KBRT – Lampu-lampu di kamar dan lorong RSUD dr. Soedomo Trenggalek tetap menyala terang, kendaraan keluarga pasien datang silih berganti. Namun, di sudut belakang rumah sakit, kios-kios pedagang tampak sepi. Etalase yang biasa dipenuhi makanan kini hanya menyisakan piring dan mangkuk kosong. Salah satunya adalah kios milik Wiwid.
Wiwid, warga Desa Ngentrong, Kecamatan Karangan, Trenggalek, merupakan pedagang yang sudah berjualan di RSUD dr. Soedomo sejak tahun 2013. Ia menyaksikan langsung perkembangan kawasan itu, dari yang dulu belum ada kios hingga kini berdiri deretan lapak permanen. Namun, sejak beberapa waktu terakhir, Wiwid mengaku pendapatannya menurun drastis.
“Sekarang sepi banget, sudah hampir sebulan saya tidak berjualan makanan saking sepinya,” ujar Wiwid.
Dulu, ia masih bisa menjual satu kilogram nasi setiap harinya, seperti pecel dan lodho. Kini, ia terpaksa berhenti menjual makanan berat karena takut tidak laku dan harus dibuang. Untuk tetap bertahan, Wiwid kini hanya menyediakan barang-barang kebutuhan pasien seperti minyak kayu putih, popok, baju berbagai usia, hingga ember.
Makanan ringan seperti roti, snack, dan mi instan masih tersedia di kiosnya. Selain itu, ia juga melayani pesanan keluarga pasien seperti teh jahe, kopi, dan teh hangat.
“Saya buka 24 jam, tapi sekarang kalau sudah malam saya tinggal tidur karena tidak ada yang beli,” terangnya.
Wiwid tidur di belakang etalase kiosnya dan sesekali terbangun jika ada pembeli yang datang malam hari. Ia menyebut, saat ini hanya ada dua pedagang yang masih buka 24 jam di kawasan RSUD dr. Soedomo.
Setiap pagi, Wiwid digantikan oleh karyawannya untuk menjaga kios. Ia pulang ke rumah dan kembali lagi sore harinya. Berjualan di RSUD Soedomo merupakan satu-satunya pekerjaan yang ia andalkan hingga saat ini.
“Sebenarnya masih pengen jualan nasi, tetapi masih takut kalau tidak laku dan terpaksa dibuang,” tandasnya.
Kabar Trenggalek - Sosial
Editor:Zamz