Supriyadi, Pahlawan dari Trenggalek yang Memberontak di Hari Valentine
Kabar Trenggalek - Setiap tahunnya, perayaan Hari Valentine identik dengan pemberian coklat kepada kekasih. Tapi, dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia, ada pahlawan dari Trenggalek, yang merayakan Hari Valentine dengan memberi pemberontakan kepada penjajah Jepang. Namanya Supriyadi, Senin (14/02/2022).Supriyadi lahir di Trenggalek, 13 April 1923. Pada tanggal 14 Februari 1945, enam bulan sebelum Indonesia merdeka, sosok Supriyadi menjadi pemimpin pemberontakan kepada militer Jepang. Supriyadi berpangkat Shodanco, atau tingkatan prajurit pemimpin pleton dalam pasukan Pembela Tanah Air (PETA) di Blitar, Jawa Timur.Menurut catatan Historia, dalam pemberontakan kepada militer Jepang, Shodanco Supriyadi bergerak bersama Shodanco Muradi, Shodanco Sunanto, dan pasukan PETA Blitar, lainnya.Supriyadi melakukan pemberontakan karena mendapatkan diskriminasi dari militer Jepang. Selain itu, Supriyadi dan kawan-kawannya marah karena militer fasis Jepang menyebabkan penderitaan kepada rakyat.Baca juga: Sejarah Mobilisasi Ekonomi Kaum Tani oleh PKI di TrenggalekPemberontakan yang dilakukan Supriyadi dan kawan-kawan seperjuangan di PETA Blitar sempat membuat militer Jepang kewalahan. Meski pada akhirnya, Supriyadi dan kawan-kawannya dikalahkan oleh kekuatan militer Jepang.Pemberontakan itu memaksa militer Jepang mengerahkan seluruh pasukannya yang ada di Blitar. Bahkan militer Jepang juga mengerahkan kavaleri dan infanteri dari wilayah lain.Melalui pemberontakan itu, ada kisah menarik dan pesan-pesan penting dari Supriyadi, sebelum melakukan pemberontakan. Presiden Indonesia yang pertama, Soekarno, sempat mengingatkan kepada Supriyadi dan kawan-kawannya untuk mempertimbangkan dampak dari pemberontakan itu."Pertimbangkanlah masak-masak untung ruginya, saya minta saudara-saudara memikirkan tindakan yang demikian itu tidak hanya dari satu segi saja,” ujar Sukarno dalam buku otobiografinya 'Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat'.Baca juga: Kronologi Perjuangan Warga Pakel Banyuwangi Mempertahankan Tanah Sejak 1925 sampai SekarangTapi, Supriyadi bersikukuh bahwa "Kita akan berhasil!" Mendengar jawaban Supriyadi, Sukarno kembali mengingatkan, bahwa Supriyadi dan kawan-kawannya memiliki kelemahan untuk melakukan pemberontakan."Saya berpendapat bahwa saudara terlalu lemah dalam kekuatan militer untuk dapat melancarkan gerakan semacam itu pada waktu sekarang,” kata Sukarno.Jawaban Supriyadi kepada Sukarno tetap sama, "Kita akan berhasil!"Supriyadi dan kawan-kawannya tetap melakukan pemberontakan meskipun sudah diingatkan oleh Sukarno. Supriyadi juga menyadari, ketika pemberontakannya gagal, maka ia akan dihukum seberat-beratnya, yaitu hukuman mati. Sebab, Supriyadi dan kawan-kawannya adalah anggota militer di bawah kekuasaan Jepang.Pada akhirnya, pemberontakan Supriyadi dan kawan-kawannya gagal, dan mereka mendapatkan hukuman dari Jepang.Dari 421 anggota PETA Blitar yang terlibat, sejumlah 78 di antaranya langsung dihukum berat. Termasuk Shodanco Muradi dan Shodanco Sunanto yang dijatuhi hukuman mati pada 16 April 1945.Baca juga: Link Film-Film tentang G30S dan Tragedi Pembantaian 1965 di YoutubeTapi, hingga hari ini, tidak ada yang tahu keberadaan Supriyadi. Tidak ada catatan yang menuliskan nama Supriyadi dalam daftar pemberontak yang dihukum oleh Jepang. Banyak versi cerita yang beredar di masyarakat.Ada versi yang mengatakan Supriyadi sudah mati bersama kawan-kawannya, tapi ada juga versi yang mengatakan Supriyadi berhasil kabur dari hukuman militer Jepang. Supriyadi masih menjadi misteri.Terlepas dari kegagalan pemberontakan Supriyadi dan misterinya, ada pesan-pesan yang penting dalam pemberontakan itu. Sebelum melakukan pemberontakan, Supriyadi mengatakan bahwa pemberontakan kepada penindasan militer Jepang harus dilakukan saat itu juga."Kita mengadakan pemberontakan sekarang juga untuk mencapai kemerdekaan tanah air dengan secepat-cepatnya. Kemerdekaan Indonesia harus kita rebut dengan kekerasan senjata, jangan sampai Indonesia 'didominionkan'." ujar Supriyadi, dikutip dari buku 'Momentum Perjuangan Jawa Timur'.Supriyadi mengatakan, sebagai bangsa yang ingin merdeka, kita harus berani berjuang dan rela berkorban untuk menghentikan penindasan dan pemerasan yang sewenang-wenang terhadap rakyat yang sudah sangat menderita."Konsekuensi dari pemberontakan kita ini ialah, paling ringan dihukum dan disiksa serta paling berat dibunuh. Tetapi kita harus mencegah sejauh mungkin jangan sampai kita membunuh bangsa sendiri," tandas Supriyadi.Masyarakat Trenggalek perlu bangga dengan pemberontakan Supriyadi. Selain kelahiran Trenggalek, Supriyadi adalah Menteri Pertahanan pertama, sekaligus termuda dalam sejarah Indonesia.
Kabar Trenggalek Hadir di WhatsApp Channel Follow