KBRT – Perubahan tren busana yang begitu cepat membuat sejumlah pedagang pakaian di Pasar Pon Trenggalek kewalahan menyesuaikan stok dagangan. Kondisi ini juga berdampak pada penjualan yang kerap naik turun dan sulit diprediksi.
Salah satunya dirasakan oleh Amini (60), pedagang asal Desa Jatiprahu, Kecamatan Karangan. Ia mengaku kesulitan mengimbangi perubahan model pakaian yang terus berganti dalam waktu singkat.
“Sekarang tren busana itu cepat sekali berubah. Kadang baru beli, sudah keluar model baru lagi. Barang yang belum laku akhirnya numpuk, tapi harus tetap beli yang baru supaya menarik,” ujarnya.
Amini menambahkan, stok lama tetap ia jual dengan harapan masih ada pembeli yang mencari model klasik. Ia menyebut, tren belanja masyarakat saat ini lebih banyak tertarik pada pakaian rumahan.
“Sekarang barang yang paling banyak dicari itu daster. Kalau yang lain seperti kerudung atau jubah, biasanya baru laku menjelang Lebaran,” terangnya.
Menurut Amini, tingkat penjualan di pasar juga sangat bergantung pada keramaian pengunjung.
“Tidak pasti setiap hari. Kalau pasar sedang sepi, kadang hanya laku dua atau tiga potong baju, kadang tidak laku sama sekali. Tapi kalau ramai seperti mau Lebaran bisa lebih dari sepuluh potong,” katanya.
Sementara itu, Wati, pedagang busana asal Kelurahan Ngantru, Kecamatan Trenggalek, mengaku sudah tidak lagi mengikuti perkembangan tren karena keterbatasan modal.
“Saya sudah tidak bisa ikut pedagang lain beli stok baru. Kadang hasil jualan sehari saja langsung habis buat kebutuhan di rumah hari itu juga,” ujarnya.
Wati menuturkan, dampak kebakaran Pasar Pon beberapa tahun lalu masih sangat ia rasakan. Kehilangan seluruh barang dagangan saat itu membuat kondisi keuangannya semakin sulit untuk memulai usaha kembali.
Kabar Trenggalek - Ekonomi
Editor: Zamz















