KBRT – Produksi kerajinan berbahan limbah di Bank Sampah Trenggalek masih berjalan dalam skala kecil karena terbatasnya tenaga serta pemasaran yang belum stabil. Kondisi tersebut disampaikan Ketua Paguyuban Bank Sampah Trenggalek, Edy Susanto.
Edy menyatakan, pengembangan bank sampah ke depan tidak hanya diarahkan pada produksi rumahan, tetapi juga untuk menjaga keberlanjutan gerakan pengurangan sampah sekaligus memberikan penghasilan bagi para pelakunya.
"Jadi untuk produk-produk daur ulang kita dari Bank Sampah, yang lain di Trenggalek. Kita produksi tapi dalam dalam skala yang masih kecil. Ya ketika ada event-event begitu," kata dia.
Ia menjelaskan, produksi sering kali berhenti saat tahap pemasaran karena permintaan tidak banyak, sehingga para produsen bank sampah tidak mampu membuat kerajinan secara rutin.
"Seperti waktu ada penilaian Adipura kami mulai buat lagi buat dipamerkan dan dijual. Tapi kebanyakan yang beli dari kalangan sendiri," ungkapnya.
Edy menambahkan, gerakan pemilahan dan pengolahan sampah tidak boleh terhenti hanya karena produk inovatif belum terserap pasar.
"Tujuannya kalau produksi itu kan untuk keberlanjutan, baik produk yang kita buat, yang kita pasarkan. Terus kita juga berkembang terus," katanya.
Ia menegaskan, gerakan bank sampah berlandaskan kepedulian lingkungan. Meski bukan mengejar profit, aspek keberlanjutan tetap perlu dipertimbangkan. Hingga kini, penjualan kerajinan belum mampu menutup modal produksi, sehingga sejumlah barang seperti tas, pot, dan tempat sampah dikembalikan kepada unit bank sampah yang membuatnya.
"Sekarang bank sampah induk lebih fokus ke penjualan sampah-sampah pilahan ke mitra-mitra di luar kota," ujarnya.
Edy mencontohkan produk tabungan hias yang pernah dibuat Bank Sampah Induk. Namun, harga jual tidak dapat bersaing dengan produk komersial.
"Seperti tabungan handmade dari sini itu dijual dengan harga Rp 18.000, padahal produk di toko-toko sudah bisa dapat dua dengan fungsi yang sama. Itu masalah kita," kata dia.
Menurutnya, arah pengelolaan limbah perlu ditingkatkan ke skala industri melalui kemitraan dengan pihak yang mampu mengolah sampah dalam jumlah besar.
"Jadi sudah saya sampaikan ke teman-teman, bahwa ke depan produksi barang-barang bekas akan ke arah kerja sama industri yang mau mengolah bahan dari sini," kata dia.
Edy menilai produk inovatif dari pengelola bank sampah sejatinya memiliki nilai, namun gerakan bank sampah juga membutuhkan biaya untuk tetap berjalan. Ia berharap gerakan ini dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab masyarakat terhadap sampah yang dihasilkannya.
"Jadi dengan kita mengembangkan inovasi itu bisa memantik, memacu teman-teman yang lain, komunitas yang lain, supaya lebih semangat di dalam mengelola sampahnya," ujarnya.
Kabar Trenggalek - Sosial
Editor: Zamz















