Film garapan pemuda Trenggalek masuk nominasi penghargaan nasional. Ia adalah
Yanu Andi Prasetyo, lelaki asal
Kecamatan Gandusari, Trenggalek. Yanu bersama teman-temannya memproduksi film dokumenter berjudul "Ludruk Dahulu, Kini, dan Nanti".Film tentang Ludruk di Jawa Timur itu dilombakan dalam Piala Maya, sebuah penghargaan film tingkat nasional di Indonesia. Film "Ludruk Dahulu, Kini, dan Nanti," masuk nominasi kategori Film Dokumenter Pendek Terpilih.Dalam produksi film itu, Yanu menjadi produser. Sedangkan sutradaranya adalah Reni Apriliana, perempuan asal Surabaya. Mereka tergabung dalam Krida Film, rumah produksi film asal Trenggalek. Yanu mengaku senang dan terharu atas prestasi yang diraih bersama teman-temannya."Perasaan yang pastinya senang dan terharu. Cerita-cerita lokalitas dan personal memiliki ruang untuk diapresiasi. Apalagi Piala Maya ini merupakan salah satu festival film yang sudah lama dan
prestise, apalagi kami hitunganya filmmaker dari daerah," ujar Yanu kepada Kabar Trenggalek.
Sinopsis Film
[caption id="attachment_33018" align=aligncenter width=1280]
Eka Sanjaya, Ketua Ludruk Suromenggolo, saat proses pembuatan film "Ludruk Dahulu, Kini, dan Nanti"/Foto: Krida Film [/caption]Yanu mengatakan, sinopsis film "Ludruk Dahulu, Kini, dan Nanti," menceritakan tentang keberadaan Ludruk Tobong kian tergerus oleh zaman. Ludruk Tobong adalah kerja seni pertunjukan mandiri dengan penghasilan yang didapatkan dari penjualan tiket.Saat ini, para seniwati Ludruk Tobong berjuang keras untuk mempertahankan kesenian yang menghidupinya sejak dahulu. Eka Sanjaya, pemimpin Ludruk Suromenggolo, Kabupaten Ponorogo, berupaya manghalau stigma negatif dari transpuan melalui media kebudayaan."Kini Eka Sanjaya terus berupaya memperbaiki kualitas pementasan Ludruk sehingga anggota ludruknya sejahtera dan memiliki kegiatan yang positif. Pelaku seni Ludruk lainnya, seperti Kirun, Yesi, Risda, Dirman turut mengejawantahkan bagaimana Kesenian Ludruk Dahulu, Kini, dan Sekarang," terang Yanu.
Latar Belakang Film
[caption id="attachment_33019" align=aligncenter width=1280]
Yanu Andi Prasetyo merekam kegiatan untuk film Ludruk Dahulu, Kini, dan Nanti/Foto: Krida Film [/caption]Yanu dan teman-temannya memulai mengenal tema Ludruk sejak tahun 2019. Berawal dari rasa penasaran ketika mereka melewati jalan alternatif ke Solo, ada sebuah pertunjukan yang setiap malamnya pentas di daerah perbatasan Ponorogo-Magetan."Pada tahun 2022 kemarin, kami dapat pendanaan dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan melalui program dana indonesiana. Saya bersama Reni sebagai sutradara dan Bibit sebagai line produser akhirnya menggodok tema ini lebih serius," katanya.Menurut Yanu, Ludruk merupakan salah satu kesenian yang dulunya dipakai sebagai sebuah “alat untuk berjuang”. Hingga kini, kesenian ini masih terus dilestarikan sebagai hiburan rakyat meskipun kian beragam gempuran modernisasi. Namun, beberapa kelompok ludruk masih bertahan meski terpingirkan dari area perkotaan.Selain itu, konsep menjadi travesti (lakon perempuan diperankan oleh laki-laki) di atas panggung Ludruk, menjadi sebuah kesempatan yang sangat relevan bagi para transpuan dalam mengekspresikan dirinya."Mereka yang selama ini terpinggirkan dan tidak dianggap di masyarakat seakan memiliki ruang untuk berkarya dengan melestarikan kesenian. Namun tantangan yang mereka hadapi adalah bagaimana membuat kesenian ludruk ini bisa eksis di tengah masyarakat yang menggandrungi budaya modern," ucap Yanu.Yanu memandang, panggung-panggung seni pertunjukan tradisional Ludruk, khususnya Ludruk Tobong, kini menjadi semakin sepi ditinggal penonton. Hal ini berimbas pada keberlangsungan kelompok-kelompok ludruk yang satu persatu tumbang karena kehilangan minat penontonnya."Di tengah banyaknya yang hilang, hanya ada segelintir kelompok yang masih bertahan. Film dokumenter ini berusaha menceritakan sejarah Ludruk, masa kejayaan, konflik yang dihadapi, serta bagaimana peran mereka di mata masyarakat dan kesenian masa depan," terangnya.
