Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Kisah Perjuangan Perempuan di Balik Peringatan Hari Ibu 22 Desember

Kabar Trenggalek - Di Indonesia, secara nasional memperingati tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu. Ada momentum penting di dalam sejarah yang terjadi pada tanggal 22 Desember, sehingga menjadi dasar penetapan peringatan Hari Ibu.

Di Yogyakarta, bertempat di Gedung Mandala Bhakti Wanitatama, jalan Adisucipto, tanggal 22 - 25 Desember 1928 terjadi peristiwa penting. Yakni Kongres Perempuan Indonesia untuk pertama kalinya.

Kongres perempuan ini dihadiri 30 organisasi wanita Sumatera-Jawa. Kemudian, kongres ini sekarang menjadi Kongres Wanita Indonesia (Kowani).

Sejumlah 30 organisasi wanita Sumatera-Jawa ini jika ditarik sejarahnya bersumber dari pejuang wanita seperti M. Christina Tiahahu, Cut Nya Dien, Cut Mutiah, R.A. Kartini, Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Achmad Dahlan, Rangkayo Rasuna Said dan lain-lain.

Momentum itu menjadi tonggak sejarah pergerakan perempuan di Indonesia. Semangat para tokoh perempuan itu berlipat ganda dan menular ke seluruh perempuan Indonesia. Hingga akhirnya terjadi kongres perempuan pertama di Indonesia.

Kongres Perempuan Indonesia yang pertama berfokus pada persatuan perempuan Indonesia, peran perempuan dalam merebut kemerdekaan, peran perempuan dalam membangun bangsa, menekan angka pernikahan dini, dan perbaikan gizi ibu dan bayi.

Kongres perempuan pertama ini sudah mengangkat pembahasan untuk kemajuan bangsanya. Berbagai pikiran kritis mereka lontarkan dalam forum tersebut.

Halaman selanjutnya

Daftar pidato dalam Kongres Perempuan Indonesia...

Daftar pidato dalam Kongres Perempuan Indonesia yang dibacakan oleh tokoh-tokoh perempuan:

  1. "Pergerakan Kaoem Isteri, Perkawinan & Pertjeraian", oleh Ny. R.A. Soedirman (Poeteri Boedi Sedjati)
  2. "Deradjat Perempoean", oleh Ny. Siti Moendjijah (Aisjijah Djokjakarta)
  3. "Perkawinan Anak-Anak", oleh Saudari Moegaroemah (Poeteri Indonesia)
  4. "Kewadjiban & Tjita-Tjita Poeteri Indonesia", oleh Saudari Sitti Soendari
  5. "Bagaimanakah Djalan Kaoem Perempoean Waktoe Ini & Bagaimanakah Kelak", oleh Saudari Tien Sastrowirjo
  6. "Kewadjiban Perempoean di Dalam Roemah Tangga", oleh Saudari R.A. Soekonto (Wanita Oetomo)
  7. "Hal Keadaan Isteri di Europah", oleh Ny. Ali Sastroamidjojo
  8. "Keadaban Isteri", oleh Nyi Hajar Dewantoro

Kemudian, Kongres Perempuan Indonesia masih berlanjut. Hingga Juli 1935, Kongres ini membentuk Badan Pemberantasan Buta Huruf (BPBH) dan menentang perlakuan buruk terhadap buruh wanita di Lasem, Rembang.

Kemudian, pada kongres tahun 1938 mulai ditetapkan hari ibu tanggal 22 Desember. Hari di mana awal mula terjadinya kongres perempuan di Indonesia untuk pertama kali. Diperingati pada tanggal tersebut sebagai tonggak sejarah agar pergerakan perempuan di Indonesia terus dikenang dan diwariskan.

Setelah Indonesia merdeka, Presiden Soekarno meresmikan tanggal 22 Desember sebagai peringatan Hari Ibu secara nasional. Peresmian itu dengan ditandatanganinya Dekrit Presiden No. 316 Tahun 1959.

Dapat dikatakan jika hari ibu pada awalnya diperingati sebagai pengingat gerakan perempuan di Indonesia untuk membangun bangsanya.

Peringatan Hari Ibu yang ke-25, dilaksanakan dengan meriah. Tak kurang dari 85 kota Indonesia dari Meulaboh sampai Ternate merayakan peringatan secara meriah.

Halaman selanjutnya

Keputusan Kongres Perempuan Indonesia...

Keputusan Kongres Perempuan Indonesia 

Berdasarkan catatan Sri Sutjiatiningsih dkk, dalam Buku Biografi Tokoh Kongres Perempuan Indonesia Pertama, ada 7 poin keputusan dalam kongres tersebut.

  1. Mendirikan badan federasi bersama dengan nama "Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia" (PPPI).
  2. Menerbitkan surat kabar, yang redaksinya dipercayakan kepada pengurus PPPI, anggota-anggota redaksi terdiri dari: Nyi Hajar Dewantoro, Nn. Hajinah, . Ny. Ali Sastroamojoyo, Nh. Ismudiyati, Nn. Budiah dan Nn. Sunaryati (Nyi Sunaryati Sukemi).
  3. Mendirikan studifonds (dana studi) yang akan menolong gadis-gadis yang tidak mampu.
  4. Memperkuat pendidikan kepanduan putri.
  5. Mencegah perkawinan anak-anak.
  6. Mengirimkan mosi kepada pemerintah agar:
    • Secepatnya diadakan fonds bagi janda dan anak-anak.
    • Tunjangan bersifat pensiun jangan dicabut.
    • Sekolah-sekolah putri diperbanyak.
  7. Mengirimkan mosi kepada Raad Agama agar tiap talak dikuatkan secara tertulis sesuai dengan peraturan agama.

Selain itu, Kongres Perempuan Indonesia yang pertama juga mengirim tiga mosi kepada pemerintah Belanda, yaitu.

  1. Penambahan sekolah-sekolah untuk anak-anak perempuan.
  2. Supaya pada pernikahan, pemberian keterangan tentang taklik (janji dan syarat-syarat perceraian) diwajibkan.
  3. Diadakan peraturan sokongan untuk janda-janda dan anak-anak piatu pegawai negeri.

Halaman selanjutnya 

Pembangunan Monumen Balai Srikandi...

Pembangunan Monumen Balai Srikandi

Pada kongres yang dilaksanakan tahun 1953, diusulkan untuk dibuatkan sebuah monumen untuk menghormati peran wanita Indonesia dalam memajukan bangsanya. Monumen itu terwujud dengan pembangunan Balai Srikandi. 

Peletakan batu pertama dilakukan oleh Sukanto. Bangunan tersebut selesai tahun 1956 dan diresmikan oleh menteri Maria Ulfah. Dan secara keseluruhan, kompleks bangunan tersebut selesai tahun 1984 dan diresmikan Presiden Soeharto.

Jika dilihat dari sejarahnya, peringatan Hari Ibu Nasional setiap 22 Desember memiliki sejarah yang penting. Di mana perempuan Indonesia bersatu dengan semangatnya untuk memajukan bangsa.

Hingga pada tahun 1973, Kowani berhasil menjadi anggota penuh International Council of Women (ICW) yang berperan sebagai dewan konsultatif kategori satu terhadap Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).

Sekarang, peringatan Hari Ibu dimaknai sebagai hari penghormatan kepada sosok Ibu kita masing-masing. Padahal jauh sebelum itu, peringatan Hari Ibu tak hanya sebagai penghormatan. Melainkan sebagai peringatan atas jasa-jasa perempuan Indonesia untuk memajukan segenap bangsanya. Selamat Hari Ibu.

BACA JUGA: