Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Tokoh-Tokoh Wayang ini Disingkirkan dari Perang Bharatayudha karena Kesaktiannya Tiada Tanding

Kabar Trenggalek- Wayang merupakan sebuah wiracarita terkenal dari India yang telah diadaptasi oleh masyarakat Jawa sebagai karya seni dalam bentuk kakawin dan wayang. Sedangkan kakawin sendiri adalah kata campuran dari kata Sansekerta kawi 'penyair' serta afiks Jawa (kuno) ka- dan -n, yang berarti 'karya seorang penyair' atau 'syair (puisi) karya penyair.

Kendati wayang telah menjamur dan mendarah daging dalam kebudayaan jawa, namun tidak salah jika sebenarnya adalah hasil infiltrasi budaya dari negara lain. Babon/induk cerita wayang memang dari India, namun banyak sanggit (jalan cerita) yang sudah disesuaikan dengan adat-adat jawa.

Dalam lakon pewayangan yang sering dibawakan oleh para dalang, seringkali menceritakan terkait perang Bharatayudha. Bharatayudha adalah istilah yang dipakai di Indonesia untuk menyebut kisah perang besar antara keluarga Pandawa melawan Korawa. Kata Bharatayuddha merupakan kata Sanskerta yang berarti

"Perang keturunan Bharata".Tapi tahukah kalian, dalam kisah perang Bharatayudha ada beberapa tokoh wayang yang disingkirkan atau lebih tepat dikehendaki tidak ikut berperang lantaran kesaktiannya tiada banding, sehingga jika ikut perang maka jalan cerita tidak akan panjang dan cepat usai.

Menurut Ki Bryan, dalang muda kelahiran Kecamatan Tugu, Trenggalek, tokoh-tokoh yang tidak dikehendaki ikut berperang tersebut adalah Wisanggeni, Antareja dan Baladewa.

“Ketiga tokoh ini sengaja disingkirkan dari perang Bharatayudha karena memiliki kesaktian tanpa lawan tanding, jika ikut perang pasti Pandawa menang,” Jelas Ki Bryan melalui saluran telepon.

Sebenarnya, ada tokoh utama dalam perang Bharatayudha yang sudah mengetahui alur perang sebelum itu terjadi, dia adalah Prabu Kresna, titisan sang Dewa Wisnu.

Ia tahu jalan cerita perang karena memiliki Kitab Jitabsara yang ia peroleh dari hasil barter. Menurut Ki Bryan, Prabu Kresna menukarkan senjata cakra dan bunga wijaya kusuma untuk mendapatkan Kitab Jitabsara kepada Dewa Narada, sekretaris kabinet kadewatan.

Dalam cerita pewayangan Jawa, disebutkan adanya sebuah kitab yang tidak terdapat dalam cerita Mahabharata dari India. Kitab tersebut bernama Jitabsara atau Jitapsara, yang berisi skenario (pakem) jalannya pertempuran dalam Bharatayuddha, termasuk urutan siapa saja yang akan menjadi korban.

Kitab ini ditulis oleh Batara Penyarikan, sebagai juru catat atas apa yang dibahas oleh Batara Guru (raja kahyangan) dengan Batara Narada mengenai skenario tersebut.

Siapa saja tokoh-tokoh sakti mandraguna yang disingkirkan dalam perang Bharatayuddha, sehingga tidak ikut berperan meski memiliki kesaktian tinggi.

Wisanggeni 

Wisanggeni
Wisanggeni

Bambang Wisanggeni dikenal sebagai putra Arjuna yang lahir dari seorang bidadari bernama Batari Dresanala, putri Batara Brama. Wisanggeni merupakan tokoh istimewa dalam pewayangan Jawa. Ia dikenal pemberani, tegas dalam bersikap, serta memiliki kesaktian luar biasa.

Selain itu, ia juga dikenal cerdik dan penuh akal.Kisah kelahiran Wisanggeni penuh dengan drama. Ia dilahirkan sebelum waktunya tiba. Bahkan kakeknya sendiri, Dewa Brama, pernah membuang Wisanggeni ke dalam kawah Candradimuka di Gunung Jamurdipa saat ia dilahirkan.

Kekejaman Brama terjadi akibat perintah Batara Guru yang sebelumnya telah didesak istrinya sendiri, Batari Durga, yang tidak tahan mendengar aduan anak perempuannya, Dewasrani, yang cemburu atas perkawinan arjuna dengan Batari Dresanala.

Nama Wisanggeni diberikan oleh Dewa Narada yang berarti racun api, hal ini dikarenakan ia lahir akibat kemarahan Brama, sang dewa penguasa api. Api kawah Candradimuka yang terkenal sangat panas dan berbahaya tidak bisa membunuhnya, justru malah menghidupkan Wisanggeni.

Dari sinilah kesaktian Wisanggeni muncul. Setelah dewasa ia pernah memporak porandakan kayangan untuk mencari keadilan atas perlakukan terhadap dirinya, juga untuk mencari tahu siapa orang tuanya.

“Wisanggeni itu ksatria yang sakti mandraguna, ia bisa berubah menjadi siapa saja yang dikehendaki, tubuhnya tidak mempan senjata apapun, dan ia dianugerahi otak cerdas sehingga taktiknya cerdik tak terkalahkan.” Jelas Dalang Bryan.

