Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC / Click X icon to close

Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Login ke KBRTTulis Artikel
ADVERTISEMENT
SABGamehouse

Kekerasan Jurnalis Saat Aksi 25–30 Agustus, AJI: Bentuk Ancaman Demokrasi

  • 01 Sep 2025 20:00 WIB
  • Google News

    KBRT – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mengecam keras kekerasan dan intervensi yang dialami jurnalis dalam liputan aksi demonstrasi 25–30 Agustus 2025. Organisasi profesi jurnalis itu menilai, tindak kekerasan aparat maupun pihak lain telah mengancam kemerdekaan pers di Indonesia.

    Ketua Umum AJI Indonesia, Nany Afrida, menyebut aparat penegak hukum merespons aksi massa dengan brutal. Tidak hanya warga sipil, jurnalis juga menjadi korban kekerasan, intimidasi, hingga penangkapan.

    “Kasus ini menambah daftar panjang kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia. Padahal di tengah gejolak politik-sosial yang memanas, publik justru membutuhkan liputan akurat, independen, dan bisa dipercaya,” tegas AJI dalam keterangan pers, Senin (01/09/2025).

    AJI mencatat sejak 1 Januari hingga 31 Agustus 2025 ada 60 kasus kekerasan terhadap jurnalis dan media, mulai teror, intimidasi, serangan digital, hingga pemukulan. Sebagian besar diduga dilakukan aparat kepolisian dan militer.

    Dalam sepekan terakhir, sejumlah jurnalis menjadi korban saat meliput demonstrasi di Jakarta, Bali, dan Jambi. Jurnalis foto Antara, Bayu Pratama S, mengalami kekerasan ketika meliput di DPR RI Senayan pada 25 Agustus 2025.

    Dua jurnalis foto lain dari Tempo dan Antara dipukul orang tak dikenal saat bertugas di sekitar Mako Brimob, Kwitang, Jakarta, pada 28 Agustus 2025.

    Kasus serupa dialami jurnalis Jurnas.com yang mendapat intimidasi ketika merekam aksi ricuh di DPR RI. Dua wartawan di Denpasar Bali juga diintimidasi aparat ketika meliput aksi di Polda Bali dan DPRD Bali.

    Di Jambi, delapan jurnalis terjebak dalam aksi massa di Gedung Kejati, bahkan mobil dinas Pemred Tribun Jambi dibakar massa.

    ADVERTISEMENT
    Migunani

    Kekerasan juga dialami Jurnalis TV One yang ditangkap, dipukul, dan diintimidasi saat siaran langsung melalui media sosial pada 31 Agustus 2025.

    Sementara seorang jurnalis pers mahasiswa disiram air keras ketika meliput di Polda Metro Jaya.

    Selain kekerasan fisik, AJI menyoroti adanya intervensi terhadap media. Beberapa media didesak untuk menayangkan berita yang “sejuk” dan tidak melakukan siaran langsung aksi. AJI menilai hal ini sebagai upaya pembungkaman pers yang berbahaya bagi demokrasi.

    “Media harus bisa bekerja tanpa tekanan dari pihak manapun agar demokrasi dan kebebasan berekspresi tetap terjaga,” ujar Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia, Erick Tanjung.

    AJI menegaskan, pelarangan dan pembatasan kerja jurnalis justru mendorong publik mencari informasi di media sosial yang rawan hoaks. AJI mengingatkan kerja jurnalistik dilindungi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

    Dalam pernyataan sikapnya, AJI mendesak penegak hukum untuk:

    1. Mengusut tuntas kasus kekerasan terhadap jurnalis.
    2. Menangkap dan mengadili pelaku, termasuk aparat yang terlibat.
    3. Menghentikan segala bentuk pembungkaman pers.
    4. Menghormati kerja jurnalistik dalam menyampaikan informasi aksi kepada publik.
    5. Menjaga demokrasi dengan memastikan kebebasan pers.

    “Upaya pembungkaman media hari-hari ini mengingatkan kita pada praktik represif Orde Baru. Kebebasan pers adalah syarat demokrasi, bukan barang yang bisa dinegosiasikan,” tegasnya.

    Kawan Pembaca, Terimakasih telah membaca berita kami. Dukung Kabar Trenggalek agar tetap independen.

    Kabar Trenggalek - Peristiwa

    Editor:Lek Zuhri