Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Merindukan Telo Godok Sambel Kresek Saat Musim Hujan

Kemarau panjang telah berakhir, kini tidak ada lagi berita-berita soal kekeringan. Musim hujan yang biasanya datang di bulan-bulan menjelang akhir tahun, malah hadir di bulan Januari Februari. Sebagai manusia tentu hanya bisa menerima sambil bertanya "kenapa musim-musim kini tidak berada pada bulannya?"

Minggu 11 Februari 2024 pas tengah hari, 3 hari sebelum pemilihan presiden, hujan turun di Trenggalek, tepatnya di Kelurahan Surodakan. Sebelumnya, awan pekat hitam di langit telah memberi petanda bahwa sebentar lagi hujan turun, pun dengan suara menggelegar gluduk, seakan langsung meredupkan semangat untuk pergi keluar rumah. Ya, tak perlu menunggu lama, hujan pun turun.

Aku sedang duduk di teras rumah saat hujan turun, tiupan angin yang datang ternyata cukup kuat untuk mengantarkan bias air hujan dan memercik ke wajahku. Lalu tiba-tiba ingatan tentang masa kecil terlintas dipikiran.

"Udan-udan ngeneki enake mangan telo godok karo sambel kresek" (hujan-hujan begini enaknya makan ketela rebus dan sambal kresek).

Dahulu, sebagai anak yang dilahirkan dari keluarga petani, untuk mendapatkan singkong merupakan hal mudah, tinggal datang ke kebun samping rumah maka akan didapati pohon-pohon singkong. Istilah yang dipakai untuk memanen ketela pohon ini disebut "njebol telo". Yakni mengeluarkan umbi singkong dari dalam tanah.

Awal mula, kita perlu untuk mengetes seberapa kuat umbi singkong menancap di tanah. Caranya dengan menarik kuat-kuat pohon singkong ke atas. Jika umbi singkong langsung bisa dicabut, lantas dilanjutkan ke pohon singkong berikutnya. Namun jika tidak kuat, harus memakai alat. Seperti cangkul atau memakai alat pengungkit lainnya.

Setelah mendapatkan umbi singkong secukupnya, baru mengupas kulitnya dan diteruskan dengan mencuci hingga bersih. Cukup mudah memastikan singkong bersih atau belum, karena warna daging umbi singkong berwarna putih, mudah untuk membedakan warna kotoran lainnya. Habis dicuci baru kemudian daging singkong dipotong-potong seperlunya, untuk kemudian direbus.

Mengingat-ingat singkong, malah terlintas dipikiran tentang food estate, program ketahanan pangan yang digagas pemerintah dengan estimasi anggaran 108,8 triliun. Lantas tanah yang dipaksa terpisah dari pepohonan kemudian diganti dengan tanaman singkong. Tapi nahas, kabarnya singkongnya tidak tumbuh sesuai rencana. Tanaman yang meski pohonnya dilempar sembarangan saja ke tanah bisa tumbuh subur, ternyata tidak berhasil ditanam pemerintah. Aku curiga, jangan-jangan pohonnya ditanam terbalik, yang seharusnya menghadap ke atas malah dihadapkan ke bawah.

Aku pernah menanam singkong, hal pertama yang diajarkan bapak adalah membedakan arah tumbuh pada pohon. Dengan cara mengamati bekas-bekas tempat munculnya tangkai daun yang ada di pohon. Memang butuh ketelitian untuk pemula. Jika salah, singkong tidak bisa tumbuh karena arah tumbuhnya keliru. Harusnya ke atas malah diarahkan ke bawah.

Oh ya, tidak semua singkong memiliki tekstur empuk, terkadang aku mendapati umbi singkong rebus yang keras, meski kerasnya masih bisa dikunyah. Tapi orang-orang desa sangat menyukai daging singkong bertekstur empuk dan lembut. Biasanya itu ditentukan dari faktor tanah.

Aku pernah menandai di mana lokasi pekarangan yang bisa menghasilkan singkong bertekstur empuk. Mungkin saja kandungan mineralnya melimpah dan sesuai dengan keinginan singkong sehingga membuat ia bahagia dan tumbuh sempurna. Tapi menurut pengalaman, menanam singkong di tempat becek bukan hal bagus. Ia tak dapat tumbuh baik.

Singkong yang telah matang direbus paling nikmat dihidangkan panas-panas. Kepulan asap yang keluar menambah estetika hangat, seperti hendak melawan rasa dingin ketika hujan turun. Cobalah untuk menikmati singkong rebus saat masih panas, ketika masuk mulut rasa panasnya masih terasa sehingga memaksa mulut untuk mendinginkan, otomatis mulut tidak bisa ditutup. Tapi justru disitulah nikmatnya.

Oh ya, singkong tanpa sambal ibarat makan nasi tanpa lauk, kita hanya mendapatkan rasa kenyang saja, tapi tidak dengan rasa nikmatnya. Maka supaya lebih nikmat, harus ditambah dengan sambal plelek, yaitu kombinasi cabe, bawang merah, bawang putih dan garam yang diulek di atas lemper. Rasa nikmat tanpa cela akan didapat apabila sambal ditambah dengan kresek, yakni ikan laut (biasanya teri kecil) yang telah dikeringkan.

Cara mengkonsumsinya supaya nikmat seperti ini, ambil sepotong singkong rebus hangat, lalu oleskan pada sambal kresek, pastikan sambal dan kreseknya menempel di singkong, kemudian masukkan ke mulut kemudian kunyah sampai lembut lalu telan. Jika tidak merasakan nikmat, bisa jadi ada yang keliru dengan lidahmu.

Tetapi, kali ini rasa nikmat singkong rebus plus sambal kresek hanya ada di dalam imajinasi, di tempatku tinggal, yakni Kelurahan Surodakan, sudah susah mendapatkan singkong. Aku harus ke toko atau pasar yang menjual singkong. Terlebih singkong yang dijual sudah angin-anginan, tidak seperti saat di desa Watulimo, dimanapun mata diarahkan, di sana ada tanaman singkong.

Tahun 2020 lalu, saat digelarnya Festival Gagasan Rakyat Trenggalek, ada satu ide yang menang dengan mengangkat tema singkong, gagasan tersebut diangkat oleh tim Sahabat Trenggalek dengan judul gagasan "Omah Telo, Ayo Nandur Telo". Katanya gagasan yang menang akan diimplementasikan oleh Pemkab Trenggalek. Namun sampai sekarang, rencana tersebut tidak muncul kentang kimpulnya. Jangan-jangan itu seperti rencana program food estate yang gagal itu.

Dari sini aku mempelajari bahwa, untuk menikmati singkong, tidak perlu tetek bengek rencana yang muluk-muluk. Sebaiknya serahkan saja sama yang terbiasa nanam singkong, supaya singkong dapat direbus dan dinikmati saat hujan-hujan begini.

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai dengan *