Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Sidang Perdana Tiga Petani Pakel Banyuwangi, Tim Hukum Ungkap Dakwaan Tidak Jelas

Petani Desa Pakel, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi, menjalani sidang perdana atas tuduhan menyebar berita bohong, di Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi, Rabu (14/06/2023). Sidang dilakukan secara online dengan agenda pembacaan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).Dalam sidang perdana tiga petani Pakel Banyuwangi itu, sekitar 500 warga mendatangi PN Banyuwangi untuk bersolidaritas kepada terdakwa Suwarno (Kepala Dusun Durenan), Untung (Kepala Dusun Taman Glugoh) dan Mulyadi (Kepala Desa Pakel). Ketiga petani Pakel itu sudah ditahan sejak 3 Februari 2023.Salah satu JPU, Robi Kurnia Wijaya, menyampaikan dakwaan, bahwa tiga petani Pakel diduga menyebarkan berita bohong yang mengakibatkan keonaran di kalangan masyarakat. Sehingga, masyarakat Pakel mengelola lahan yang saat ini diklaim melalui Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan PT Bumi Sari.Robi menyebutkan, berita bohong itu didasari oleh akta 1929 yang dimiliki warga Pakel. Akta tersebut diterbitkan oleh Bupati Banyuwangi ke 11, Raden Adipati Aria Mohamad Notoadisoerjo, pada zaman kolonial Belanda, 11 Januari 1929. Akta tersebut menunjuk warga Pakel yaitu Doelgani, Senen, dan Karso, untuk membuka lahan di Desa Pakel seluas 4000 bahu (2.840 hektare).Robi dalam dakwaannya, meragukan keabsahan dari akta 1929. Hal itu berdasarkan keterangan saksi Suparmo (pelapor) setelah mendatangi Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Kantor Sekretariat Negara (Setneg). Suparmo mendapatkan jawaban bahwa akta 1929 itu tidak sah."Suparmo mendapatkan jawaban bahwa surat penunjukkan akta Sri Baginda ratu 1929 tidak sah dan tidak dapat dijadikan dasar sebagai persyaratan mengurus dokumen tanah," ujar Robi.Robi mengatakan, atas akta 1929, pada 11 Januari 2018, Suwarno, Untung, dan Mulyadi mengajak masyarakat untuk merebut kembali tanah di Desa Pakel yang diklaim oleh PT Bumi Sari. Selain itu, masyarakat Pakel melakukan berbagai aksi unjuk rasa di Kantor BPN Banyuwangi untuk mendapatkan legalitas hak atas tanah.JPU membacakan dakwaan kepada Suwarno, Untung, dan Mulyadi, dengan ancaman pidana pasal 14 ayat 2 dan pasal 15 UU RI tahun 1946, juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP."Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun," tulis pasal 14 ayat 2 UU RI tahun 1946.[caption id="attachment_37353" align=aligncenter width=1080] Poster aksi solidaritas pembebasan tiga petani Pakel Banyuwangi/Foto: @rukunpakel (Instagram)[/caption]Menanggapi hal tersebut, tim penasihat hukum warga Pakel, Ahmad Rifai, mengungkapkan adanya ketidakjelasan dalam dakwaan. Salah satunya, pihak JPU tidak menyebutkan secara spesifik bahwa Hak Guna Usaha (HGU) PT Bumi Sari ada di Desa Pakel.Lelaki yang akrab disapa Tedjo itu menyampaikan, pihak JPU juga tidak spesifik menyebutkan tanggal, tahun, dan siapa yang ditemui Suparmo (pelapor) di Kantor KLHK serta Sekretariat Negara. Oleh karena itu, keterangan Suparmo patut diragukan kebenarannya."Apakah benar Suparmo itu mendatangi KLHK dan Kantor Sekretariat Negara? Apakah benar itu jawaban dari Setneg? Kita tunggu di pembuktian nanti. Nanti kami konfirmasi ketika jaksa menghadirkan Suparmo," ujar Tedjo saat dikonfirmasi Kabar Trenggalek.Selain itu, Tedjo mengkritik tuduhan bahwa tiga petani Pakel menyebar berita bohong yang mengakibatkan keonaran di kalangan masyarakat. Terlebih, salah satu keonaran yang disebut JPU dalam dakwaan itu adalah unjuk rasa warga Pakel di Kantor BPN dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi."Tuduhan berita bohong yang mengakibatkan keonaran, itu perspektif penyidik dan jaksa. Bagi warga itu bukan keonaran, tapi kan itu perjuangan, menyatakan pendapat di muka umum. Masa orang aksi dianggap sebagai sebuah keonaran?" tegas Tedjo.Atas dakwaan tersebut, tim penasihat hukum akan melakukan eksepsi atau keberatan di sidang kedua, Rabu, 21 Juni 2023. Salah satu alasan keberatan, yaitu karena tim penasihat hukum menilai dakwaan JPU kurang lengkap, jelas, dan cermat dalam penyusunannya."Kami penasihat hukum dan tiga petani Pakel, sudah sepakat untuk mengajukan keberatan. Soal konsepnya bagaimana eksepsinya, nanti kami sampaikan di sidang kedua," tandas Tedjo.