badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi; b. Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan; gubernur, deputi gubernur senior, dan deputi gubernur Bank Indonesia; c. direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah;d. pejabat negara bukan anggota partai politik yang menjabat sebagai pimpinan di lembaga nonstruktural;e. aparatur sipil negara;f. anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia; g. kepala desa; h. perangkat desa;i. anggota badan permusyawaratan desa; danj. Warga Negara Indonesia yang tidak memiliki hak memilih.Ketentuan Kampanye Capres Cawapres Potensi Dilanggar Bupati?
[caption id="attachment_47931" align=aligncenter width=900]
Momen Bupati Trenggalek saat di laga Soekarno Cup bersama Ganjar Pranowo/ Foto: @avinml (Instagram)[/caption]
Ibnu Syamsu Hidayat, advokat dari Firma Hukum Themis Indonesia, menilai adanya ketidakefektifan dalam pasal 281 UU Pemilu yang memuat ketentuan-ketentuan untuk bupati maupun kepala daerah lain yang ikut kampanye pemilu. Sebab, dalam pasal 283 UU Pemilu, jelas ada larangan bagi pejabat negara untuk ikut kampanye pemilu.“Jadi, pun kepala daerah itu menjadi tim pemenangan atau menjadi juru bicara atau menjadi tim-tim pemenangan salah satu pasangan sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye, sebenarnya tidak efektif untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang memihak salah satu paslon, karena ada larangan di situ [pasal 283 UU Pemilu],” terang Ibnu saat dikonfirmasi Kabar Trenggalek, Senin (20/11/2023).Ibnu melihat ketidakefektifan lain dari pasal 281 UU Pemilu, di mana ayat (1) poin b, menyatakan bupati maupun kepala daerah lain yang ikut kampanye pemilu harus memenuhi ketentuan: menjalani cuti di luar tanggungan negara. Kemudian, dalam pasal 39 ayat (2) poin a, Peraturan Bawaslu no. 11 tahun 2023, menambahkan: dalam kondisi cuti yang diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau pada Hari libur. Sedangkan ketentuan kampanye pemilu dalam kondisi cuti atau hari libur ini tidak dikenal dalam pasal 283 UU Pemilu. “Larangan mengadakan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan [pasal 283 UU Pemilu] itu tidak mengenal Sabtu atau Minggu atau hari libur. Pertanyaannya, apakah dia [Bupati Trenggalek] pada hari Minggu atau Sabtu itu tidak menjabat sebagai pejabat negara? Jika iya, berarti wilayah [Trenggalek] tersebut tidak ada yang menjadi bupati pada saat hari Sabtu atau Minggu,” terang Ibnu.Menurut Ibnu, status bupati maupun kepala daerah lainnya tidak bisa dilepas pada hari libur, Sabtu, maupun Minggu. Ibnu menilai, sekalipun bupati menjadi juru kampanye capres cawapres dengan kondisi cuti atau pada hari libur, ada potensi pelanggaran amanahnya sebagai bupati.“Misalkan ada masyarakat yang membutuhkan di hari Sabtu dan hari Minggu, masyarakat tetap lapor pada bupati. Ya artinya dia [bupati] mencederai amanah itu kalau misalkan [kampanye capres cawapres] itu dilakukan,” kata Ibnu.Selain ketentuan cuti atau hari libur, Ibnu menyoroti adanya potensi pelanggaran ketentuan larangan menggunakan fasilitas dalam jabatan bupati atau kepala daerah lainnya dalam kampanye pemilu. Terlebih, dalam budaya Jawa ada ewuh pakewuh atau sikap sungkan dan rasa segan kepada atasan yang lebih tinggi.“Saya nggak melihat hanya di Trenggalek saja, tapi di mayoritas daerah, rawan banget adanya pengerahan alat-alat kuasa negara atau kuasa pemerintah. Misalkan di Trenggalek kalau puncak pimpinan sudah mengatakan ‘lakukan ini’ [terkait memihak salah satu capres cawapres], tentu dengan budaya ewuh pakewuh susah untuk ditinggalkan itu,” kata Ibnu.Ketika bupati atau kepala daerah lainnya sudah memihak salah satu pasangan capres cawapres dalam pemilu, Ibnu menilai mereka perlu diawasi. Hal itu bisa dilihat dari pengaruh kepala daerah tersebut dalam relasi kuasanya ke kepala dinas maupun ASN.“Potensi [pelanggaran menggunakan fasilitas dalam jabatan] itu sangat kuat, karena hirarki antara kepala dinas dengan bupati itu kan sangat menentukan juga. Misalkan seorang bupati, dengan kekuasaan dia, dia memegang alat kuasa negara, alat kuasa pemerintah daerah. Dia punya apa power, baik power materiil maupun formil, baik orang maupun uang. Tentu ini sangat potensi yang perlu dicurigai, sangat potensi banget untuk melakukan gerakan [melanggar larangan] itu,” terangnya.Tidak Ada Sanksi Pidana kepada Bupati yang Melanggar Larangan Kampanye Capres Cawapres?
