Kabar Trenggalek – Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polres Trenggalek berhasil menangkap jaringan peredaran narkoba dalam operasi yang berlangsung hingga ke Provinsi Bali.
Kasat Resnarkoba, AKP Yoni Susilo, menjelaskan bahwa sebanyak 9 tersangka berhasil ditangkap dalam operasi tersebut, empat di antaranya adalah residivis. Selain itu, polisi juga mengamankan barang bukti berupa sabu seberat 22,64 gram.
"Pengungkapan kasus dalam dua bulan terakhir ini berhasil mengamankan 9 kasus, terdiri dari 7 kasus narkotika dan 2 kasus obat keras berbahaya (okerbaya)," ungkap AKP Yoni Susilo dalam konferensi pers yang digelar bersama awak media.
Selain sabu, polisi juga menyita barang bukti berupa 9.377 butir pil Dobel L, 10 unit telepon genggam, dan satu unit sepeda motor. "Kami juga mengamankan uang tunai sebesar 4,8 juta rupiah dan dua buah timbangan. Pengungkapan kasus ini dilakukan di beberapa tempat, baik di wilayah Trenggalek maupun di luar Trenggalek, selama bulan Juli dan Agustus," jelasnya.
Lebih lanjut, penangkapan para tersangka yang diduga sebagai pengedar dan kurir narkoba ini berawal dari informasi yang diperoleh Satresnarkoba, yang kemudian dikembangkan ke wilayah Trenggalek, Bangkalan, hingga Bali. "Semua tersangka yang kami tangkap adalah pengedar dan ada juga yang berperan sebagai kurir. Selama dua bulan ini, mereka berdomisili di Trenggalek dan beberapa di luar Trenggalek," tegas Yoni.
Menurut Yoni, modus peredaran barang terlarang ini dilakukan dengan dua cara, yakni diberikan secara langsung dan menggunakan sistem ranjau. Konsumen narkoba yang ditargetkan diduga berasal dari kalangan swasta.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 114 ayat (1) subsider Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama dua puluh tahun, serta pidana denda paling sedikit Rp1 miliar dan paling banyak Rp10 miliar.
Sementara itu, untuk kasus peredaran obat-obatan keras berbahaya, para pelaku dijerat dengan Pasal 435 jo Pasal 138 ayat (2) dan ayat (3) Sub Pasal 436 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, dengan ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp5 miliar.