KBRT – Peristiwa meninggalnya seorang santri berusia 13 tahun di Pondok Pesantren Trenggalek, menimbulkan perhatian. Namun, Kementerian Agama (Kemenag) Trenggalek menegaskan enggan mengusut dugaan kelalaian pihak Pondok Pesantren.
Santri berinisial Z, asal Kecamatan Bendungan, wafat pada 3 September 2025 setelah menjalani operasi usus buntu di RSUD dr. Soedomo.
Kepala Kemenag Trenggalek, Nur Ibadi, menekankan bahwa lembaganya hanya bergerak pada ranah pembinaan dan verifikasi, bukan menentukan ada atau tidaknya kelalaian.
“Rumor itu silakan saja dinilai pihak lain. Kami memastikan pesantren berjalan sesuai regulasi dan fakta di lapangan. Jangan sampai satu kasus ini dianggap gambaran semua pesantren,” katanya.
Ia mengingatkan, Jawa Timur memiliki lebih dari 7.000 pesantren berizin dan sekitar 10.000 lainnya non-izin yang tetap aktif.
“Anak-anak kami juga mondok dan mereka baik-baik saja. Jadi publik jangan langsung men-generalisasi,” tambahnya.
Dokter RSUD menemukan usus buntu Z sudah mengalami infeksi. Operasi dilakukan pada 2 September, namun nyawanya tak tertolong sehari kemudian.
Humas RSUD dr. Soedomo, Sujiono, memastikan penyebab kematian murni karena usus buntu akut. “Kami tidak menemukan bekas penganiayaan,” tegasnya.
Kemenag menilai kasus ini menjadi peringatan agar tata kelola kesehatan di pesantren diperkuat. Nur Ibadi mengimbau orang tua terbuka soal riwayat kesehatan anak sebelum mondok, agar pesantren lebih siap mengantisipasi risiko.
“Kami dorong implementasi Perdirjen Pendis Nomor 4837 Tahun 2022 tentang pola hidup bersih dan sehat dijalankan sungguh-sungguh,” ujarnya.
Ia menambahkan, mayoritas pesantren di Trenggalek sudah memiliki Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren). Namun, komunikasi dengan orang tua tetap menjadi kunci.
“Peristiwa ini harus jadi pelajaran bersama. Pesantren wajib memperkuat pengelolaan kesehatan, sementara orang tua juga perlu jujur soal kondisi anak,” ucap dia.
Kabar Trenggalek - Peristiwa
Editor:Lek Zuhri