[caption id="attachment_47929" align=aligncenter width=674]
Kiri: Moch. Nur Arifin, Novita Hardini, Siti Atiqoh Supriyanti, Ganjar Pranowo/Foto: @avinml (Instagram)[/caption]
Setelah memahami potensi pelanggaran ketentuan bagi bupati atau kepala daerah yang ikut kampanye capres cawapres dalam pemilu 2024, ternyata masih ada persoalan lain. Ibnu mencatat, UU Pemilu tidak mengatur sanksi pidana kepada kepala daerah yang melanggar ketentuan kampanye capres cawapres. Sebab, dalam Bab II Ketentuan Pidana Pemilu, pelanggaran pasal 281 dan pasal 283 UU Pemilu tidak masuk ke dalam kategori pidana pemilu.Meski ketentuan kampanye pasal 281 dan pasal 283 tidak masuk pidana pemilu, tetap ada pidana pemilu untuk bupati atau kepala daerah lainnya yang diatur dalam pasal 547 UU Pemilu. Pasal itu menyebutkan:Setiap pejabat negara yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu dalam masa Kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).Ibnu menjelaskan, pasal 547 UU Pemilu berlaku kepada pejabat negara (bupati dan kepala daerah lainnya) hanya selama masa kampanye. Akan tetapi, pasal 547 ini tidak berlaku ketika pejabat negara tersebut melakukan kampanye capres cawapres dalam kondisi cuti atau pada hari libur.“Yang ada ketentuan pidana selama kampanye kemudian memihak atau itu ada ketentuannya, tapi kalau misalkan sebelum dan sesudah masa kampanye tidak ada. Pasal 547 berlaku buat pejabat negara yang ikut dalam proses kampanye pemilu. Tapi pejabat negara itu enggak kena [pasal 547] kalau dia cuti atau libur,” ucap Ibnu.Sedangkan, seperti yang sudah dibahas sebelumnya, kondisi cuti atau libur bagi pejabat negara itu rawan dilanggar. Bahkan, tidak ada sanksi jelas terhadap pelanggaran ketentuan kampanye di pasal 281 dan pasal 283 di dalam ketentuan pidana pemilu.“Jadi ini sepertinya menjadi seperti politik hukum saat pembentukan Undang-Undang Pemilu, di mana pasti tahu kan bahwa pejabat negara setingkat menteri kemudian bupati, gubernur, tidak akan netral. Itu kan sangat mungkin terjadi, maka tidak ada ketentuan pidana di situ,” ungkap Ibnu.Kesimpulan: Emang Boleh Bupati Trenggalek Jadi Juru Kampanye Ganjar - Mahfud MD?
Menurut penjelasan Ibnu Syamsu Hidayat, advokat dari Firma Hukum Themis Indonesia, Bupati Trenggalek boleh jadi juru kampanye Ganjar - Mahfud MD, tapi ketentuan yang mengatur kampanye dalam UU Pemilu tidak efektif untuk dijalankan.Ketidakefektifan itu berdasarkan ketentuan kampanye bagi bupati dalam pasal 281 dan pasal 283 UU Pemilu yang berpotensi dilanggar. Kemudian, ada budaya ewuh pakewuh dan relasi kuasa yang berpotensi disalahgunakan oleh bupati kepada kepala dinas maupun ASN di bawah struktur pemerintahannya. Selain itu, tidak ada ketentuan pidana pemilu bagi bupati yang melanggar pasal 281 dan pasal 283 UU Pemilu.