- Jalanan Trenggalek tak lengang dari eksistensi seni rupa jalanan (street art). Mereka terpampang di sudut-sudut hingga tembok-tembok kota.
- Salah satu yang kasat mata dan sering dijumpai ialah grafiti bertuliskan "PECK". Grafiti ini diciptakan oleh sosok misterius dengan moniker Halo Peck.
- Pada Kabar Trenggalek, Halo Peck mengungkapkan kisah dan pandangannya tentang street art Trenggalek.
Jumat, 29 Desember 2023. Pukul 15.39 WIB, seseorang sedang membersihkan trotoar dari sampah dedaunan. Di depannya, terdapat tiga pintu gulung dari sebuah toko. Pintu itu tak lagi kosong. Masing-masing pintu telah tertimpal dengan gambar yang dibuat dengan cat semprot. Gambar itu disebut grafiti, salah satu bentuk dari seni rupa jalanan (street art).Toko itu terletak di seberang Pasar Pon, Jalan Panglima Sudirman. Berdempetan dengan sebuah toko parfum di sisi selatan. Di pintu gulung paling selatan, tergambar grafiti berwarna merah muda keunguan bertuliskan “PECK”. Tulisan itu sekaligus menunjukkan sang penciptanya yang tak lain ialah Halo Peck, sosok misterius di balik street art Trenggalek.Jalanan Trenggalek memang tak lengang dari eksistensi street art. Kebanyakan menempel liar di dinding-dinding dan pertokoan. Bentuk street art yang ada di Trenggalek bisa beragam jenis. Selain graffiti, dapat ditemui pula mural, poster tempel, dan seni stiker.Tak jauh dari toko seberang Pasar Pon, tepatnya sekitar 500 meter ke arah selatan, terdapat tulisan serupa. “PECK 2021” tertulis di pintu gulung sebuah tempat makan. Bedanya, kali ini belum berupa graffiti yang telah usai. Melainkan masih berupa tag, istilah untuk penandaan yang dibuat seniman graffiti berupa coretan cat semprot satu goresan.Tag pada pintu gulung tempat makan itu cukup besar. Dipandang dari jarak puluhan meter, tag tetap terbaca jelas dengan model huruf khas grafiti. Letaknya tepat di Tengah pintu, berwarna merah muda keunguan. Warna yang sama dengan grafiti sebelumnya.Pada suatu malam, sekitar tahun 2010, seorang bocah sekolah memasuki Stadion Menak Sopal. Saat itu, ia duduk di bangku kelas XII salah satu SMA Negeri di Trenggalek. Ia memasuki stadion bersama seorang temannya sekitar pukul 23.00 WIB.Berbekal cat semprot yang ia beli di sebuah toko sepeda tak jauh dari alun-alun, dua bocah itu menggambari stadion dengan grafiti. Tepatnya pada tribun belakang bagian selatan. Cat semprot mereka torehkan pada tembok. Mereka menggambar sebuah throw up, salah satu style grafiti dengan ciri khas gambar gelembung.Selain itu, mereka membuat dua coretan lain bertuliskan “KJC” dan “K. Jepat Crew”. Selang sekitar dua jam, bocah itu usai menggambar grafiti pada pukul 01.00 WIB. Mereka berbangga atas karya seni yang mereka buat, meski tak berizin.Begitulah cerita yang dituturkan Halo Peck (nama samaran) pada Kabar Trenggalek, Kamis (28/12/2023). Tak lain, bocah sekolah yang menggambari stadion 13 tahun silam ialah dirinya. Itu adalah saat di mana Halo Peck menggambari tembok untuk pertama kali."Aku dulu ternyata seperti itu ya," ujar Halo Peck diikuti dengan tawa."Tapi ya gak papa, proses belajar," tambahnya.Setelah terpampang pada tembok tribun, hasil coretan pertama Halo Peck dan rekannya berubah menjadi spot swafoto favorit remaja. Kala itu, banyak yang menjadikan grafiti mereka sebagai background foto untuk diunggah di media sosial Facebook.
