KBRT – Musim panen cengkeh membawa berkah tersendiri bagi para buruh petik di Trenggalek, terutama di wilayah Kecamatan Watulimo. Dalam sehari kerja, buruh petik bisa mendapatkan upah hingga Rp150 ribu, dengan rata-rata hasil panen mencapai 20 kilogram cengkeh bersih per orang.
Septa Cahyo, salah satu buruh petik cengkeh asal Watulimo, mengaku bekerja selama 9 jam per hari, dimulai sejak pukul 06.30 hingga 15.30 WIB. Ia bisa memanen satu hingga empat pohon per hari, tergantung ukuran dan kesuburan pohon.
“Waktu saya bekerja dari pukul 06.30 sampai 15.30 WIB. Sehari rata-rata dapat sekitar 20 kg. Sehari itu bisa satu pohon, ada satu pohon tidak habis, bahkan 4 pohon, tergantung banyaknya bunga cengkeh serta besarnya pohon,” ujar Septa.
Meski hasil yang didapat terbilang cukup, pekerjaan ini penuh risiko. Septa menyebut cuaca menjadi tantangan utama. Meski hujan dan angin kencang, para buruh tetap memanjat karena harus segera memetik cengkeh sebelum bunga mekar dan kehilangan nilai jual.
Ketinggian pohon yang dipanjat pun bervariasi, mulai 10 hingga 15 meter. Alat bantu yang digunakan antara lain tangga, karung kecil, dan "gantol" – besi sepanjang dua meter untuk menjangkau ranting yang jauh.
“Ketinggian pohon bervariasi 10 sampai 15. Alat tangga, karung kecil, dan gantol,” jelasnya.
Selama satu bulan terakhir, Septa sudah berpindah dua lokasi panen. Pemilik kebun, menurutnya, lebih memilih menggunakan jasa buruh panen karena kewalahan menangani pohon yang banyak, atau karena tak bisa memanjat sendiri.
“Rata-rata kadang pemilik kebun kewalahan untuk petik sendiri dan ada juga yang tidak bisa panjat pohon,” kata Septa.
Menurut Septa, upah buruh petik cengkeh saat ini relatif stabil dan cenderung naik tiap musim. Dua musim terakhir, upah berkisar Rp150 ribu per hari, tanpa potongan. Semua fasilitas mulai dari alat panen, makan dua kali sehari, hingga uang bensin ditanggung pemilik kebun.
“Rp150 ribu itu masih dua musim terakhir ini. Kalau dulu ya Rp100 ribu, Rp125 ribu. Bahkan dulu pernah Rp100 ribu ngepas, itu sudah include bensin, makan kita sendiri. Sekarang peralatan pun disiapkan yang punya kebun, kita cuma kehilangan tenaga,” ungkapnya.
Ia menambahkan, fluktuasi harga cengkeh tidak memengaruhi besaran upah buruh. Yang jadi acuan justru adalah harga kebutuhan pokok. “Upah buruh itu tergantung pasarannya dan kebutuhan, harga cengkeh tidak mempengaruhi harga buruh,” imbuhnya.
Karena bersifat musiman, Septa harus berpindah profesi saat tidak ada panen. Ia biasa menjadi pedagang durian saat musim tiba, atau bekerja serabutan lainnya yang bisa menghasilkan uang.
“Memilih buruh cengkeh karena saat ini ya adanya itu. Jadi saya bekerja itu mengikuti musim, mana yang ada hasilnya itu saya kerjakan,” tandasnya.
Kabar Trenggalek - Ekonomi
Editor:Zamz