Tradisi Ngitung Batih Trenggalek jadi Warisan Budaya Tak Benda Nasional 2023. Peresmian itu oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).Momen ini bersamaan dengan 12 budaya Jawa Timur lainnya yang ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTb) Nasional pada Kamis, (31/08/2023).
Perlu diketahui, Ngitung Batih adalah tradisi yang berasal dari Kecamatan Dongko Kabupaten Trenggalek. Tradisi ini rutin digelar tiap tahun baru Jawa atau Islam.Menanggapi peresmian 12 WBTb asal Jawa Timur, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa bersyukur sekaligus bangga dengan penetapan 12 budaya Jawa Timur sebagai Warisan Budaya Tak Benda 2023. Karena, total sudah ada 99 budaya Jawa Timur yang ditetapkan sebagai"Alhamdulillah, dari 12 usulan Karya Budaya, semuanya diterima dan ditetapkan sebagai WBTb Nasional. Tentu ini kabar yang sangat menggembirakan bagi warga Jatim," ucap Gubernur Khofifah, melalui siaran persnya, Selasa (05/09/2023).Ia menambahkan, penetapan ini menjadikan kebanggan bagi Jawa Timur. Sebab total budaya di Jawa Timur yang telah ditetapkan sebagai WBTb ada 99 macam budaya.Khofifah turut menghimbau pada segala pihak di Jawa Timur untuk menyisir dan mendata budaya di Jawa Timur. Kemudian bisa didaftarkan lagi sebagai Warisan Budaya Tak Benda di tahun mendatang."Ini penting, karena upaya pelestarian yang konsisten harus menjadi suatu kewajiban," terangnya.Lebih lanjut, Khofifah menjelaskan budaya penting untuk didata dan didaftarkan ke Hak Kekayaan Intelektual maupun ke Kemendikbudristek untuk ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Ini bertujuan agar generasi penerus masih bisa mengetahui budaya di sekitarnya."Sifatnya adalah berkelanjutan. Saya harap, generasi milenial bahkan Gen Z juga bisa ikut menjaga dan melestarikan budaya sebagai identitas sebuah bangsa," ujar Khofifah."[Sebelumnya] terima kasih atas doa dan dukungan masyarakat Jatim. Semoga hal ini menjadikan budaya di Jatim tetap lestari dan bisa memberikan dampak yang baik bagi masyarakat melalui upaya pemajuan kebudayaan," tandasnya.Adapun 12 budaya asal Jawa Timur yang ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Nasional sebagai berikut:- Ngitung Batih dari Kabupaten Trenggalek.
- Jaranan Pegon dari Kabupaten Tulungagung.
- Jaran Jenggo dari Kabupaten Lamongan,
- Tari Ngremo Surabayan dari Kota Surabaya,
- Tari Beskalan dari Kabupaten Malang,
- Nyadran Sawuran dari Kabupaten Bojonegoro,
- Yadnya Karo Suku Tengger Brang Kulon dari Kabupaten Pasuruan,
- Kembang Lamaran dari Kota Probolinggo,
- Brem Madiun dari Kabupaten Madiun,
- Tari Topeng Ghettak dari Kabupaten Pamekasan,
- Keket dari Kabupaten Situbondo,
- Manten Pegon dari Kota Surabaya.
