Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC / Click X icon to close

Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Login ke KBRTTulis Artikel

Meski Naik 14 Persen, Warga Trenggalek Rasakan Dampak Kenaikan PBB-P2 Tahun 2025

  • 20 Aug 2025 12:00 WIB
  • Google News

    KBRT - Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) tahun 2025 mulai dirasakan masyarakat di Kabupaten Trenggalek. Perubahan terjadi setelah persentase Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) untuk objek pajak permukiman naik dari 30 persen menjadi 40 persen.

    Data tersebut tertuang dalam Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 5 Tahun 2025 yang menggantikan Perbup Nomor 39 Tahun 2024. Jika sebelumnya NJKP untuk seluruh kategori tanah dipukul rata 30 persen, kini pemerintah membedakan berdasarkan klasifikasi lahan.

    Pajak Rumah Naik Rp 20 Ribu

    Misna Pranata (60), warga RT 12 RW 03 Desa Karangsuko, Kecamatan Trenggalek, mengaku pajak rumah yang ditempati bersama keluarganya mengalami kenaikan. Dari data yang ia akses melalui laman E-SPPT Kabupaten Trenggalek, jumlah pajaknya naik dari Rp 58.500 pada 2024 menjadi Rp 78.000 di 2025.

    “Tahun lalu pajak saya Rp 58.500, kalau tahun ini Rp 78.000, selisih Rp 20.000,” ujarnya.

    Meski ada kenaikan, Misna mengaku tidak merasa terbebani. Namun, ia menilai sebagian warga lain yang kondisi ekonominya rentan bisa saja kesulitan membayar.

    “Nanti hasil pajak itu kan manfaatnya kembali ke rakyat, misal ada jalan rusak ya harus segera diperbaiki. Intinya pelayanan pemerintah harus berbanding lurus dengan kenaikan pajak,” kata Misna.

    Petani Tua Menanggung Dua Objek Pajak

    Cerita berbeda datang dari Suratin (72), warga RT 7 RW 3 Desa Sukorame, Kecamatan Gandusari. Ia harus membayar pajak untuk dua objek sekaligus: lahan persawahan dan rumah sederhana tempat ia tinggal sendirian.

    ADVERTISEMENT
    Migunani

    “Pajaknya naik, tahun kemarin semua jumlahnya Rp 31.000, tapi tahun ini jadi Rp 42.500,” ujarnya.

    Tahun ini, pajak sawahnya naik dari Rp 21.000 menjadi Rp 29.000. Sedangkan rumah yang ditempati naik dari Rp 10.000 menjadi Rp 13.210.

    Secara nominal, kenaikan itu terbilang kecil. Namun, bagi Suratin yang sudah sepuh, tambahan beban tetap terasa berat. Sawahnya sering tidak tergarap karena tidak ada tenaga, sementara kebutuhan sehari-hari ia penuhi dari bantuan sosial tiga bulanan serta dukungan anak-anaknya.

    “Kemarin di awal tahun surat tagihannya diantar ke rumah oleh ketua RT, untungnya saya masih pegang uang jadi saya bayar langsung,” tutur Suratin.

    Menariknya, dalam SPPT yang ia terima, tertera NJKP sebesar 40 persen, padahal menurut Perbup 5/2025, lahan produksi pangan seharusnya tetap di angka 30 persen. Meski demikian, Suratin memilih tidak mengajukan keberatan.

    “Mau keberatan namanya juga pajak, diminta ya saya bayar,” ucapnya pasrah.

    Kawan Pembaca, Terimakasih telah membaca berita kami. Dukung Kabar Trenggalek agar tetap independen.

    Kabar Trenggalek - Mata Rakyat

    Editor:Zamz