KBRT – Meninggalnya seorang santri berusia 13 tahun asal salah satu pondok pesantren di Kabupaten Trenggalek pada 3 September 2025 mendapat respons dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) STIT Sunan Giri Trenggalek. Mereka menyampaikan duka cita mendalam sekaligus menyoroti penanganan kesehatan di lingkungan pesantren.
Santri tersebut sebelumnya sempat mendapatkan penanganan dari pihak pesantren sebelum dirujuk ke RSUD dr. Soedomo Trenggalek, tempat ia menghembuskan napas terakhirnya.
Presiden Mahasiswa STIT Sunan Giri Trenggalek, Sabut Miftakhul Firdaus (22), menegaskan bahwa persoalan ini bukan hanya soal keterlambatan penanganan medis, melainkan juga menyangkut pola budaya di pesantren.
“Kejadian ini tak hanya menjadi catatan perbaikan untuk pesantren. Kita semua dan khususnya lembaga pendidikan harus lebih menyadari terhadap masalah-masalah serupa. Terlebih kini pesantren lagi disorot, baik di Trenggalek maupun dari Kemenag agar lebih menekankan perhatian serta pengawasan terhadap penanganan kesehatan di lingkungan pesantren,” ujar Sabut, Jumat.
Ia menilai, berdasarkan pengalamannya mondok, ada budaya pesantren yang perlu diubah, terutama dalam hal penanganan kesehatan.
“Dulu, sepengalaman saya budaya pesantren itu sering kali tidak langsung menyerahkan masalah pengobatan ke tenaga medis. Seperti ‘diobati pakai ini saja sudah sembuh’ atau ‘ditinggal tidur saja akan sembuh’. Nah itu tidak boleh dibiarkan karena masalah kesehatan harus langsung diserahkan ke pihak medis untuk mencegah kejadian serupa,” ucapnya.
Lebih jauh, Sabut menyebut Kementerian Agama (Kemenag) sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas regulasi pendidikan pesantren harus memastikan lingkungan pendidikan yang aman dan nyaman bagi santri.
Selain itu, menurutnya mahasiswa di Kabupaten Trenggalek juga memiliki tanggung jawab moral untuk ikut mengawasi agar pendidikan berjalan aman dan mencerdaskan.
“Insiden tragis ini harus menjadi pelajaran dan alarm. Pendidikan di Trenggalek masih wajib hukumnya untuk terus berbenah. Pesantren adalah lembaga pendidikan tua yang telah banyak melahirkan nama besar. Pesantren sebagai warisan ulama harus tetap relevan dengan zaman,” tegas Sabut.
Ia menambahkan, kejadian seperti ini jangan sampai menjadikan pesantren dipandang sebagai tempat yang menakutkan.
“Kasus pelecehan seksual, kekerasan, atau bahkan terlambatnya penanganan kesehatan kepada santri harus dibenahi agar tak mencoreng pesantren,” ujarnya.
Sabut menekankan, pondok pesantren harus terus berbenah agar marwahnya sebagai lembaga pendidikan yang teruji bisa tetap terjaga.
“Pondok pesantren harus senantiasa berbenah agar marwahnya sebagai lembaga pendidikan yang telah terbukti dan teruji dapat kembali,” kata dia.
Kabar Trenggalek - Mata Rakyat
Editor:Zamz