Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Sebaiknya Perbaiki Layanan Rumah Sakit Sejak dari Tempat Parkirnya, Opini tentang RSUD Trenggalek dr. Soedomo vs RSUD Campurdarat dr. Karneni

Sebulan terakhir ini, saya harus berkunjung ke rumah sakit dikarenakan ada keluarga yang opname. Setidaknya ada dua rumah sakit, yakni RSUD dr. Soedomo Trenggalek dan RSUD Campurdarat. Dari keduanya saya mempelajari suatu hal, bahwa yang namanya pelayanan kesehatan, tidak harus melulu memiliki bangunan bagus, tapi juga pelayanan manusianya.

Rumah sakit dr. Soedomo berbenah setelah mendapat kucuran anggaran dari pemkab Trenggalek. Dana tersebut diperoleh dari gelontoran hutang dana PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) dari negara. Trenggalek mendapat total pinjaman Rp250 miliar, sedangkan untuk membangun RSUD dr. Soedomo menghabiskan alokasi Rp150 miliar. Sedangkan sisanya dibuat untuk pembangunan infrastruktur lainnya. Dana hutang ini 'agak melenceng' dari rencana sebelumnya yang hendak dipakai untuk membangun rumah sakit di Kecamatan Watulimo.

Hal yang paling kentara dari pembangunan tersebut adalah penambahan gedung baru yang tentu lebih megah dari gedung sebelumnya. Lagi, ada penambahan tempat parkir sehingga memiliki 2 tempat parkir, yakni tempat parkir lama yang ada di depan gedung lama dan tempat parkir baru yang berlokasi di depan gedung baru. Menarik untuk diulik, bahwasanya tempat parkir ini mengalami beberapa perubahan kebijakan.

Semula tempat parkir lama dikelola secara manual, yakni dikerjakan oleh keterampilan tenaga-tenaga manusia. Setiap orang yang datang membawa kendaraan motor atau mobil akan di datangi pengelola parkir, tentu saja dengan sejumlah uang yang harus diberikan.

Baru kemudian, manajemen parkir dibuat semi otomatis. Setiap kendaraan yang masuk akan melewati portal (doplangan) yang akan terbuka jika pengendara yang hendak parkir melakukan registers. Saat ini, alat parkir tersebut sudah tidak berfungsi dan cenderung sudah rusak.

Pengalaman Parkir di RSUD dr. Soedomo

Lama tidak berkunjung ke rumah sakit terbesar di Trenggalek ini mengharuskan saya untuk parkir di tempat biasanya, yakni di tempat parkir lama. Semenit parkir kemudian ada penjaga yang menyambangi keberadaan saya lantas menyerahkan karcis yang harus dibayar, tidak banyak, hanya Rp2000 saja.

Kemudian saya bertanya kepada tukang parkir tersebut, jika ingin menuju ke IGD harus lewat mana. Kemudian orang tersebut menjawab bisa melewati gang ini atau lewat gedung baru, karena ternyata IGD berada di gedung baru. Tapi untuk jalan kaki dari parkir lama ke parkir baru relatif jauh, maka saya terpaksa harus parkir di tempat parkir baru.

“Ini kan sudah bayar parkir, nanti parkir di sana apa mbayar lagi?” tanyaku kepada tukang parkir

“Anu mas, bilang kalau di sini sudah bayar” katanya. Saya merasa aman atas jawabannya tersebut.

Tiba di tempat parkir baru, kemudian saya didatangi tukang parkir lainnya, ia menyodorkan karcis untuk saya bayar. Atas penjelasan tukang parkir ditempat lama, kemudian saya mengatakan apa yang direkomendasikan olehnya.

“Mas, saya tadi sudah bayar di depan sana” jelasku.

“Nek mana mas?” tanyanya.

“Di tempat parkir depan” jawabku

“Wes bedo mas, di sana ya di sana, di sini ya di sini” ucapnya.

(catatan: dialog saya dengan tukang parkir memakai bahasa jawa)

Sedari dulu ada yang tidak berubah dari tempat parkir dr. Soedomo menurut pengamatan saya sendiri. Yakni, kurangnya keramahan dan terasa intimidasi kuat dari para tukang parkir.

Karena sedang tidak ingin berdebat, saya langsung membayar karcis yang disodorkan, kemudian langsung menuju IGD. Tetapi saya tidak melupakan kejadian tersebut. Bukan soal uang Rp. 2000. Tetapi soal penataan manajemen, bagaimana mungkin satu atap RSUD dr. Soedomo memiliki 2 manajemen parkir.

