KBRT – Di tengah kehidupan yang serba cepat, burnout bukan lagi istilah asing. Rutinitas sehari-hari yang penuh tekanan sering membuat orang merasa lelah, jenuh, bahkan kehilangan motivasi.
Bayangkan, pagi harus berdesakan di KRL, berebut ojol supaya tidak telat, lalu sampai kantor justru kena teguran atasan. Situasi itu bisa memicu stres berlebihan dan mempercepat terjadinya burnout.
Daftar Isi [Show]
Burnout Diakui Sebagai Fenomena Serius
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah memasukkan burnout sebagai fenomena terkait pekerjaan dalam International Classification of Diseases (ICD-11). Kondisi ini terjadi akibat stres kerja kronis yang tidak tertangani, ditandai dengan rasa lelah ekstrem, menurunnya semangat, hingga sikap sinis terhadap pekerjaan.
Ini Bukan Malas, Tapi Alarm Bahaya
Menurut Mayo Clinic, tanda-tanda burnout bisa terlihat dari perubahan keseharian. Beberapa gejala yang umum meliputi:
Sulit tidur nyenyak meski tubuh sudah lelah.
Mood mudah berubah drastis.
Rentan sakit seperti flu, pusing, atau masalah pencernaan.
Timbul perasaan tidak berguna atau tidak kompeten.
Mengenali gejala sejak awal penting agar kondisinya tidak berkembang menjadi masalah serius.
Jurus Anti-Burnout
Mengatasi burnout bukan sekadar “healing”. American Psychiatric Association (APA) menekankan pentingnya menetapkan batasan jelas dalam pekerjaan. Belajar berkata “tidak” pada beban berlebih bisa menjadi langkah awal.
Di era serba online, tantangan terbesar justru datang dari notifikasi tanpa henti. Membatasi akses digital beberapa jam sehari atau melakukan digital detox bisa membantu otak dan pikiran benar-benar beristirahat.
Selain itu, Teladoc Health merekomendasikan gaya hidup sehat untuk mencegah burnout, seperti tidur cukup 7–9 jam, olahraga ringan, makan bergizi seimbang, hingga latihan mindfulness seperti meditasi singkat.
Jangan Dipendam Sendiri
Mental Health America (MHA) menekankan pentingnya dukungan sosial dalam proses pemulihan. Curhat dengan keluarga, teman, atau rekan kerja dapat meringankan beban.
Jika sulit bercerita, menulis jurnal atau menyalurkan emosi lewat aktivitas kreatif bisa menjadi cara alternatif. Intinya, jangan memendam semua perasaan sendirian.
Ada Harapan Setelah Burnout
Burnout bukan akhir dari segalanya. Jurnal Nature bahkan menyebut ada kehidupan setelah burnout. Mereka yang pulih justru lebih sadar akan batas diri, lebih selektif dalam menerima pekerjaan, serta lebih menghargai keseimbangan hidup.
Burnout adalah sinyal serius bahwa ada hal yang perlu diubah dalam ritme hidup maupun cara bekerja. Dengan mengenali batas, memberi ruang untuk diri sendiri, dan menciptakan lingkungan yang sehat, burnout bisa menjadi titik balik menuju hidup yang lebih produktif, seimbang, dan bermakna.
Kabar Trenggalek - Gaya Hidup
Editor:Lek Zuhri