KBRT - Kemajuan teknologi telah membawa banyak kemudahan dalam kehidupan sehari-hari, tetapi bagi sebagian orang, justru menjadi ancaman. Para tukang becak di Trenggalek merasakan dampak langsung dari perkembangan zaman,
Terutama sejak layanan transportasi berbasis aplikasi mulai merajai jalanan. Pendapatan yang dulu cukup untuk kebutuhan sehari-hari kini kian menipis, bahkan tidak jarang mereka pulang tanpa membawa uang sepeser pun.
“Saat ini kami sangat kebingungan karena sering pulang dengan tangan kosong,” ujar Gito warga Kelurahan Tamanan, yang berprofesi sebagai tukang becak biasa mangkal di selatan Hotel Widowati, Trenggalek.
Gito telah mengayuh becak selama puluhan tahun. Namun, kondisi berubah drastis setelah kehadiran ojek online yang menawarkan layanan lebih cepat dan praktis. Menurutnya, sebelum ojek online beroperasi, becak masih menjadi pilihan utama masyarakat untuk perjalanan jarak dekat, terutama di sekitar pasar dan terminal. Kini, sebagian besar pelanggan lebih memilih layanan digital yang lebih fleksibel.
“Dulu, sehari bisa dapat Rp50 ribu sampai Rp100 ribu. Sekarang, bisa dapat Rp20 ribu saja sudah syukur. Kadang malah nggak ada penumpang sama sekali,” keluhnya.
Gito juga mengenang kebijakan lama Pemerintah Kabupaten Trenggalek yang sempat menguntungkan para tukang becak.
“Sebelumnya, minibus dilarang menjemput penumpang atau mengangkut barang di luar kompleks Pasar Jarakan. Itu sangat membantu kami karena pelanggan tetap ada. Tapi sekarang, minibus, ojek online, dan kendaraan pribadi mengambil alih semuanya,” jelasnya.
Meski demikian, Gito sadar bahwa zaman sudah berubah. Ia tidak menolak kemajuan teknologi, tetapi ia berharap ada perhatian dari pemerintah terhadap nasib para tukang becak yang semakin terpinggirkan.
“Saya sadar teknologi itu mempermudah hidup, tapi apakah saya harus kehilangan satu-satunya pekerjaan saya? Kami hanya ingin bisa tetap bertahan,” tandasnya
Kabar Trenggalek - Ekonomi
Editor:Zamz