Bermula dari Tontonan dan Video Game
[caption id="attachment_63296" align=aligncenter width=1280]
Paling kiri, grafiti bertuliskan "PECK" di pertokoan seberang Pasar Pon Trenggalek/Foto: Ghani Yoseph (Kabar Trenggalek)[/caption]Bocah SMA pembuat "grafiti tribun stadion" itu telah cukup lama tertarik dengan street art. Sebelumnya, saat ia duduk di bangku SMP, ia telah mengenal grafiti.Ketertarikannya bermula dari tontonan video yang banyak tersebar di internet. Ditambah lagi dengan video game yang gemar ia mainkan.Saat itu, video game Grand Theft Auto (GTA) edisi Vice City dan San Andreas populer di kalangan remaja. Tak terkecuali Halo Peck yang gemar memainkannya di masa sekolah.Terlebih pada game GTA terdapat misi yang mengharuskan pemainnya untuk menggambar grafiti. Menurutnya, menggambar street art semacam itu merupakan hal yang keren untuk dilakoni.Sebab itu, ia memberanikan diri membuat grafiti saat SMA. Tulisan "K. Jepat Crew" pada grafiti pertamanya tak lain ialah tag yang diusung bersama dua rekan sekelas. Sejak malam 13 tahun silam, ia mulai aktif menciptakan street art di jalanan Trenggalek.Dari K. Jepat Crew, dirinya sempat mengusung tag Tequila Sunrise. Tag ini ia usung sendiri setelah lulus SMA. Untuk beberapa saat, Tequila Sunrise menjadi nama pengenal bagi bocah itu. Sebelum kini mengusung moniker Halo Peck.
Yogyakarta dan Seni Rupa
"Sejauh-jauh kita berkarir, [tetap] harus pulang".Begitulah tutur Halo Peck menceritakan kisah hidupnya. Dirinya kini berusia 30 tahun. Seniman asal Trenggalek itu sempat melanjutkan jenjang pendidikan tinggi di ISI Yogyakarta pada tahun 2011.Halo Peck masuk di Program Studi Film dan Televisi. Kompetensi keahlian utama yang ia ambil ialah tata artistik. Kompetensi ini Halo Peck pilih sebab merupakan yang paling dekat dengan seni rupa.Ketertarikan Halo Peck pada seni rupa memang tak luntur sejak aktivitasnya mencipta banyak street art di Trenggalek. Kendati tak menjadi mahasiswa jurusan Seni Rupa, Halo Peck tetap berjejaring di lingkungan seni rupa semasa kuliah."Aku mengambil jurusan film. Jadi sudah bertentangan, tapi ndak memutus ketertarikanku di seni rupa. Jadi aku tetap nongkrong dengan anak seni rupa, ya nonton pameran juga," cerita Halo Peck.Hal yang paling disukainya di jejaring seni rupa yakni ketika menonton karya. Yogyakarta memang menyuguhkan pameran seni hampir setiap pekan."Aku seneng nonton karya. Ketika di Yogya, diberi suguhan [pameran] yang hampir setiap bulan ada, setiap minggu ada, bahkan setiap malam [juga] ada," ujar Halo Peck.Singkat cerita, Halo Peck menuntaskan kuliahnya dua tahun lebih lambat. Dirinya lulus di tahun 2017. Setelah lulus, Halo Peck bekerja pada rumah produksi film di Yogyakarta selama dua tahun.Di tahun 2019, Halo Peck mendengar kabar bahwa ibunya sedang sakit. Melihat kondisi orang tua yang telah renta, dirinya sempat merenung. Hasil perenungan membawanya pada kesimpulan bahwa ia harus pulang ke daerah asal."Melihat bapak ibu sudah tua, ya sudah di rumah saja lah. Di rumah aja, karena tak pikir ya sejauh-jauh kita berkarir kan, harus pulang," jelas Halo Peck.Kepulangannya ke Trenggalek menjadi awal ia mengusung nama "Halo Peck". Jejaringnya pada seni rupa pun tak mandek. Halo Peck bergabung dalam
Forum Perupa Trenggalek (FPT).