Kesaktian Wisanggeni yang tiada tandingnya menyebabkan ia tidak dikehendaki dalam perang Bharatayudha, karena semua tahu bahwa pihak pandawa pasti akan menang dan tidak ada korban jiwa dari pihak pandawa, sedangkan pihak kurawa pasti akan kalah.   

Menjelang meletusnya perang Baratayuda, Wisanggeni naik ke Kahyangan Alang-alang Kumitir meminta restu kepada Sanghyang Wenang sebelum mereka bergabung di pihak Pandawa. Akan tetapi, Sanghyang Wenang telah meramalkan, pihak Pandawa justru akan mengalami kekalahan apabila Wisanggeni ikut bertempur.

Sebenarnya itu hanyalah taktik sang Hyang Wenang supaya Wisanggeni dan tidak ikut berperang. Setelah melalui beberapa pertimbangan, akhirnya Wisanggeni Memutuskan untuk tidak kembali ke perkemahan Pandawa.

Keduanya rela menjadi tumbal demi kemenangan para Pandawa. Ia mengheningkan cipta dan mencapai moksa, musnah bersama jasad mereka.

Antareja

Antareja
Antareja

Antareja atau Anantareja adalah seorang raja di negara Jangkarbumi, ia memiliki gelar Prabu Nagabaginda, ia adalah saudara Gatutkaca. Tokoh satu ini memang dikenal memiliki pendiam namun sangat jujur, ia sangat berbakti pada yang lebih tua dan sayang kepada yang muda, rela berkorban dan besar kepercayaanya kepada Sang Maha Pencipta.

Soal kesaktian jangan ditanya lagi, Antareja memiliki Ajian Upas Anta pemberian Batara Anantaboga. Lidahnya sangat sakti, makhluk apapun yang dijilat bekas telapak kakinya akan menemui kematian.

Antareja berkulit Napakawaca, sehingga kebal terhadap senjata. Ia juga memiliki cincin Mustikabumi, pemberian ibunya, yang mempunyai kesaktian, menjauhkan dari kematian selama masih menyentuh bumi maupun tanah, dan dapat digunakan untuk menghidupkan kembali kematian di luar takdir.

Kesaktian lain Anantareja dapat hidup dan berjalan di dalam bumi. “Antareja lahir dari hasil perkawinan Werkudara dengan Dewi Nagagini, anaknya Batara Antaboga, Dewanya para ular. Antareja bisa membunuh siapa saja hanya dengan menjilat bekas pijakan kaki orang lain.” terang Ki Dalang Bryan. 

Menurut Ki Bryan, Antareja disingkirkan dari perang Bharatayudha oleh Prabu Kresna. Dalam dialog pewayangan, Antareja dibohongi Kresna untuk menjilat bekas telapak kaki musuhnya, namun sebenarnya ia tahu jika itu bukan bekas telapak kaki musuh melainkan telapak kakinya sendiri.

Namun karena sikap patuh dan tawadhu nya, dan juga memahami maksud dari perintahnya Kresna, ia menjilat bekas pijakan kakinya sendiri untuk mati. Ia meninggal menjelang perang Bharatayuddha atas perintah Prabu Kresna dengan cara menjilat telapak kakinya sebagai tabuk tawur (tumbal atau korban untuk kemenangan) keluarga Pandawa dalam perang Bharatayuddha.

Baladewa 

Baladewa

 

Tokoh lain yang disingkirkan dalam perang Bharatayudha adalah Baladewa, kakaknya Prabu Kresna. Ia terkena tipu muslihat adiknya sendiri dengan tujuan tidak ikut andil dalam peperangan karena Kresna tahu bahwa kakaknya ini tidak memiliki musuh yang akan dihadapi.

Baladewa berwatak keras hati, mudah naik darah tetapi pemaaf dan arif bijaksana. Ia sangat mahir mempergunakan gada, sehingga Bima dan Duryodana berguru kepadanya. Baladewa mempunyai dua pusaka sakti, yaitu Nangggala dan Alugara, keduanya pemberian Brahma.

Ia juga mempunyai kendaraan gajah bernama Kyai Puspadenta. Dalam banyak hal, Baladewa adalah lawan daripada Kresna. Kresna berwarna hitam sedangkan Baladewa berkulit putih.Sebelum perang terjadi, Kresna meminta Baladewa untuk bertapa. Permintaan dari sang adik ini diamini olehnya sehingga ia benar-benar melakukan pertapaan di tempat yang direkomendasikan. 

Prabu Kresna punya siasat untuk mengasingkan agar Prabu Baladewa tidak mendengar dan menyaksikan Perang Baratayuda yaitu dengan meminta Prabu Baladewa untuk bertapa di Grojogan Sewu (Grojogan = Air Terjun, Sewu = Seribu) dengan tujuan agar apabila terjadi perang Baratayuda, Baladewa tidak dapat mendengarnya karena tertutup suara gemuruh air terjun.

Selain itu Kresna berjanji akan membangunkannya nanti jika Baratayuda terjadi, padahal keesokan hari setelah ia bertapa di Grojogan Sewu terjadilah perang Baratayuda.

“Prabu Kresna memiliki Kitab Jitabsara yang berisi skenario perang Bharatayudha, ia jadi tahu kalau Baladewa tidak memiliki musuh tanding sehingga jika ikut perang, pihak Pandawa akan memiliki banyak kemenangan, maka Kresna menipu kakaknya supaya bertapa”. Jelas Ki Bryan sambil tertawa.