Mengenal tradisi Ngitung Batih Dongko Trenggalek
[caption id="attachment_43765" align=alignnone width=1082]
Warga berebut sesaji di Tradisi Ngitung Batih Kecamatan Dongko Trenggalek/Foto: Beni Kusuma (Kabar Trenggalek)[/caption]
Tradisi Ngitung Batih ini berasal dari Kecamatan Dongko Kabupaten Trenggalek yang digelar setiap satu suro atau tiap tahun baru Jawa. Tiap tanggal itu pula, masyarakat Sebelumnya, Ichwan Sawaji (Waji) pegiat tradisi Ngitung Batih menjelaskan tradisi Ngitung Batih ini sudah dilakukan masyarakat Dongko sejak abad ke-16. Namun, sempat terhenti di tahun 1965 imbas tragedi G30S.Ia menjelaskan, Ngitung Batih di Dongko dilaksanakan dari rumah ke rumah. Hingga akhirnya pada tahun 2011 acara ngitung batih ini dipusatkan di Kecamatan Dongko. Bahkan, 10 desa di Kecamatan Dongko turut terlibat dalam perhelatan tradisi ini.“Semua elemen masyarakat desa [yang ada di Kecamatan Dongko]. Termasuk kepala desa, tokoh tradisi, tokoh agama, dan pemuda . Ini semua dari 10 desa yang berada di Kecamatan Dongko ikut terlibat," ujar Waji.Waji memaparkan Tradisi Ngitung Batih ini memiliki filosofi dalam, berkaitan dengan rasa kekeluargaan. Dalam Bahasa Indonesia, 'Ngitung' berarti menghitung, sementara 'Batih' adalah keluarga. "Jadi, setiap tahunnya supaya kita itu tetap diberi kekuatan, kesehatan dan keselamatan. Murah sandang, murah pangan, juga barokah semuanya itu memuji dan memohon kepada Yang Maha Kuasa untuk menyampaikan ucapan terima kasih [bersama anggota keluarga],” terang Waji.Ikon tradisi Ngitung Batih Dongko Trenggalek
[caption id="attachment_43764" align=alignnone width=1280]
Takir plonthang diarak warga/Foto: Beni Kusuma (Kabar Trenggalek)[/caption]
Tradisi Ngitung Batih ini memiliki ikon berupa takir plonthang, merupakan sebuah nasi yang diwadahi daun pisang yang dibentuk persegi empat. Kemudian tiap sudutnya diikat menggunakan janur atau daun kelapa muda.“Takir Plontang itu adalah simbol doa. Takir itu kan artinya Nata Pikir. Mengapa Plontang, karena plontang itu simbol pengawakan manusia, yakni manusia itu sifatnya lorek [belang]. Yang diberi oleh Allah SWT empat nafsu, jadi bentuk wadah takir yang persegi empat itu melambangkan empat nafsu. Yakni nafsu aulama, mainah, riya’ dan amarah,” jelas Waji.Takir plonthang ini kemudian didoakan bersama ambeng atau sesaji yang berisi hasil bumi dan makanan lainnya. Setelah selesai didoakan bersama, lalu dimakan bersama dan sebagiannya akan digantung di depan rumah.Menurut keterangan Waji, makna keempat sudut wadah takir plontang yang diikat janur itu supaya mendapatkan nur dari Allah SWT. Sehingga, manusia tidak menggunakan keempat nafsu itu sembarangan dan digunakan sesuai porsinya sewajarnya.“Dengan begitu, setelah kita diberi nur oleh Yang Maha Kuasa jadi nyaman pikiran kita, menjadi aman, menjadi ayem. Akhirnya, setelah diujubkan [didoakan] ditaruh di depan rumah itu ada maksud tersendiri. Yakni tolak bala,” tandas Waji.Semarak tradisi Ngitung Batih Dongko Trenggalek
[caption id="attachment_43767" align=alignnone width=1280]
Kawula muda Dongko ikut arak-arakan takir plonthang/Foto: Beni Kusuma (Kabar Trenggalek)[/caption]
Prosesi tradisi Ngitung Batih Dongko Trenggalek awalnya dilakukan dari rumah ke rumah. Setiap rumah membuat takir plonthang dan ambeng. Kemudian mengundang para tetangga untuk berkumpul.Setelah itu, baru seorang tukang kajat atau dongke akan melafalkan doa-doa. Uniknya, doa-doa yang dilafalkan ada yang menggunakan Bahasa Jawa dan Bahasa Arab.Baru, sejak tahun 2011 Tradisi Ngitung Batih dipusatkan di Kecamatan Dongko. Hal ini bertujuan menyemarakan tahun baru Jawa dan Hijriyah, termasuk di tahun 2023 ini.Saat tradisi Ngitung Batih dipusatkan di Kecamatan Dongko ini, ada semacam tambahan acara seremonial. Yakni panitia acara membuat takir plontang dengan ukuran besar. Kemudian diarak mengitari sekitaran Desa Dongko. Baru, setelah sampai panggung acara, didoakan dan dibagikan pada warga.Antusiasme warga cukup tinggi, bahkan kepanitiaan tradisi Ngitung Batih di Kecamatan Dongko 2023 kebanyakan diisi anak muda. Menunjukan eksistensi Tradisi Ngitung Batih masih relevan dengan anak muda, termasuk perkembangan zaman. Bahkan, isian sesaji pun nampak ada makanan modern.