Di balik nama "Halo Peck"
[caption id="attachment_63295" align=aligncenter width=1280]
Di tengah, tag milik Halo Peck terpampang di Jalan Panglima Sudirman/Foto: Ghani Yoseph (Kabar Trenggalek)[/caption]"Halo Peck itu bagian dari dari eksperimenku di seni rupa. Jadi kalau aku mau bereksperimen di street art, aku pakainya Halo Peck".Nama "Peck" muncul dari kebiasaan menempelkan stiker dengan cara ditampar atau slapping. Ketika dilakukan, akan muncul suara "pek". Fonem inilah yang diambil sebagai nama dengan menambah kata "halo" di depannya."Kan setiap street artist itu punya tag sebagai tanda tangannya masing-masing. Entah itu nama samarannya lah, atau nama jalannya," jelas Halo Peck.Ia menjelaskan fungsi tag dalam street art. Selain sebagai identitas, tag juga berfungsi sebagai "pintu pembuka" sebelum menggambar grafiti berukuran besar.Setelah menarget objek untuk digambar, street artist akan menandainya dengan tag. Umumnya, objek yang ditandai ialah tembok, pagar seng, atau pintu toko.Apabila tag tak dihapus setelah ditunggu beberapa lama, maka street artist akan melanjutkan karyanya pada suatu objek. Dalam pengalaman Halo Peck, ia biasanya terlebih dahulu menunggu 3 - 7 hari setelah menorehkan tag, sebelum akhirnya menggambar karya yang lebih besar.Ciri khas Halo Peck kentara di setiap karyanya. Ia selalu menuliskan "PECK" sebagai tag. Selain itu, hasil karyanya selalu berukuran besar, terutama di Trenggalek. Umumnya dua meter atau lebih.Halo Peck konsisten menggunakan jenis gaya throw up dan blockbuster. Throw up menekankan pada penulisan moniker dengan gaya huruf gelembung, hampir setiap saat menggunakan jenis cat aerosol. Sedangkan blockbuster menekankan pada ukuran besar yang menutup keseluruhan dinding dengan gaya huruf kotak lurus."Misal kayak tembok itu [yang seharusnya] bisa dipakai untuk tujuh seniman atau street artist, aku cuman jadi satu. 'Halo Peck' satu, besar. Biasanya karya ku memang besar-besar," jelas Halo Peck.Hasil coretan Halo Peck sendiri tersebar di banyak titik. Terutama di pusat Trenggalek, karya Halo Peck terpampang dengan kasat mata. Beberapa di antaranya pada persimpangan "nirwana" utara alun-alun dan Jalan Panglima Sudirman.Sedikit menepi dari pusat kota, dapat ditemui pula hasil semprotan Halo Peck. Salah satunya di Lapangan Kampak, Kecamatan Kampak. Bahkan, graffiti Halo Peck juga terpampang hingga luar daerah, sepanjang jalur Trenggalek - Yogyakarta.Ke arah timur Trenggalek, karyanya juga dapat ditemui hingga Kota Kediri. Halo Peck memang punya kebiasaan membawa kaleng-kaleng cat semprot saat berpergian. Seringkali dirinya beraksi di malam hari."Aku membawa angin street art berbeda dengan seniman lain [di Trenggalek]. Kalau yang lain dengan 'ke-legal-annya', aku lebih ke 'ilegal'. Ngerti-ngerti ono [tiba-tiba ada], surprise," jelas Halo Peck."Kalau aku ndak pernah memperhatikan itu milik siapa, selama taggingku di situ ndak dihapus sama pemilik, aku berasumsi bahwa itu boleh," tambahnya tergelak tawa.Persona misterius yang dibawa Halo Peck membuatnya menarik banyak perhatian. Halo Peck membagikan hal unik yang ia alami. Seringkali dirinya mendapati coretan yang mengatasnamakan moniker miliknya.Tag "Halo Peck" tersebar dimana-mana, oleh pembuat yang bahkan tak dirinya ketahui. Seringkali pula Halo Peck mendapati tag miliknya dibuat oleh orang lain sebab diberitahu teman-temannya.Dirinya menduga bahwa "Halo Peck" menjadi tag yang populer di kalangan bocah sekolah. Dugaannya berasal dari pengalaman mendatangi pameran di sebuah sekolah menengah pertama di Trenggalek. Di sekolah itu terdapat banyak coretan bertuliskan "Peck"."Selama masih [berupa] tagging, itu banyak adik-adik [siswa sekolah] yang membawa nama 'Peck', nggak tahu terinspirasi atau apa," Halo Peck kembali tergelak."Aku pernah main ke SMP waktu ada pameran seni rupa, di kantin itu