Baca juga: Belajar Menjaga Lingkungan dari Wisata Tebing Lingga Trenggalek“Harapannya, aku ikut lomba sebagai pintu di Trenggalek, kita ngomongin industri kreatif film. Jadi film bukan hanya sekedar hobi tapi pekerjaan, proses belajar, film bisa ngomongin banyak hal. Kemudian, lokalitas di trenggalek itu masih banyak banget yang bisa kita explore. Kami ajak teman-teman lokal di Trenggalek,” ujarnya.Saat ini film Menunggu Hari yang Riang masih belum bisa ditonton secara umum. Terbitnya film Menjemput hari yang Riang dari Yanu dan teman-temannya, membuat masyarakat Trenggalek penasaran.Berikut susunan penggarap film Menjemput Hari yang Riang:Sutradara : Reni AprilianaProduser :Yanu Andi PrasetyoPenulis naskah :Reni AprilianaLine Produser :Jahabidz Marha Shoffiyah Al-AfiahDirector of Photography : NurhadiSound Designer :Achmad Lutfi PrasetyaEditor : Tommy Gustiansyah PutraArt Director : Daiva EndaMUA & Wardrobe :Fitriana Wahyu MutoharohRunner :Dananjaya Anggoro JatiAss Camera :Ahmad Saksono WibowoPoster design : Galih AdicahyanaScript continuity : Kurnia Septa ErwidaTallent:Novita Puteri Mulyasari, sebagai SasaDina Ilhami, sebagai AnaThanks to:Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kab TrenggalekPemerintah Kecamatan MunjunganPemerintah Kecamatan DongkoKepala Desa Ngulung WetanKepala Desa PandeanPokdarwis Ngulung WetanPokdarwis PandeanBaca juga tulisan lainnya di kabartrenggalek.com tentang PRESTASIPara Pemuda Trenggalek Berprestasi Sepanjang Tahun 2021
Pemuda Trenggalek Raih Juara 1 Lomba Film Pendek Pesona Wisata Jawa Timur
Kabar Trenggalek - Yanu Andi Prasetyo, pemuda asal Kecamatan Gandusari, Kabupaten Trenggalek, bersama teman-temannya berhasil meraih juara 1 dalam kategori Lomba Film Pendek Pesona Wisata Jawa Timur. Lomba film pendek itu merupakan salah satu kategori dalam agenda East Java Tourism Award.“Seneng sudah menang ya. Kemenangan ini sebagai bukti bahwa di Trenggalek ada sektor film yang bisa menjadi sarana promosi dan layer filmnya gak cuma visual tapi di situ ada cerita,” ujar Yanu.Film yang menjadi juara 1 itu berjudul “Menjemput Hari yang Riang”, di mana Yanu sebagai produsernya. Yanu menceritakan, film Menjemput Hari yang Riang, menggabungkan unsur wisata dan romansa.“Sebenarnya film ini menceritakan wisata tapi disimbolkan ke kegiatan romansa. Ada tokoh perempuan, dia putus dengan kekasihnya dan susah move on. Kemudian cara menyelesaikan susah move on itu, dia keliling di Trenggalek,” jelas Yanu.Baca juga: Rekomendasi Liburan Tahun Baru, Menjajaki Goa Lowo Trenggalek Terpanjang Se-Asia TenggaraMenurut Yanu, film Menjemput Hari yang Riang memiliki dua makna. Pertama, seseorang yang berusaha untuk move on dari mantan kekasihnya. Kedua, destinasi pariwisata yang kembali dibuka.“Jadi diibaratkan juga seorang yang patah hati, sakit, kemudian dia mencoba untuk menatap hari yang riang. Kemudian kita ngomongin pariwisata yang sebelumnya mandek, kemudian ada secercah harapan di sektor wisata,” kata Yanu.“Film ini menggambarkan wisata sebagai sarana healing [pemulihan]. Jadi cerita-cerita ringan sih, sebenernya. Riang berarti bisa move on dan pariwisata dibuka kembali. Jadi ada dua makna di dalam film itu,” tambahnya.Film Menjemput Hari yang Riang mengambil setting di Desa pandean dan Desa Ngulungwetan, Kecamatan Munjungan, Trenggalek. Yanu sebagai produser dan Reni Apriliana sebagai penulis naskah film. Mereka melakukan kerja-kerja kreatif di Krida Film.[caption id="attachment_5854" align=aligncenter width=1200] Tropi dan sertifikat juara 1 Lomba Film Pendek Pesona Wisata Jawa Timur/Foto: Dokumentasi Yanu[/caption]Baca juga: Menunggu Wajah Baru Alun Alun Trenggalek Bergaya Arsitektur Jawa Kuno“Aku dan reni di krida film kan, proses kreatif kami itu sebenernya dari hal-hal terdekat. Kami ngomongin setting Trenggalek. Kemudian apa sih yang terdekat dengan aku dengan Reni? Kami ngomongin romansa aja, tentang cinta,” ucap Yanu.“Kemudian kami riset. Kan setting film itu cewek umur 20 sampai 23, kayak apa sih dia melihat kalau dia ditinggal cowoknya?” imbuhnya.Cerita di film Menjemput hari yang Riang merupakan cerita ringan. Tapi ada sisi-sisi simbolik seperti pasir, kemudian laut yang tak berujung itu berarti masih banyak masa depan yang tidak diketahui. Selain itu, ada unsur unsur Desa Wisata Ngulungwetan dan Desa Wisata Pandean.“Karena ada unsur lokalitas, kami masukkan itu setting sebuah pertunjukkan. Kemudian ada kuliner lodho. Jadi film ini sebagai promosi wisata Desa Ngulungwetan dan Pandean,” ungkap Yanu.Baca juga: Keindahan Wisata Pantai Kebo Trenggalek, Rekomendasi Liburan Saat Covid-19 MeredaDalam proses pembuatan film ini, Yanu memberanikan diri berproses dengan orang-orang lokal dan teman-teman di Trenggalek, yang baru pertama kali membuat film. Selain teman-teman di Trenggalek, Yanu juga dibantu oleh temannya selama kuliah di Solo, Jawa Tengah.“Misal ada yang berpotensi di sound, cuma kan belum mengerjakan film. Kemudian di sini ada yang bisa ngambil gambar bagus, cuman kalau di film kan beda lagi prosesnya. Nah hal-hal itu yang menarik sebagai produser. Banyak orang, banyak kepala, mengoordinasi,” cerita Yanu.“Itu yang membuat pengalaman baru, yang menantang dan prosesnya saling belajar. Kemudian sama temen-temen Pokdarwis [kelompok sadar wisata], mereka baru tahu kalau membuat film harus diulang beberapa jam. Kan juga hal baru gitu,” tambahnya.Yanu menceritakan, prestasi yang ia dan teman-temannya dapatkan itu sebagai awal sebelum memproduksi film-film yang lain. Masih ada muatan-muatan lokal di Trenggalek yang bisa dieksplorasi dalam sebuah film.
Tinggalkan komentar
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai dengan *