Tidak selesai sampai di situ, di dalam rumah sakit, saya menerima aduan dari kakak yang sedang menunggu pasien, katanya perawatnya judes-judes. Mau tidak percaya dengan aduan tersebut, berselang waktu kemudian, saya mendapati kejudesan tersebut.

Tapi tidak akan saya tulis detailnya, mengingat, pengalaman sebelumnya, tulisan berkaitan dengan pelayanan rumah sakit dr. Soedomo membuat ramai masyarakat, seakan menjadi pemantik serta dukungan terhadap masyarakat yang pernah mendapatkan pelayanan buruk.

Pengalaman Parkir di RSUD Campurdarat dr. Karneni

Adik saya sakit, trombositnya turun, ia harus di rujuk dari Puskemas Slawe Watulimo menuju rumah sakit lain yang lebih besar. Pihak menajamen puskesmas menawarkan beberapa rumah sakit rujukan, di antaranya RSUD dr. Soedomo Trenggalek dan RSUD Muhammadiyah Bandung Tulungagung.

Kakak saya yang sebelumnya mendapati pengalaman kurang baik di RSUD dr. Soedomo tidak mau dirujuk di sana dan memiliki Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung. Namun karena keberadaan layanan sudah penuh, akhirnya adik saya dirujuk ke RSUD Campurdarat dr. Karneni.

Saya harus menjenguknya ke sana, alih-alih paham, saya benar-benar baru mendengar rumah sakit tersebut dan mencarinya di Google Maps. Benar saja ada, sehabis magrib sampai dan langsung menuju tempat parkir rumah sakit tersebut.

Menuju tempat parkir, ada loket pembayaran, saya dicegat oleh tukang parkirnya, kemudian ia menyodorkan karcis, saya harus membayar sejumlah Rp. 1000 rupiah. Lantas setelah itu diarahkan kemana saya harus parkir.

Kesan bahwa tukang parkir di RSUD Campurdarat dr. Karneni layak untuk mendapatkan apresiasi adalah ketika kejadian yang akan saya ceritakan ini.

Karena perlu sesuatu, saya harus keluar dari rumah sakit untuk mendapatkan barang yang diperlukan adik saya, otomatis saya harus membawa motor yang telah diparkir. Ketika saya hendak keluar, sama sekali tidak disambangi oleh tukang parkir (tidak seperti di rumah sakit dr. Soedomo Trenggalek bahwa setiap motor parkir yang hendak keluar, selalu dipastikan oleh tukang parkir) tapi saat kembali lagi, saya mendapatkan kesan baik.

Ketika masuk ke tempat parkir, seperti biasa saya menuju pos penjaga terlebih dahulu, seperti sebelumnya. Tapi sesampai di sana ketika saya siap untuk membayar, tukang parkir mengatakan:

Sampun mas, langsung masuk saja, wausampun” ucapnya.

Saya kaget, tukang parkir tersebut mengingat keberadaan saya lantas memberikan pelayanan yang menurut saya sangat di luar ekspektasi. Sekali lagi ini bukan soal uang Rp. 1000. Tapi soal, pelayanan yang baik.

Lantas saya masuk ke tempat parkir dan langsung mengingat kejadian di tempat parkir dr. Soedomo. Hanya soal parkiran saja, sudah sangat mempengaruhi faktor psikologis pasien dan keluarga pasien yang hendak menjenguk.

Pelayanan Rumah Sakit Harus Bagaimana?

Orang yang menuju rumah sakit, baik dari pasien maupun keluarga pasien, tidak ada yang datang dengan bahagia, tidak ada yang berniat datang ke tempat pesakitan ini sama dengan niat saat hendak bertamasya. Semua orang membawa persoalan masing-masing, maka semenjak awal, psikologinya sudah terganggu.

Rumah sakit adalah tempat di aman orang-orang ingin mendapatkan kesembuhan atas penyakit yang diderita, maka segala hal yang bersifat positif harus diberikan kepada pasien maupun kepada keluarga pasien.

Ini bukan soal uang, di rumah sakit tidak ada tawar menawar harga, setiap harga yang disodorkan kepada pasien pasti akan dibayar. Kendati pembayaran dengan BPJS, rumah sakit akan tetap mendapatkan haknya untuk dibayar. Ini adalah soal bagaimana orang ingin dilayani.

Di rumah sakit dr. Soedomo Trenggalek kerap mendapatkan kritik dari masyarakat soal pelayanannya, namun menurut pandangan saya, mereka hanya berbenah pasca kritik itu dilontarkan. Setelah itu?