banyak banget. [Coretan] 'Peck', 'Peck', 'Peck', waduh ini siapa ya," tambahnya.Sempat juga Halo Peck mendengar desas desus bahwa terdapat beberapa orang yang mendaku sebagai dirinya. Ada juga yang mendaku sebagai bagian dari "Halo Peck" dan semacamnya.Kendati banyak yang meniru, Halo Peck sendiri tak mempermasalahkannya. Tak juga dirinya merasa keberatan. Ia telah menyadari sejak awal bahwa hal demikian merupakan resiko dari persona anonim yang ia bawa.Halo Peck juga masih akan berpegang pada persona misterius, menjaga identitas detailnya, dan tetap anonim."Yang pasti aku menemukan beberapa fenomena kaya gitu, dan itu nggak cuman di SMP. Banyak juga yang 'nge-Peck', ya walaupun jelek, aku tidak menganggap itu salah," jelasnya.
Menampik Tudingan "Vandal", Pengalaman Dihampiri Polisi
[caption id="attachment_63294" align=aligncenter width=1280]
Tag milik Halo Peck pada sebuah dinding di seberang timur Galeri Gemilang/Foto: Ghani Yoseph (Kabar Trenggalek)[/caption]"Vandal itu kan merusak. Kalau kami sifatnya merusak dari bagian mananya?," tanya Halo Peck.Halo Peck menampik tudingan bahwa aksi-aksi yang ia lakukan dikatakan sebagai "vandalisme". Menurutnya, ada hal mendasar yang membuat street art yang ia ciptakan tak dapat disebut sebagai vandal.Baginya, arti vandalisme ialah aksi yang dilakukan secara sengaja untuk merusak, dalam arti, hingga taraf mengurangi bentuk atau menghilangkan. Halo Peck memberikan salah satu contoh aksi vandal, yakni aksi membakar pasar."Merusak secara secara fisik. Mengurangi bentuk kayak gitu itu baru disebutnya Vandal," ujar Halo Peck."Sudah ada tembok putih, tiba-tiba tercoret-coret akhirnya disebut 'vandal', padahal itu sebenarnya salah. Vandal itu ketika kamu membakar Pasar Pon. Berubah bentuk toh? Terus mengambrukkan jembatan, menggulingkan smart bench, itu baru vandal," tegasnya.Halo Peck menambahkan bahwa anggapan vandal juga meliputi perspektif. Ia mengandaikan, barangkali tudingan vandalisme yang ditujukan pada seniman street art seperti dirinya karena urusan perspektif estetika. Namun dirinya juga memberikan perspektif lain soal street art."Mungkin karena pandangan perspektif estetik toh. Menurut beberapa orang ada yang beranggapan jadi jelek, tapi lek bagi orang lain yang punya sudut pandang berbeda bisa jadi berpandangan malah tambah apik," jelasnya."Kembali lagi ke perspektif perseorangan sebenarnya. Mau mengistilahkan itu vandalisme atau enggak, tapi ketika kalian benar-benar membaca vandalisme itu seperti apa sejarahnya, ya belum bisa ini [street art] disebut vandal," tambahnya.Telah ia rasakan beberapa pengalaman soal ini. Suatu ketika Halo Peck dihampiri oleh polisi saat sedang menorehkan cat miliknya. Seperti aksi Halo Peck biasanya, itu terjadi ketika malam hari."Udah izin pemiliknya nggak?," tanya polisi pada Halo Peck."Ya enggak, Pak. Ya uwis, terus arep nyapo, Pak? [Ya sudah, terus mau ngapain, Pak?]," jawab Halo Peck."Wis bengi iki, moso arep nggugahi? [sudah malam ini, masa mau membangunkan orang?]," Halo Peck balik menimpali polisi dengan pertanyaan.Halo Peck teguh pada aktivitasnya menciptakan street art. Tak lama berselang, ia kembali mencecar polisi dengan pertanyaan."Iki yo omah kosong [ini juga rumah kosong]. Siapa yang mau dibangunkan? Genderuwo?," ujar Halo Peck.Dari sana, obrolan terjadi di antara kedua pihak. Halo Peck dan polisi. Keduanya teguh pada pandangannya masing-masing."Tak selesaikan aja, Pak. Nanti dilihat dulu. Kalau ini nambah bagus, ya sudah. Misal pun ini mau ditimpa [dihapus] kami yo siap," tegas Halo Peck.Pada akhirnya, polisi meninggalkannya. Halo Peck melanjutkan karyanya hingga usai.Dari pengalamannya yang lain, Halo Peck berkesimpulan bahwa khalayak sebetulnya hanya ingin tahu soal apa yang dilakukannya. Tak jarang, ada warga yang justru bercengkrama dengannya saat sedang menggarap street art.
