Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC / Click X icon to close

My Account

Pengais Pasir Pogalan Tak Bisa Bekerja, Debit Sungai Ngasinan Trenggalek Tinggi

  • 16 Jun 2025 10:00 WIB
  • Google News

    Poin Penting

    • Debit Sungai Ngasinan meningkat sejak hujan deras pada 19 Mei 2025

    • Sedikitnya 20 warga pengais pasir terdampak langsung

    • Pasir yang sudah ditumpuk untuk dijual ikut hanyut

    KBRT – Curah hujan yang tinggi dalam beberapa pekan terakhir menyebabkan debit air Sungai Ngasinan di Desa Pogalan, Kecamatan Pogalan, Kabupaten Trenggalek, sering meluap. Kondisi tersebut membuat para pengais pasir tradisional di sekitar RT 23 dan RT 25 tidak bisa bekerja karena luapan air yang membahayakan keselamatan.

    Sejak banjir pertama terjadi pada 19 Mei 2025, sekitar 20 warga yang menggantungkan hidup dari mengais pasir di bantaran sungai terdampak langsung. Hujan yang terus mengguyur membuat air sungai sulit surut dan aktivitas pengambilan pasir pun terhenti.

    “Sudah tak berani, kalau malam hujan paginya air di pinggiran sungai sudah seatas kepala tingginya,” ujar Kodir, salah satu pengais pasir.

    Kodir mengungkapkan, saat banjir pertama datang, rumahnya di RT 23 turut terendam air setinggi setengah meter lebih. Setelah kejadian itu, ia tidak bisa bekerja selama sepuluh hari karena debit air tetap tinggi dan mengancam keselamatan.

    Ia juga menyebut pasir-pasir milik warga yang telah dikumpulkan di pinggiran sungai ikut terendam dan tidak bisa diselamatkan. Menurutnya, belasan pengais pasir lain juga tidak dapat beroperasi setiap kali malam diguyur hujan.

    “Mencari pasir itu penghidupan warga sini. Seperti saya dari tahun 1989 sampai sekarang ya masih ngais pasir, sawah juga tidak punya. Kalau tidak bisa kerja ya terpaksa narik uang simpenan,” terangnya.

    ADVERTISEMENT
    Migunani

    Kodir tidak sendirian. Beberapa temannya yang ditemui di lokasi mengaku belum bekerja sejak pagi itu. Jika air surut pada siang atau sore hari, sebagian dari mereka akan tetap mencari pasir. Namun, hari itu mereka hanya menunggu pembeli.

    “Jadi pengais pasir di sini itu kalau tak banyak berdoa dan sabar bisa pusing karena tidak laku-laku,” katanya.

    Kodir menjelaskan, sistem penjualan pasir di wilayah tersebut dilakukan secara bergiliran antar sesama pengais. Jika ada mobil pikap atau truk pembeli yang datang, maka hasil pasir diberikan kepada warga yang mendapat giliran menjual.

    Jika pembeli sepi, menurutnya, seorang pengais bisa menunggu hingga lebih dari sepuluh hari untuk mendapatkan penghasilan. Saat ini, jumlah pembeli masih relatif stabil dengan dua hingga tiga pembeli datang setiap hari. Setiap rit atau satu pikap pasir dijual seharga Rp250.000.

    “Ibaratnya sungai sini itu sawahnya warga. Ngais pasir agar bisa makan. Meski akhir-akhir ini tidak bisa cari karena hujan, kalau airnya dangkal ya tetap cari,” pungkas Kodir.

    Kabar Trenggalek - Mata Rakyat

    Editor:Zamz