KBRT - Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) kembali menghantui para peternak di Trenggalek. Sejak merebaknya kasus ini pada Desember 2024, banyak peternak yang harus menanggung kerugian akibat sapi mereka terinfeksi.
Penurunan harga jual, biaya pengobatan yang membengkak, serta kekhawatiran kehilangan hewan ternak menjadi beban berat yang harus mereka hadapi.
"Gejala PMK pada sapi saya diawali dengan mengurangnya nafsu makan, lalu mulutnya terus menerus berliur dan mengeluarkan bau yang tak sedap. Tetapi setelah saya datangkan dokter hewan yang memberikan suntikan dan vitamin sapi saya kembali memiliki nafsu makan,” ujar Heru Priyanto (61), seorang peternak di Dusun Wadi Lor, Desa Ngadirenggo Kecamatan Pogalan..
Heru mengaku bahwa ia peternak pertama di desanya yang terdampak wabah PMK.Ia menuturkan bahwa sapinya terjangkit wabah pada tanggal 19 Desember 2024.
Heru melanjutkan ceritanya “saya sangat panik, setelah 4 hari terjangkit PMK tepatnya pada tanggal 23 Desember, setelah pulang dari sawah 1 ekor sapi saya sudah terbujur kaku tak bernyawa. Padahal saya sudah lega mengira sapi saya sembuh.”
Sehari setelah menguburkan sapinya, Heru kembali harus menelan pil pahit manakala seekor sapinya yang tersisa juga harus mati karena wabah PMK.
“Saya sangat terpukul, karena sebelumnya seekor sapi jantan saya telah ditawar 25 juta, kalau saya taksir kerugian 50 juta rupiah telah saya dapati,” katanya.
Selanjutnya para peternak di Dusun Wadi Lor mulai banyak yang terinfeksi wabah PMK, sesuai dengan cerita Heru sekitar 20 sampai 25 peternak telah terdampak wabah ini.
“Kalau untuk jumlah pastinya saya kurang tahu tetapi saya meyakini hampir keseluruhan peternak di Dusun ini terinfeksi wabah PMK dan tidak sedikit sapi yang mati karenanya. Sebagian sapi yang sembuh adalah sapi yang mendapat perawatan dan pencegahan lebih awal,” paparnya.
Heru mengaku sangat menyayangkan Dinas Peternakan kurang tanggap dalam menanggulangi wabah PMK di Trenggalek, karena menurutnya wabah ini menyebar dan juga merenggut nyawa hewan ternak dengan cepat
“Selayaknya Dinas Peternakan memberitahukan kepada masyarakat luas tentang wabah PMK dan menghimbau untuk segera melakukan pencegahan agar mengurangi kerugian,” cakapnya lugas.

Begitu juga terjadi pada Suyanto (66), salah satu peternak di Dusun Gebang, Desa Ngadirejo, Pogalan menambahkan cerita. Ia awalnya kebingungan saat ditanya mengenai PMK pada kunjungan jurnalis Kabar Trenggalek ke rumahnya (13/02/25). Tetapi setelah mendengar kata Aratan (wabah dalam bahasa jawa), seketika ia teringat dengan satu ekor sapinya yang ia jual murah karena terkena penyakit.
“Kalau tidak salah sekitar tanggal 5 atau 6 Januari 2025, sapi saya terkena wabah, awalnya sapi saya kehilangan nafsu makan lalu mulutnya selalu mengeluarkan air liur,” jelasnya.
Selanjutnya Suyanto mendatangkan Mantri (Dokter Hewan) esok harinya, selain disuntik Suyanto juga diberi vitamin untuk diberikan ke ternaknya oleh Dokter Hewannya.
“Setelah diobati sapi saya tak kunjung mendapatkan kesembuhannya. 2 hari setelahnya saya memilih untuk menjual satu-satunya sapi saya, karena hampir seluruh peternak di Dusun Gebang telah terdampak dan tidak sedikit yang mati sia sia,” ujarnya.
Sapi jantan Suyanto hanya laku dengan harga 9 juta, padahal ia mengaku sapinya pernah ditawar 19 juta jauh sebelum PMK datang.
“Saya khawatir daripada mati sia sia lebih baik saya jual walaupun dengan harga yang murah, karena biaya perawatan seperti kunir dan gula merah yang disarankan juga tidak terjangkau harganya. Saya hanya bisa berserah dan berharap semoga program gadai sapi seperti dulu diadakan lagi agar orang orang seperti saya dapat memelihara sapi kembali,” tandasnya.
Kabar Trenggalek - Sosial
Editor:Zamz