Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Kisah Kyai Badrudin Trenggalek, Usir Penjajah Berbekal Garam dan Pasir

Kabar Trenggalek - Sosok tokoh agama atau kyai dan ulama di Indonesia tak lepas untuk memperjuangkan kemerdekaan dari belenggu penjajah Belanda. Seperti perjuangan meraih kemenangan 10 November 1945. 

Sosok almarhum Kyai Badrudin, dari Dusun Jajar, dari Desa Sumbergayam, Kecamatan Durenan, Kabupaten Trenggalek, juga berperan dalam perjuangan mengusir penjajah. Beliau ikut berangkat hanya berbekal membawa jagung, pasir, dan garam.

Kyai Badrudin tidak begitu saja berangkat ke Surabaya. Dilansir dari tulisan dibuku 'Biografi Tiga Tokoh Darussalam Kisah Perjalanan Hidup Masyayikh' hal itu berawal dari Pemerintah Indonesia meminta setiap daerah perwakilannya untuk ikut berjihad.

Sementara di wilayah Trenggalek yang ditunjuk adalah Kyai Badrudin dan didampingi Kyai Mu'in Durenan. Di mana, tokoh inilah salah satu dari sekian banyak yang menyingkirkan Belanda.

Kendati demikian, Kiai Badrudin saat itu menderita sakit datanglah utusan agar beliau bisa ikut berjuang. Ketika utusan yang ternyata adalah orang yang pernah nyantri kepada beliau menyampaikan maksudnya.

Baca: Tema Hari Pahlawan 2022: Pahlawanku Teladanku

Beliau hanya menjawab lemah, yang intinya beliau tidak bisa berperang karena keadaanya yang tidak memungkinkan. Namun, utusan yang diketahui bernama Mundzir itu yakin bahwa gurunya mampu sembuh.

Hingga Mundzir pun memutuskan untuk menunggu sampai beliau sembuh dari sakit. Sampai pada suatu malam, Kyai Badruddin terlelap oleh belaian mimpi yang seolah menjadi isyarat kesembuhan penyakitnya. Dimana dalam mimpi itu beliau merasa kedatangan seorang sufi yang menganjurkan agar beliau mandi di sungai yang ada di timur masjid Jajar.

Lantas, sufi itu pun berpesan agar setelah sembuh, beliau supaya berangkat perang ke Surabaya. Dalam mimpinya, sufi itu juga berjanji akan membantu beliau dalam berperang. Kiai Badrudin meyakini bahwa seorang sufi yang datang ke dalam mimpinya tak lain adalah Nabi Khidir AS. 

Al hasil, setelah menjalankan mandi di sungai yang berada di timur Masjid, beliau Kyai Badruddin sembuh seperti sedia kala atas izin Allah swt. Sebagaimana yang dipesankan orang dalam mimpi, akhirnya berangkat perang ke kota Surabaya. 

Sebelum berangkat ke medan laga, Kiai Badruddin berpesan kepada keluarga dan para santri “anu yo, sak isone, sak kuasane sak jerone aku lungo wacakna Al-Qur'an, [Sebisanya, sekuatnya selama aku pergi bacakanlah Al-Qur'an]", serta didoakan akan agar beliau tetap dalam lindungan Allah swt.

Baca: Inilah Para Pahlawan dari Trenggalek yang Tak Boleh Dilupakan di Hari Kemerdekaan Indonesia

Tepat pada hari yang telah ditentukan, beliau pun dijemput oleh rombongan tentara jihad yang datang dengan seragam perang serta mobil sedan yang diperuntukan khusus buat menjemput beliau. 

Dalam pemberangkatan perang itu, beliau tak berdandan seperti layaknya orang yang mau l bertempur, namun lebih mirip dandanannya orang mau pergi mengaji. Di mana kopiah, baju lengan panjang warna putih dan sarung selalu melekat di tubuh beliau, bahkan beliau tetap memakai Bungkul. 

Sekalipun demikian, penampilan beliau tetap berbeda dari biasanya, dimana pada pinggang beliau terselip sebilah keris yang konon bernama "Keris Mangku Negoro". Inilah yang membuat beliau berbeda dari penampilan biasanya. 

