Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Ponorogo Belum Masuk Kota Kreatif UNESCO, Pegiat: Hulu Hilirnya Perlu Digali Lagi

Arief Wicaksono, Focal Point dari Pekalongan Creative City Forum, memberikan tanggapan soal Kabupaten Ponorogo belum masuk Kota Kreatif UNESCO. Tanggapan itu disampaikan usai gelaran Seminar Nasional Ponorogo Creative Festival, Kamis, 25 Mei 2023 lalu. Arief menyoroti pentingnya penggalian lebih terhadap produk kebudayaan dari hulu hingga hilir.Sebagai informasi, Jaringan Kota Kreatif UNESCO atau dalam bahasa Inggris UNESCO Creative Cities Network (UCCN) merupakan proyek UNESCO yang diluncurkan sejak tahun 2004.Proyek ini dimaksudkan untuk mempromosikan kerjasama jaringan antar kota dengan menitikberatkan kreatifitas sebagai faktor utama dalam pengembangan kota berkelanjutan.Melansir situs resmi UNESCO tentang kota kreatif, hingga saat ini hampir 300 kota di seluruh dunia telah tergabung dalam jaringan yang bertujuan untuk menempatkan budaya dan industri kreatif sebagai inti rencana pembangunan.Terdapat tujuh bidang kreatif dalam jaringan kota kreatif dunia versi UNESCO, yakni Kerajinan dan Seni Rakyat, Seni Media, Film, Desain, Gastronomi, Sastra serta Musik. Adapun pemerintah Kabupaten Ponorogo berwacana untuk bergabung dalam UCCN di kategori Craft and Folk Arts (Kerajinan dan Seni Rakyat). Kesenian Reog Ponorogo akan menjadi budaya unggulan untuk tergabung dalam UCCN.Arief menyampaikan bahwa Reog Ponorogo sebagai warisan budaya tak benda perlu digali lagi. Hal ini Ia sampaikan mengingat perlu ada rantai nilai kreasi, produksi, distribusi, konsumsi hingga konservasi untuk meraih UCCN."Terus dari hulu hilirnya perlu digali lagi. Misalnya di Pekalongan itu sudah ada mulok [muatan lokal] batik, ada musium batik, ada universitas yang prodinya batik, dan lain sebagainya," ujar Arief saat wawancara langsung, Kamis (25/05/2023).Sebagai informasi, terdapat 18 indikator kota kreatif UNESCO yang harus dipenuhi. Selain itu, terdapat penekanan pada eksistensi komunitas kreatif dalam membangun kota kreatif. Komunitas kreatif berperan penting dalam rangka pengembangan kebudayaan."Misalnya di sini ada komunitas fotografi, ya ciptakan lomba fotografi tentang Reog, apapun, dengan narasinya. Juga yang film, mungkin bisa film dokumenter tentang Reog. Musik itu bisa dipadupadankan dengan Reog, kuliner pun begitu," tambah Arief.Saat ditanya masalah sinergisitas dari seluruh elemen komunitas daerah, Arief menekankan pentingnya fokus bersama untuk pengembangan kebudayaan."Tadi saya bilang, lepas ego. Lepas ego itu sangat penting sekali. Kita harus yang di Ponorogo melihat, fokus satu: Reog," tandasnya.Arief juga berpendapat bahwa Reog Ponorogo sebagai warisan budaya dalam kota kreatif baiknya memiliki nilai ekonomi yang tinggi bagi masyarakat. Hal ini senada dengan salah satu indikator UCCN yang perlu dipenuhi yakni aspek ekonomi dan dinamika sektor budaya.Dalam keterangan UNESCO, aspek ekonomi dari sektor budaya perlu dibuktikan dengan data kontribusi pembangunan ekonomi, lapangan kerja, jumlah perusahaan budaya dan lain sebagainya."[Reog Ponorogo] sebagai warisan budaya kita yang perlu dijaga dan dilestarikan, syukur-syukur bisa menjadi suatu nilai ekonomisnya yang tinggi. Itu nilai plusnya di situ," ujar Arief.Berkaca pada apa yang telah dilakukan Pekalongan menuju UCCN, Arief menekankan agar inisiasi juga bersumbu dari elemen komunitas masyarakat."Untuk kata kunci nya jangan menunggu. Apa yang bisa dilakukan, lakukanlah. Walaupun mulai dari komunitas terkecil," ujar Arief.Arief juga menjelaskan bahwa indikator masalah dan rintangan yang ada menuju pengembangan kebudayaan perlu dituntaskan bersama-sama."Semua kota sebenarnya ada problem, dan problem di Pekalongan walaupun sudah UCCN itu masih berat juga karena di Pekalongan sekarang masih ada [banjir] rob, terus masalah limbah batik, itu tugas kita juga yang harus disesaikan. Walaupun yang susah banget ya, tapi kita harus berjuang. Sekecil apapun yang kita lakukan untuk kebaikan yang lakukan lah aja, jangan menunggu, istilahnya gitu," pungkas Arief.