Pesan kepada Masyarakat
[caption id="attachment_33020" align=aligncenter width=1280]
Pertunjukan Ludruk Tobong oleh kelompok Ludruk Suromenggolo, Ponorogo/Foto: Krida Film [/caption]Reni Apriliana, sutradara film "Ludruk Dahulu, Kini, dan Nanti" menilai, banyak kesenian yang lahir dan berkembang di masyarakat, namun berakhir karena dinilai tidak relevan lagi oleh perkembangan zaman. Ludruk Tobong menjadi salah satunya. Semangat melestarikan budaya dipikul oleh transpuan yang memiliki jiwa seni."Saya melihat bagiamana mereka [seniwati ludruk] berupaya mempertahankan kesenian yang selama ini menghidupinya. Meski digempur oleh zaman, mereka tidak berhenti berinovasi agar Ludruk tetap digemari," ujar ReniSebagai pembuat film yang lahir dan dibesarkan di wilayah Jawa Timur, Reni merasa dekat dengan kidungan-kidungan Ludruk dan lawakan-lawakan dengan cirinya yang khas."Oleh karena itu, film dokumenter ini penting untuk merekam dan mengabadikan keberadaan, bahwa mereka [seniwati ludruk] ada dan tetap ada meski zaman sudah berbeda," pesan Reni.Ada beberapa pemeran dalam film "Ludruk Dahulu, Kini, dan Nanti". Eka Sanjaya sebagai Ketua Ludruk Suromenggolo, Abah Kirun sebagai Tokoh Maestro Ludruk, serta Yesi sebagai Seniwati Ludruk. Kemudian, Luluk sebagai Seniwati Ludruk dan Dirman sebagai Tokoh Kesenian Ponorogo.Selain "Ludruk Dahulu, Kini, dan Nanti", ada empat film dokumenter lain yang masuk nominasi penghargaan Piala Maya tingkat nasional. Ada film Bebenjangan oleh Belva Atsil Rismayandi, Kemarin Semua Baik-Baik Saja (A Letter To The Future) oleh Kurnia Yudha F, Memutar Limbah Peradaban oleh Andi Hutagalung, dan Romansa Di Balik Pagar Akal oleh Rifqi Asha.Lima film itu berhasil masuk nominasi penghargaan Piala Maya setelah bersaing dengan ratusan peserta lain dari seluruh Indonesia. Total, ada sejumlah 244 peserta yang ikut dalam lomba penghargaan film Piala Maya. Berikutnya, akan ada pengumuman pemenang terpilih dari Piala Maya.Tak lupa, Yanu membagikan kata-kata inspirasi dan motivasi kepada pemuda Trenggalek lain yang ingin berprestasi di bidang film."Jangan takut untuk berkarya, mulai dari hal hal terdekat, berkarya dengan jujur dan saya percaya bahwa setiap karya memiliki penonton atau penikmat sendiri," tandas Yanu.
Poster Film:[caption id="attachment_33017" align=aligncenter width=1131]
Poster film Ludruk Dahulu, Kini, dan Nanti/Foto: Krida Film [/caption]