Di lain cerita, asal muasal beliau berperang di Surabaya ialah lantaran sebelum peperangan itu terjadi, beliau mengadakan gemblengan yang pesertanya dari berbagai daerah. Mereka datang membawa senjata tajam termasuk bambu runcing.

Selanjutnya bambu runcing dimasukkan ke dalam asma' yang sudah dibacakan hizib atau doa oleh Kyai Badruddin. Atas izin Allah bambu itu mengeluarkan pijaran api, sehingga keampuhan beliau menyeruak ke segala penjuru. Oleh sebab itu pemerintah Indonesia mencari orang-orang sakti supaya ikut berperang di Surabaya.

Baca: Supriyadi, Pahlawan dari Trenggalek yang Memberontak di Hari Valentine

Beliau berangkat ke Surabaya diiringi oleh pekikan takbir dan sholawat oleh keluarga, para santri dan masyarakat sekitar.

Kurang lebih pertempuran selama lima belas hari, Belanda membuat hampir luluh lantak Surabaya. Atas izin Allah beberapa juga menggunakan senjata api meski tidak sebanding dengan Belanda, tapi bisa memukul mundur di Kota Surabaya.

Serta juga kiai menambahi dengan senjata yang telah di asma' atau didoakan. Seperti Kyai Badruddin bersenjatakan jagung, pasir dan garam. Tidak bisa dianggap remeh, saat musuh datang, beliau menaburkan garam atas izin Allah berubah menjadi lebah yang ganas ikut menyerang penjajah.

Sementara segenggam pasir membuat mata penjajah buta tidak bisa melihat dimana lawan berada.

Sedangkan garam yang disebarkan Kiai Badruddin langsung menjatuhkan diri ke tanah dan bergerak layaknya orang yang berenang dan berada di samudera.

Baca: Kanjeng Jimat, Pahlawan Trenggalek Pembela Petani di Zaman Penjajahan Belanda

Buku dengan tebal 64 halaman ini juga menceritakan pernah saat Kyai Badruddin dikejar oleh orang-orang Belanda menggunakan kendaraan lapis baja. Beliau menghadapinya hanya menggunakan tangan kosong. Bi idznillah kendaraan tank tersebut dipukul hingga menyebabkan hancur berkeping-keping.

Melihat kekalahan hampir menimpa Belanda, sebagian pasukan Belanda mundur untuk menyelamatkan diri. Ketika para kiai beserta pejuang pulang ke masing-masing daerah, termasuk Kiai Badruddin dibuntuti oleh Belanda untuk dijadikan target serangan.

Kemudian pasukan Belanda berencana mendatangi melalui jalur udara. Tidak dinyana yang terlihat lautan darah dan penghuninya tidak ada. Ketika mencoba mendarat, ternyata keadaan penduduk seperti aktivitas biasa.

Hal tersebut membuat Belanda marah dan ingin menghancurkan wilayah Jajar. Saat Belanda ingin menjatuhkan bom di daerah Jajar Durenan Trenggalek, selalu tidak berhasil. Belanda kewalahan karena setiap mereka menjatuhkan senjata berat dari udara selalu tak terdengar suara ledakan.

Pentolan Belanda menyaksikan itu membuat geram dan bersumpah serapah ingin menangkap Kyai Badruddin hidup atau mati. Berangkatlah pemimpin Belanda, sampai di Jajar dan bersalaman dengan Kyai Badruddin tak ada caci maki. Malah yang terlontar ampun dan menyerah karena tubuhnya menjadi lemas serta gemetar.

Atas kejadian itu penjajah berjanji tidak akan mengganggu ketenangan penduduk Jajar Desa Sumbergayam, sehingga pada masa itu ketika Belanda akan menangkap penduduk harus izin kepada beliau, jika tidak diizinkan maka Belanda pun tak berani menangkap.

Selama singgah di Jajar Sumbergayam, Belanda membuat sebuah Dam Sungai yang menghubungkan Dusun Jajar dengan Dusun Bakalan. Hingga sekarang dam tersebut masih berfungsi digunakan, dam tersebut dikenal dengan 'Dam Londo'.