Menanam Kolektif Street Art di Trenggalek
[caption id="attachment_63293" align=aligncenter width=1280]
Grafiti hasil gelaran Indofraffday 2023/Foto: @wallwullart (Instagram)[/caption]"Akan jauh lebih menyenangkan jika kita menanam sesuatu di rumah."Rumah bagi Halo Peck ialah Trenggalek, tanah kelahirannya. Perjalanannya pada kota perantauan, hingga disuguhi berbagai macam pameran di Yogyakarta membuatnya memikirkan satu hal.Dirinya ingin menjadikan atmosfir seni di Trenggalek kian hidup, khususnya seni rupa. Kepulangannya ke Trenggalek pada 2019, membawa misi pada FPT yang diikutinya.Pameran seni rupa yang mulanya hanya digelar sekali pada bulan Agustus di Trenggalek, sempat bertambah. Berkat kegigihan FPT serta tambahan berbagai ide, pameran seni rupa di Trenggalek digelar empat kali dalam setahun. Dalam kurun waktu antara 2020-2021.Berkat itu pula, Halo Peck bertemu dengan tiga street artist lain di Trenggalek. Mereka yakni Aji Zain, Felix, dan Yxsa. Semenjak itu, tertanamlah sebuah kolektif baru di Trenggalek. Sebuah kolektif seni jalanan bernama
Wall Wull Street pada tahun 2021.Halo Peck mengklaim bahwa Wall Wull Street merupakan kolektif street art pertama di Trenggalek."Sejarah street art masuk ke Trenggalek ya, itu mungkin awal individu. Per-individu nggambar, misal Aji Zain itu menggambar sendiri, terus aku menggambar sendiri. Awalnya dari situ," jelas Halo Peck."Terus baru muncul Felix, baru muncul siapa siapa siapa, yang sampai sekarang banyak. Awalnya Trenggalek terbombing grafiti dan street art itu [sejak berdirinya] Wall Wull," tambahnya.Wall Wull Street tak ubahnya sebuah tanaman yang Halo Peck impikan hidup di Trenggalek. Kolektif ini memiliki visi salah satunya untuk membawa graffiti ke arah legal.Sejak awal berdiri hingga kini, Wall Wull Street terus bertumbuh. Mereka telah menyelenggarakan beragam event. Seperti Freeday Spray, Feeding that Wall, Slapp Well dan pameran digital bertajuk Meet on Maps.Halo Peck berharap bahwa potensi street art di Trenggalek dapat dioptimalkan. Tentu perlu peran banyak pihak, dalam hal ini pemerintah. Tak terkecuali juga apresiator karya seni.Apabila hal itu dapat diwujudkan, Halo Peck yakin bahwa eksistensi street art bukan hanya sekedar "gambar"."Karena basic teman-teman itu seni rupa yang punya imajinasi tinggi, akhirnya ketika itu dilibatkan untuk misal tata ruang atau tata kelola kota, itu mungkin bisa menghadirkan tawaran-tawaran dan metode metode baru yang bisa dieksperimenkan," tandasnya.